SEJARAH WAYANG PURWA

 SEJARAH WAYANG PURWA 


Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum
Ketua Bidang Budaya Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA
Hp. 0878 6440 4347


A. Reriptan Wali Sanga. 


Pada tahun 1478 berdiri Karaton Demak Bintara. Rajanya putra Prabu Brawijaya V. Bergelar Raden Patah Jimbun Sirullah Syah Alam Akbar. 


Dukungan Wali Sanga terutama dalam bidang kebudayaan. Sunan Kalijaga menciptakan lakon Jimat Kalimasada. Pementasan wayang saat perayaan grebeg sekaten. 


Gambaran watak wayang berhubungan dengan pembinaan karakter warga kasultanan Demak Bintara yang masih keturunan Prabu Brawijaya V raja Majapahit. Wayang kulit purwa itu menunjukkan gambaran tentang watak jiwa manusia.


Wayang berarti wayahe sembahyang. Ringgit berarti disaring dan dianggit. Karena kepiawaian para linangkung di jaman kuna dalam mengotak atiknya sehingga bisa menunjukkan bentuk yang melebihi pikiran kita, kalau dilihat akan sangat terasa dalam hati.


Jatidiri kasultanan Demak Bintara dibentuk dengan pagelaran wayang. Coba kalau akan membuktikan, lihatlah salah satu wayang purwa, misalnya Janaka atau Gatutkaca, maka tidak akan mirip dengan bentuk corak manusia.


Tanggal 24 Juli 1546 kerajaan Pajang berdiri. Rajanya Joko Tingkir atau Mas Karebet. Bergelar Sultan Hadiwijaya Abdul Hamid Syah Alam Akbar Panetep Panatagama. 


Perhatian kerajaan Pajang pada bentuk wayang besar sekali. Wanda wayang mulai kepala sampai kaki semua serba panjang, ada yang pantatnya bulat atau lonjong. Kalau dicat wajah wayang ada yang hitam, merah, merah muda, putih, biru telur bebek, kuning brom atau prada. Kalau dirasa rasakan seperti memakai topeng (kedok). 


Badan dan wajah wayang yang sama dengan yang tidak sama hampir separuh. Tapi kok kelihatan bagus, bisa kelihatan hidup sampai dan mempunyai jatmika, seperti mempunyai jiwa.


Dibuat oleh kagum adalah dalam membuat bentuk wayang lalu menjadi mudah dimengerti oleh setiap orang sampai semua merasa senang.


 Coba kalau melihat wayang Kresna, Janaka, Gatutkaca, Werkudara, serta dagelannya Semar, Gareng, Petruk, kalau wayang keluar dlam lakon apa saja, kalau sedang mendapat kesusahan para pamirsa juga akan ikut merasa susah, sedangkan kalau sedang mendapat kemuliaan atau mendapat kanugrahan, para pamirsa akan ikut senang, rasanya para pamirsa semua ikut mendapat kemuliaan dan keberuntungan. Sampai begitu dalam masuk ke dalam hati sanubari manusia. Jadi sudah jelas kalau wayang itu tidak menggambarkan bentuk belaka, di sana hanya menunjukkan watak tinggi rindahnya budi, yang kasar serta yang halus.


Awal mula wayang kulit bisa jadi bentuk yang indah itu ketika jaman para wali di Demak, ketika jaman itu sedang gencar gencarnya agama Islam. Padahal semua orang yang telah masuk agama Islam itu kalau melihat bentuk berwujud orang apalagi dipasang untuk keindahan atau disimpan. 


 Tontonan wayang itu bagi bangsa Jawa sudah sangat tertanam sampai ambalung sungsum masuk ke dalam hati, lagipula tontonan itu bisa untuk alat pendidikan atau penerangan pada rakyat agar bisa menerima ajaran dan tuntunan yang baik sesuai yang dibutuhkan.


Karena kepandaian para Wali dan para Linangkung di jaman kuna, di setiap tahun diganti ganti bentuknya sampai baik sehingga bisa sempurna bentuk wayang purwa itu sampai bisa hilang sifat manusianya, jadi bisa berujud sampai sekarang ini.


Pada jaman Sinuwun Prabu Brawijaya Majapait, wayang purwa bentuknya seperti wayang kulit di Bali, mengambil gambar bentuk relief di Candi Panataran yang ada di Blitar, Trenggalek, Tulungagung dan Kediri. Wayang purwa nantinya setelah sempurna pangarang serta pembuatannya, sudah tidak bisa diubah bentuknya lagi karena namanya sudah sempurna, artinya sudah tetap pembuatan.


Kalau kurang percaya cobalah membuktikan sendiri, coba diubah bentuknya atau badannya, atau kedua-duanya sekalian, bisa memilih sesukanya mana yang disenangi. 


Misalnya yang diganti pakaiannya dengan cara orang sekarang, misalnya Gatutkaca diberi kupluk atau topi pet, memakai celana (pantalon) dan memakai keris, nanti kalau sudah jadi bentuknya akan jadi kelihatan lucu. Hanya Dagelan yang bisa luwes digonta-ganti, sedangkan yang lainnya semua kelihatan kaku.


Misalnya yang diganti adalah Harjuna, wajahnya diganti dengan topeng miring, jadi hidungnya kelihatan dekat seperti orang tapi leher, pundak dan tangannya masih kelihatan panjang, nanti akan kelihatan semakin lucu.


 Kalau tangan dan pundak belakang tidak dibuat serba panjang tidak enak untuk sabetan, kalau dibuat serba pendek seperti bentuk manusia miring, tidak bisa dipakai sabetan, kelihatan kaku tidak bisa lincah.


Jadi sudah jelas barang yang sudah sempurna pembuatannya itu kalau diubah-ubah malah jadi bubrah, sudah seperti itu itu bentuk wayang purwa sampai turun temurun anak cucu kita semua sampai akhir jaman nanti. Kalau ingin membuat wayang yang berbeda bentuknya jangan merubah bentuk wayang purwa yang sudah baik dan sudah sempurna pembuatannya tadi, nanti ditertawai orang banyak dan disebut orang royal, hanya menuruti keinginannya sendiri.


Semua wayang karangan baru itu bisa eksis hanya sesaat saja, setelah seelsai tidak bisa diceritakan lagi. Para wali mencipta wayang dengan penuh perhitungan. 


 Begitulah bedanya dengan buatan para linangkung di jaman kuna. Kalau akan membuat wayang sesuai dengan keadaan jaman saja, menurut suasana yang sedang terjadi sebaiknya membuat bentuk sendiri, jangan mengubah barang kuna yang sudah jadi. 


Lebih baik dibuat gambaran manusia saja, digambar miring semua, jadi nanti seperti wujud orang. Kalau dilihat jelas berbeda, tidak akan kacau menamainya. Jadi tidak mengubah barang yang sudah jadi, yang sudah sempurna tadi.


 Wayang itu lalu bisa dinamakan wayang perjuangan, untuk cerita babad perjuangan atau wayang Suluh untuk penerangan.


B. Wayang Jaman Mataram. 


Mataram berdiri pada tahun 1582. Rajanya Danang Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar. Bergelar Panembahan Senapati. 


Ragam jenis wayang karya Wali Sanga dikembangkan lagi. Panembahan Senapati gemar menelusuri sejarah pewayangan. 

Macam macam wayang ini tertulis dalam buku yang disimpan di perpustakaan Karaton Surakarta. 


Wayang purwa, menurut cerita serat yang dibuat sejak Prabu Jayabaya narendra di Kadiri, masih berbentuk ron tal (daun tal), yang dibuat dan digambar dengan kalam, dimasukkan dalam kandaga (bokor besar). 


Setiap hari digunakan sang prabu untuk menceritakan kisah para leluhur pada jaman perang Baratayuda, para Pandawa melawan Kurawa, perang sesama saudara. Wayang Gedog, mengambil dari kata kedok (topeng), dipakai untuk menamai wayang yang dibuat oleh kanjeng Sunan Giri. Itu digunakan untuk menceritakan para ratu Jenggala sampai di negara Pajajaran habis.


Wayang Madya, dibuat oleh adalah Kanjeng Gusti Adipati Arya Mangkunagara IV di Surakarta, untuk menceritakan kisah para ratu setelah perang Baratayuda. Yaitu jaman Prabu Gendrayana sampai negara Jenggala habis. Wayang Klithik atau wayang Krucil, klitik artinya kalothakan karena mengeluarkan bunyi kayu beradu. 


Wayang klithik tersebut dibuat dari kayu krucil mempunyai arti kecil bentuknya. Dibuat oleh Kanjeng Sunan Kudus, jumlahnya hanya 70 buah untuk cerita lakon babad Pajajaran sampai Majapahit terakhir. Sunan Kudus juga membuat wayang Golek, dibuat dari kayu diberi badan seperti manusia, jumlahnya juga hanya 70 buah.


 Kebanyakan di Cepu dan Bojonagoro dengan memakai cerita lakon menak babad tanah Arab, misalnya orang Agung Menak dan Marmaya dan seterusnya. 


Di Jawa barat juga banyak wayang golek, tapi didandani seperti wayang orang (wayang orang), untuk cerita lakon jaman purwa. Dagelannya Petruk diganti namannya menjadi Cepot, kebanyakan terdapat di tanah Priyangan Bandung.


Wayang Dupara, dibuat oleh Danu Atmaja juga orang di Surakarta. Sekarang wayang diambil di Musium Radyapustaka juga di Surakarta. Itu wayang untuk cerita jaman para ratu di Demak sampai di Mataram habis. Wayang Jawa dibuat oleh Dutadiprajan juga orang Surakarta. 


Wayang itu juga untuk cerita babad Demak sampai Mataram habis, tapi juga dipakai untuk cerita lakon Menak babad negara Arab. Wayang Menak, dibuat oleh Ki Trunadipa, kyai dukun di kampung Baturana juga di Surakarta. Wayang itu hanya untuk cerita Menak anak sampai lakat habis. Wayangnya ada 350 buah. 


Wayang kancil, dibuat oleh orang Tionghoa bernama Bah Bo Liem, ketika tahun 1925. Wayang kancil digunakan untuk menceritakan kisah dongeng hewan. Tahun 1990 tokohnya Ki Ledjar Soebroto. 


Itu baik bagi anak anak untuk memberi pendidikan dengan cerita dongeng hewan. Kalau untuk orang tua dongengnya memakai cerita Kancil Krida Martana, isinya ilmu tentang hidup. Wayang kancil itu sangat bagus banyak leluconnya, itu kalau dalangnya bisa menjalankannya. Wayang kancil perlu didukung. 


 Kalau dalang wayang kancil belum bisa, artinya belum pernah melihat dan mempelajari cara-caranya lalu dipaksa saja memainkan dengan caranya sendiri, biasanya lalu kelihatan tidak bagus karena wayangnya tanpa tangan, kalau belum bisa akan kelihatan kaku.  


Wayang perjuangan, dibuat oleh R.M. Sayid, pada tahun 1944. dinamakan wayang Sandiwara untuk cerita dongeng yang mengandung ajaran yang baik.

 Misalnya cerita dongeng Isin Ngaku Bapa. 


Setelah tahun 1945 lalu diganti namanya menjadi wayang perjuangan untuk memperingati jaman perjuangan, jaman  kemerdekaan negara. Lalu dipakai untuk cerita babad.


Sebagian ada yang menyebutnya wayang Suluh karena bentuknya hampir sama, memang sangat mirip. Bedanya wayang Suluh itu yang memainkan hanya para pegawai jawatan penerangan saja karena hanya ditujukan untuk alat memberi penyuluhan kepada rakyat agar mengerti  kejadian di dalam negara.


 Wayang kancil dan wayang perjuangan lalu dijadikan satu kotak, jumlahnya semua ada 200 buah.


Wayang Purwa itu ketika masih jaman Prabu Jayabaya di Kediri, bentuknya mengambil pola gambaran relief candi Panataran di dekat Blitar.


 Digambar miring di daun tal, yang digunakan untuk itutkisnya adalah tulang daun aren yang diruncingkan, kalau daun itu sudah kering coretannya akan kelihatan jelas, begitu sampai sampai jaman Majapahit. Setelah jaman Majapahit lalu digambar lagi di kertas dialasi dengan kain, digambar satu adegan menurut lakon. 


Jika sudah satu lakon lalu digulung dan diberi warna. Juru sunggingnya adalah putranya sendiri bernama raden Sungging Prabangkara, lalu dinamakan wayang beber. Caya memainkannya yaitu digelar ditancapkan pada pohon pisang atau deling yang didiberi lubang.


 Gambar yang digulung itu di kiri kanannya diberi kayu untuk merentangkan, panjangnya kira-kira satu depa. Kalau sudah digelar, Kyai dalang lalu bercerita menurut isi lakon gambar itu. 


Tapi wayang itu tidak bisa dipegang karena menempel jadi satu berbentuk gambar, hanya dilihat saja sambil bercerita, begitu cara memainkan wayang beber pada jaman itu.


Setelah sampai jaman Demak keislaman, bentuk wayang diganti corak miring serba panjang, sampai hilang bentuk manusianya, hanya tinggal berbentuk gambar seperti berbentuk manusia. Yang pertama membuat seperti itu adalah Jeng Sunan Giri. 


Lalu yang jadi pemimpin wayang adalah Batara Guru diberi sebutan Girinata, mempunyai maksud Sunan Giri yang nata. Begitu banyak orang yang mempunyai keinginan untuk mengotak-atik pengetahuan tentang wayang tadi. Makanya wayang itu bisa jadi barang yang indah, baik dan sangat sesuai untuk suguhan dalam pertemuan atau untuk pameran.


 Terlebih lagi kalau dalangnya memiliki wawasan yang luas, para pamirsa akan merasa mendapat ilmu yang diinginkan, rasanya seperti memasuki sebuah jaman baru. Wayang menurut tulisan tuan Dr. G. A. J. Hazeu, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh R. M. Mangkudimedja.


C. Wayang Jaman Kartasura. 


Jaman Kartasura wayang berkembang dengan megah. Ibukota Kraton Mataram berdiri sejarah tahun 1677. Pada masa Sinuwun Amangkurat Amral tahun 1677 - 1703.


Sarasehan wayang digelar tiap selapab hari. Dengan topik sejarah pewayangan. Pada mulanya wayang yang dibuat dari kulit kerbau adalah ketika bertahtanya Raden Patah menjadi Sultan Demak pada tahun Jawa 1437 – pada awalnya bentuk wayang purwa itu seperti wujud manusia. 


Perkembangan wayang dibahas dengan teliti. Wayang yang digunakan sebagai contoh adalah gambar relief candi Panataran. Karena dalam agama Islam dilarang (haram), padahal sang sultan suka sekali pada wayang, makanya para wali lalu membantu membuat bentuk wayang kulit purwa tadi. Pada waktu itu wayang kulit belum diukir bagian dalamnya, hanya dihaluskan di bagian luarnya saja.


 Tangan wayang masih irisan (kalau sekarang disebut kapangan). Setelah itu lalu diberi cat dasar dengan tumbukan tulang dicampur dengan ancur agar kelihatan putih, lalu diberi cat hitam. Yang dipakai adalah warna hitam dari asap jadi lampu baru berbentuk putih digambari. 


Warna wayang dengan warna hitam lalu diberi tangkai untuk menancapkan di gadebog atau pada kayu yang diberi lubang.

Wayang yang dibuat miring mengambil bentuk bayangan manusia. 


Rupa wayang setelah berbentuk jadi, wayang kelihatan menjadi serba panjang sampai hilang sifat manusianya. Wayang purwa mulai dibuat dengan wajah, yaitu mulai dengan mata, telinga, mulut, ketika bertahtanya Raden Trenggana yang bergelar Kanjeng Sultan Sah Ngalam Akbar yang ke III di Demak ketika tahun Jawa 1477.


Hiasan wayang tambah indah. Yang memberi perhiasan wayang seperti kelat bau, gelang, karoncong, anting-anting, badong, jamang, gelung atau ngore, dengan praba serta perhiasan wayang dengan diwarnai emas, serta pakem lakon wayang serta suluknya. 


Raja diberi hiasan yang berwibawa. Yang menambahi adalah Hyang sinuwun Ratu Tunggul di Giri ketika mewakili kraton Demak, pada tahun Jawa 1478. Mulainya wayang purwa atau wayang kulit purwa dipahat dengan gayaman. 


Jaka Tingkir menjadi Sultan di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya, wayang sudah berpakaian dan hiasan lengkap atau diatur dengan gayaman tapi tangannya masih irasan, pada tahun Jawa 1505.


Alat wayang makin lengkap. Yang menambahi alat memainkan wayang kulit dengan kelir, gedebog serta blencong itu adalah Kanjeng Sunan Kalijaga.Yang menambah dengan wayang kera (wanara) adalah Sunan Giri. Yang menambah dengan wayang ricikan, gajah, kuda, serta prajurit prampokan adalah Sunan Benang.


Kanjeng Sultan Demak (Raden Patah), wayang kayon (Gunungan) ditancapkan di tengah kelir serta sebagai alat untuk memenggal cerita dan untuk mengatur sumpingan wayang agar bisa baik enak untuk ditonton. 


Awal mula wayang purwa dipahat dengan gempuran, dipahat rambutnya serta dodot kainnya serta awalnya wayang diberi wanda tapi tangannya masih irasan, yang  membuat adalah kanjeng Panembahan Senapati Ngalaga di Mataram, ketika tahun Jawa 1541.


Awalnya wayang purwa lengannya disopak bau dengan cara dikancing dengan gegel tulang bahu lengan depan belakang, sedangkan para danawa tangan yang belakang masih irasan, juga wayang Batara Guru sampai sampai sekarang masih dibuat irasan untuk mengingat buatan Mataram yang pertama kali.


 Awalnya ada wayang danawa kedua tangannya disopak bau lengan depan belakang itu yang membuat adalah sinuhun Kanjeng Susuhunan Prabu Hanyakrawati yang meninggal di Krapyak ketika tahun 1552. 


Raja Mataram kedu yang membuat danawa Panyareng (Cakil) untuk titimangsa candra sangkala memet Tangan jaksa tinata manusia, yaitu tahun Jawa 1552.


Hubungan wayang kulit dengan candrasangkala memet adalah menjadi peringatan titimangsa tahun Jawa ketika membuat dan menambahi bentuk wayang purwa.


 Itu diambil dari tulisan peringatan ketika para Nata tanah Jawa ingin membuat bentuk wayang purwa agar luwes, baik serta lincah jika dimainkan.


D. Gagasan Paku Buwana II. 


Sinuwun Paku Buwana II pelopor utama seni pakeliran. Ketika dinobatkan menjadi raja Mataram tahun 1726, tiap pojok Kartasura dipentaskan wayang.


Tiap bulan dilakukan pementasan wayang dan sarasehan pedalangan. Tahun 1745 ibukota Kraton Mataram pindah dari Kartasura ke Surakarta. 


Jasa Paku Buwana II amat besar dalam bidang pewayangan.


Dari sarasehan di bangasal smarakata tahun 1746, diperoleh rujukan sejarah pewayangan. Ini adalah petikan dari serat asal usul wayang purwa.


1. Wayang Batara Guru dibuat oleh Senapati Mataram yang pertama, setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala. Dewa dadi ngecis bumi, ini menunjukkan candra sangkala tahun Jawa 1541 – jadi sekarang sudah ada 1888 – 1541 = 347 tahun. Ywang Guru dadi ngecis bumi.


2. Wayang Buta Panyareng (Cakil) dibuat oleh Kanjeng Susuhunan Prabu Hadi Hanyakrawati seda Krapyak. Memerintah tahun 2601 - 1613. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala Tangan yaksa satataning janma, menunjukkan candra sengkala tahun 1552. Jadi sekarang sudah ada 1888 kapendet 1552 = 336 tahun.


3. Wayang Buta Rambutgeni bernama kala Dahda lambuat oleh Sinuhun Sultan Agung Hanyakra Kusuma di Mataram. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala, urubing wayang gumuling tunggal, menunjukkan candra sangkala tahun 1563. Jadi sekarang sudah ada 1888 – 1563 = 325.


4. Wayang Batara Guru mengendarai sapi, memakai dodod dengan celana tanpa slendang, membawa cis, yang membuat Kanjeng Susuhunan Mangkurat. setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala Hestining pandita marganing dewa, menunjukkan tahun 1578. Jadi sekarang sudah ada 1888 – 1578 = 310 tahun.


5. Wayang Buta Endog, buta Prepatan, dibuat oleh kanjeng Susuhunan Amangkurat di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala, buta sirna wayanging janma, menunjukkan tahun Jawa 1605, jadi sekarang sudah ada 1888 – 1605 = 283 tahun.


6. Wayang Batari Durga bermata satu serta memegang bendera yang berkibar, dibuat oleh kanjeng Susuhunan Mangkurat pertama di Kartasura. 


Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala warna ngasta benderaning dewa, yang menunjukkan candra sengkala tahun 1621 – jadi sekarang sudah ada 1888 – 1625 = 267 tahun.


7. Wayang danawa perempuan Kenyawandu, dibuat oleh Kangjeng Pangeran Hadipati Puger di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala, buta nembah rarasing nata, menunjukkan candra sangkala tahun 1625 – jadi sekarang sudah ada 1888 – 1625 sudah ada 263 tahun.


8. Wayang danawa Congklok, yang dimaksud adalah Buta Terong, dibuat oleh Kangjeng Susuhunan P.B. yang ke II di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala buta lima mangsa manusia, menunjukkan candra sangkala tahun 1655 – jadi sekarang sudah ada 1888 – 1655 sudah ada 233 tahun.


Ada lagi candra sangkala Buta Rambut Geni yang dinamakan Jalu buta tinata ing ratu, tahun 1553 – karena buta Rambut Geni itu tangan dan kakinya diberi jalu (taji). 


Ada lagi candra sangkala buta Alasan memegang badana hanya memakai cawat saja (artinya tanpa badan) menunjukkan candra sangkala wayang buta ing wana tunggal, tahun 1556.


Ada lagi candra sangkala Batari Durga memakai baju dan sepatu memakai keris yang dirambati oleh tumbuh tumbuhan di hutan, candrasangkala Wayang misik rasaning bidadari, tahun 1965 – dibuat oleh P.B. yang ke  II. Ada lagi R.M. Sayid, juga membuat candrasangkala memet berbentuk gambar wajah wayang satu kotak dibuat jadi satu berwujud satu gambar. 


Ini berbeda candra sangkala tapi suryasangkala artinya tahun masehi, dinamakan obahing tatanan gambar kang urip, menunjukkan tahun suryasangkala 1956 – yaitu tahun masehi. Itu menggambarkan berbagai macam kebangsaan yang memiliki satu tekad.


 Misalnya ada yang memerintah lalu berkumpul jadi satu, mari bergotong royong, hidup rukun di dunia supaya tentram (Persatuan bangsa dapat mencapai perdamaian dunia). Itulah maksud dari gambar wajah wayang purwa tadi.


E. Wayang Jaman Karaton Surakarta 


Paku Buwana III memerintah tahun 1749 - 1788. Karaton Surakarta Hadiningrat makin arum kuncara ngejayeng jagad raya. 


Wayang berkembang pesat. Golongan bentuk wayang beragam. Wayang bokongan pantes. 

Yang dimaksud wayang bokongan itu wayang yang bentuk pantat dibuat bulat atau lonjong seperti misalnya Harjuna, Kresna, pantatnya bulat. Kalau Yudistira dan Drupada pantatnya lonjong.


Wayang Jangkahan

Wayang jangkahan itu ada dua macam, yaitu jangkah wiyar dan jangkah ciyut. Jangkah wiyar misalnya Gatutkaca, Baladewa, kalau Ongkawijaya dan Bambangan termasuk jangkah ciyut.


Wayang Dugangan dan Bapangan

Wayang dugangan dan bapangan itu kebanyakan adalah gecul serta gusen, seperti Pragota, Dursasana, patih Juwalgita, Durmagati, dan seterusnya sejenis wayang gecul.


Wayang brongsong

Wayang brongsong adalah semua wayang yang wajahnya diwarnai prada atau dibrom.


Wayang Gendong

Wayang yang rambutnya terurai sampai di punggung, itu yang dimaksud wayang gendong.


Wayang sampir

Wayang yang memakai slendangan disebut wayang sampir.


Wayang Lanyapan

Wayang lanyapan adalah semua wayang yang nglangak, andangak, menengadahkan kepala. Seperti Samba, Narayana dan sebagainya.


Wayang Longok

Wayang longok seperti Nangkula, Sahadewa, Kresna, semua wayang yang tidak begitu mendo’ak, itulah yang dimaksud wayang longok.


Wayang Luruh

Wayang luruh adalah semua wayang yang menunduk (tumungkul) seperti Harjuna, Yudistira, Ongkawijaya dan semua wayang yang menunduk dinamakan wayang luruh.


Wayang Oyi

Wayang estren (wanita) luruh disebut Oyi.


Wayang Endel

Estren lanyapan disebut Endel.


Wayang Gusen

Wayang gusen, yaitu wayang yang kelihatan gusi dan taringnya.


F. Gagasan Paku Buwana V. 


Sinuwun Paku Buwana V bertahta sejak tahun 1820. Raja Surakarta Hadiningrat menyusun Serat Centhini. 


Wayang ditulis lengkap. Tentang mata wayang dibahas khusus. 

Mata Wayang itu ada tujuh macam:


1. Mata nggabah

Seperti Harjuna, Kresna, Karna, itu matanya gabahan, bentuk mata seperti gabah (butir padi)


2. Mata kadelen seperti Baladewa, Setyaki, patih Hudawa, bentuk mata seperti kedelai.


3. Mata kadondongan seperti Kartawarna, Sengkuni, emban Kenyawandu, bentuk matanya seperti buah kedondong.


4. Mata pananggalan seperti buta Cakil, Batara Narada, Pandita Durna, bentuk matanya seperti rembulan tanggal satu.


5. Mata kelipan, seperti buta Alasan, Semar, Buta Galiyuk, matanya kelihatan hanya bulat separuh.


6. Mata telengan, seperti Gatotkaca, Gandamana, Werkudara, Duryudana, bentuk mata bulat tidak kelihatan kelopaknya.


7. Mata plelengan, seperti Buta Raton, sejenis buta yang kelihatan bulat matanya, Burisrawa, Hindrajit, bentuk mata bulat kelihatan kelopaknya.

Kalau Togog, Bagong, matanya bernama plolon (artinya mlolo, melotot) kelihatan bulat besar.


Bedahan Mata Ada Tiga macam:

1. Jaitan

2. Blarak Ngirit

3. Brebes


Paku Buwana V peduli dengan bentuk dan watak wayang. Bentuk mata itu bisa untuk mengetahui watak wayang.


1. Misalnya wayang yang matanya gabahan luruh seperti Janaka, Bambangan dan sebagainya, tingkah lakunya halus, tajam, tangguh trampil dalam berperang.


2. Wayang lanyapan mata gabahan seperti Narayana, Narasoma, Hadipati Karna dan sebagainya perilakunya tangguh, trengginas, tangkas dalam perang.


3. Yang matanya kadelen seperti Baladewa, Setyaki, Seta, dan sebagainya perilakunya tangguh, trengginas.


4. Yang bermata kadondongan seperti Citraksa, Citraksi, Kartawarma dan sebagainya tindakannya lincah tapi sering berbuat tidak baik.


5. Yang matanya telengan seperti Harya Sena, Antareja, Gatutkaca, Gandamana perilakunya tangguh, kalau marah menakutkan, kalau sedang marah sangat berbahaya.


6. Sedangkan wayang bapangan dugangan mempunyai watak sendiri seperti Dursasana, Pragota, Burisrawa, Darmagati, dan sejenisnya perilakunya suka memaksa, senangnya gegeculan dan sembrana.


7. Wayang sejenis buta, wataknya menakutkan seperti polah tingkah macan, mengaum aum, menubruk kesana-kemari, berani tapi kurang perhitungan.


Wayang Budren

Wayang budren itu wayang yang wajahnya diukir dengan corak modangan yang menunjukkan corak gambar bulu tubuh atau kumis kelihatan bagus. 


Wayang budren itu wajahnya pasti hitam, bentuk hidungnya bentulan, seperti: Gatutkaca, Bima muda dan tua, Druyudana, Jayadrata, Gandamana, Antasena, Antareja, dan sebagainya. Wayang budren yang ada hanya di Surakarta, selain wayang Surakarta hanya diberi kumis dengan cat merah saja.


Wayang Rapekan

Wayang rapekan kebanyakan adalah sebangsa patih dan punggawa seperti Patih Hudawa, Patih Sangkuni, buta Cakil, buta Pragalba, ada lagi para ratu sabrangan yang rapekan. Kalau wayangnya lengkap maka ditambah dengan para Pandawa rapekan sebagai persiapan untuk lakon Cakranagara.


Wayang Bajujag

Wayang bajujag adalah wayang yang tidak bisa diatur besar kecilnya. Pembuatannya tidak memakai pola, kebanyakan dikumpulkan satu dua, mencicil dari sedikit asal berwujud wayang. 


Jadi wayangnya campuran sehingga kelihatan berbeda beda, hanya mencari sedapatnya asal bisa lengkap. Jadi kalau diatur atau disumping kelihatan naik turun tidak bisa urut bahunya mulai dari sumpingan depan sampai belakang, atau palemahanya juga tidak bisa urut.


Wayang Ribig

Kalau wayang ribig berkebalikan dengan wayang bajujag. Wayang ribig itu wayang yang baik urut, kalau disumping tidak kelihatan naik turun, bisa bagus urutannya, pundak dan palemahannya.


Wayang Murgan

Ada lagi wayang murgan, aarti mengambil dari kata mirunggan, jadi aarti wayang tambahan, berbeda wayang yang baku, atau wayang susulan perlu untuk sambutan, dimaksud wayang murgan.


Wayang Kanteb

Wayang kanteb, semua wayang yang kasutangen artinya kakinya kepanjangan kurang sesuai dengan badannya.


Wayang Jujudan

Wayang jujudan, semua wayang yang ditambahi ukurannya, jadi lebih besar dari polanya.


Dalam serat Centhini dibahas pula bentuk hidung wayang. Paku Buwana V begitu amat peduli. 


1. Hidung bentuk Wali Miring, bentuk hidungnya seperti pangot kecil alat untuk mengukir warangka keris, misalnya wayang Bambangan Janaka, Kresna, Samba dan lainnya.


2. Hidung bentuk bentulan, bentuk hidungnya seperti pangot kecil, misalnya Gatutkaca, Gandamana, Werkudara, dan sebagainya


3. Hidung pangotan, bentuknya hidungnya seperti sedangkan pangot, misalnya Boma, Kangsa, Hindrajit semua yang gusen dan sebagainya.


4. Hidung palokan, bentuk hidungnya seperti isi mangga, misalnya Buta Raton, Pragalba yang pasti adalah jenis buta.


5. Hidung Bruton, bentuk hidungnya seperti brutu (pantat ayam), misalnya Bagong, Tumenggung Jolowok, Batara Patuk.


6. Hidung Sumpel, bentuk hidungnya kelihatan menyumpal misalnya Semar, Limbuk.


7. Hidung Terong Glatik, bentuk hidungnya seperti terong glatik bulat, misalnya Gareng.


8. Hidung Cempaluk, bentuk hidungnya seperti buah asam yang masih muda, misalnya Petruk.


9. Hidung Terong Kopek, bentuk hidungnya seperti buha terong, misalnya Buta Congklok, sampai dinamai Buta Terong karena terbawa bentuk hidungnya yang seperti buah terong kopek.


10. Hidung pisekan, bentuk hidung kelihatan pesek, misalnya, Togog, Belung, serta sebangsa Kera.


Sejarah wayang purwa berumur panjang. Bentuk dan watak wayang purwa memang mempesona. Warisan budaya yang layak dilestarikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

Asal Usul Leluhur Prabowo Subianto

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.