SEJARAH KOTA PURWOKERTO SEBAGAI WARISAN AMANGKURAT I.
SEJARAH KOTA PURWOKERTO SEBAGAI WARISAN AMANGKURAT I.
Oleh Dr Purwadi, M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara, LOKANTARA.
Hp. 087864404347
A. Sinuwun Amangkurat l Pendiri Kota Purwokerto.
Kota Purwokerto amat megah mewah indah. Pendirinya adalah Sri Susuhunan Amangkurat Agung raja Mataram yang bijak bestari. Memerintah tahun 1645 - 1677.
Pembangunan kota Purwokerto sebagai ibukota Kabupaten Banyumas didukung penuh oleh Kanjeng Ratu Wiratsari, Permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung. Dalam sejarah juga disebut Amangkurat I atau Sri Susuhunan Amangkurat Tegalarum.
Keindahan kota Purwokerto sebagai ibukota Banyumas dilalui sungai legendaris. Kali Serayu dianggap sakral keramat oleh warga Dulangmas. Yakni Magelang Kedu Banyumas. Raja Mataram selalu tapa ngeli di Kali Serayu untuk mendapatkan daya linuwih.
Lagu Serayu laras pelog pathet nem.
Adhuh segere banyune ing sendhang. Ilang kesele wis mari le mriyang. Banyune bening nyegerake ati. Kudu sing eling mring tindak kang suci.
Lelagon Serayu berkumandang. Hati terasa bergetar. Karena lagu ini memuat ajaran etis filosofis yang amat tinggi.
Perhatian raja Amangkurat I pada Kali Serayu merupakan bentuk pelestarian pada ajaran leluhur. Kawasan Dulangmas tenar sejak jaman Kraton Demak dan Pajang.
Pada masa kerajaan Demak Bintara nama Banyumas masih disebut Banyukerto. Wilayah ini langsung diperintah oleh Kadipaten Semarang. Pembina wilayah Banyukerto dipegang oleh Ki Ageng Pandan Aran. Pembesar kadipaten Semarang ini masih keturunan Adipati Yunus Syah Alam Akbar, Sultan Demak Bintara.
Para penguasa Demak dan Pajang kerap tapa ngeli di kali Serayu. Apalagi saat mendirikan wilayah Dulangmas. Tapa brata jelas diutamakan.
Lama kelamaan daerah Banyukerto semakin maju. Pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan berjalan lancar. Rakyat pun hidup makmur sejahtera. Kekuasaan Demak berpindah ke Pajang. Kerajaan Pajang diperintah oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Raja Pajang ini memang sakti mandraguna. Beliau masih berdarah Majapahit, Demak dan Pengging. Pada dirinya mengalir darah biru, bangsawan besar Jawa. Benar benar trahing kusuma rembesing madu, wijining amara tapa, tedhaking andana warih.
Kedudukan Joko Tingkir di Kerajaan Pajang sangat kuat. Begitu menduduki tahta semua kekuatan politik dirangkul. Sela-ma memegang kekuasaan Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya selalu bisa momong momor momot. Putra Sunan Prawoto pewaris Kasultanan Demak Bintara bernama Raden Joko Kahiman. Sewaktu berguru kepada Sunan Kalijaga, Joko Kahiman bernama santri Abdul Mukmin.
Sultan Hadiwijaya raja Pajang menetapkan Raden Joko Kahiman sebagai penguasa Banyukerto. Saat itu Banyukerto berstatus Kawedanan. Begitu Joko Kahiman dilantik status Banyukerto dinaikkan dari Kawedanan menjadi Kabupaten. Joko Kahiman resmi menjabat sebagai Bupati Banyukerto. Atas usul Pangeran Benawa, nama Banyukerto diubah menjadi Kabupaten Banyumas. Joko Kahiman menjadi bupati Banyumas tahun 1582-1583, dengan gelar Tumenggung Purwonagara.
Kabupaten Banyumas berhasil sebagai daerah pemekaran. Penggantinya bernama Raden Ngabehi Martasura I yang memerintah tahun 1583-1600. Kekuasaan Jawa bergeser dari Pajang ke Mataram. Rajanya bernama Panembahan Senopati. Raden Ngabehi Martasura I berasal dari Paremono Muntilan Magelang. Pembesar Mataram ini juga melanjutkan tradisi tapa ngeli.
Tapa ngeli raja Mataram bersama para punggawa. Beliau masih putra Patih Manca Negara, perdana menteri jaman kerajaan Pajang selama tinggal di Magelang, Raden Ngabehi Martasura I belajar tata pemerintahan, tata praja dan udanagara. Pemerintahan Mataram selanjutnya dipegang oleh Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati.
Bupati Banyumas dipegang pejabat baru. Beliau adalah Raden Ngabehi Martapura II. Istrinya berasal dari Pati, anak Ki Ageng Penjawi. Istri sang bupati populer disebut Ratu Adipati Wicaksono Arum. Beliau seorang putri linuwih, cerdas, ramah, cekatan, pintar, lincah, pemurah dan welas asih. Tentu saja kehadiran Ratu Adipati Wicaksono Arum menjadi idola buat sekalian warga Kadipaten Banyumas.
Ratu Wiratsari seorang putri linuwih. Gemar tapa ngeli di kali Serayu. Wanudya ayu ngambar, aruming kusuma, wadana asawang sari, o, ri sedhenging purnama sidi, netya njahit esmu lindri, grana rungih milangeni, tuhu mustikane putri tetunggule widodari.
Demikianlah penduduk Kabupaten memberi pujian kepada Nyonya Bupati Raden Ngabehi Martapura II. Rakyat betul betul ayem tentrem, aman damai dan guyub rukun.
Jalannya dengan tapa kungkum dan tapa ngeli di sepanjang aliran Kali Serayu. Kali mengalir di kota Purwokerto.
B. Lelaku di Aliran Kali Serayu Purwokerto.
Leluhur bangsawan Purwokerto kerap tapa brata di wana gung liwang liwung. Termasuk tapa ngeli di aliran kali Serayu. Agar mendapatkan daya linuwih, ilmu kasekten, olah kanuragan. Para Bupati Banyumas menghormati tata cara adat.
1. R Djoko Kahiman, 1582-1583. Dilantik pada masa keraja-an Pajang. Rajanya bernama Sultan Hadiwijaya.
2. R Ngabehi Martasura I, 1583-1600. Dilantik pada masa ke-rajaan Mataram. Rajanya bernama Panembahan Senopati.
3. R Ngabehi Martasura II, 1601-1620. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Prabu Hadi Hanyokrowati.
4. R Adipati Martayuda I, 1620-1650. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sultan Agung Hanyokro kusuma.
5. R Tumenggung Martayuda II, 1650-1678. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Amangkurat Agung.
6. R Tumenggung Suradipura, 1678-1707. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Amangkurat Amral.
7. R Tumenggung Yudanegara II, 1707-1745. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana I.
8. R Tumenggung Reksapraja, 1745-1749. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana II.
9. R Tumenggung Yudanegara III, 1749-1755. Dilantik pada masa kerajaan Mataram. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana III.
10. R Tumenggung Yudanegara IV, 1755-1780.Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Raja-nya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana III.
11. R Tumenggung Tejakusuma, 1780-1788. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana III.
12. R Tumenggung Yudanegara V, 1788-1816. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IV.
13. R Adipati Cakranegara I, 1816-1830. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Raja-nya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IV.
14. RT Mardireja II, 1830-1832. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana VII.
15. R Adipati Cakranagara II, 1832-1864. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana VII.
16. R Adipati Cakranagara III, 1864-1879. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IX.
17. KPA Martadireja III, 1879-1913. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana IX.
18. KPAA Ganda Subrata, 1913-1933. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana X.
19. RAA Sujiman Ganda Subrata, 1933-1950. Dilantik pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sri Susuhunan Paku Buwana X.
20. R Moh Kabul Purwodireja, 1950-1953. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
21. RE Budiman, 1953-1957. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
22. M Mirun Prawiradireja, 1957. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
23. R Bayu Nuntoro, 1957-1960. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
24. R Subagyo, 1960-1966. Dilantik pada masa Presiden Soekarno.
25. Letkol Sukarno Agung, 1966-1971. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
26. Kol Poedjadi Bandayuda, 1971-1978. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
27. Kol RG Rudjito, 1978-1988. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
28. Kol Djoko Sudantoko, 1988-1998. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.
29. Kel Aris Setiono, 1998-2008. Dilantik pada masa Presiden BJ Habibie.
30. Drs. H Marjoko, 2008-2013. Dilantik pada masa Presiden Susila Bambang Yudhoyono.
31. Ir KPH Purbowinoto Achmad Husein, 2013. Dilantik pada masa Presiden Susila Bambang Yudhoyono.
C. Raja Amangkurat I dan Ratu Wiratsari Membangun Purwokerto.
Raja Amangkurat I Kanjeng Ratu Wiratsari mengantar kejayaan Purwokerto ibukota Kabupaten Banyumas. Karena beliau berdua sering melakukan lara lapa tapa brata.
Prestasi Kabupaten Banyumas semakin cemerlang. Di mana mana nama Banyumas selalu jadi buah bibir. Publik dibuat terkagum kagum pada hasil pembangunan segala bidang. Popularitas Banyumas sungguh moncer. Kemajuan kabupaten Banyumas tak lepas dari peran Kanjeng Ratu Wiratsari. Sinuwun Sri Susuhunan Amangkurat Agung, raja kraton Mataram keempat yang memerintah tahun 1645-1677.
Siapa Kanjeng Ratu Wiratsari yang menjadi garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung? Beliau adalah cicit Joko Tingkir. Ayahnya seorang Bupati Pengging, Pangeran Radin. Orang lebih mengenal dengan nama Pangeran Kajor. Beliau tuan tanah. Tanah Kajoran berada di mana mana. Singkat kata Ratu Wiratsari keturunan orang kaya. Apalagi semasa hidupnya di Banyumanik Semarang, Kanjeng Ratu Wiratsari punya bisnis, gamping, kayu jati, mebel, minyak tanah, perahu, pelayaran dan pelabuhan. Pada jamannya beliau pengusaha besar.
Tumenggung Yudanegara IV adalah Bupati Banyumas. Dia keturunan Ki Ageng Wonosobo. Masih kemenakan Kanjeng Ratu Wiratsari. Lagi pula pada masa kecilnya Tumenggung Yudanegara diasuh oleh permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung. Beliau seperti anak sendiri. Atas perintah Ratu Wiratsari, Bupati Banyumas membangun pesanggrahan Puja Retna di Batu Raden, kaki gunung Slamet. Vila mewah ini kerap digunakan oleh pejabat Mataram. Bahkan Sri Susuhunan Amangkurat Agung pernah menginap di pesanggrahan Puja Retna.
Tiap Slasa Kliwon Amangkurat I dan Wiratsari tapa ngeli di Kali Serayu. Agar usaha rintisan peristirahatan di vila Puja Retna ini menjadi cikal bakal terbentuknya kawasan wisata Batu Raden. Lambat laun wisata Batu Raden terkenal sebagai tempat wisata pegunungan yang indah permai. Kanan kiri pesanggrahan Puja Retna ditanami teh, kopi, cengkeh, manggis, pepaya dan pisang. Taman wisata Batu Raden menjadi tempat menerima tamu saat berkunjung ke kabupaten Banyumas.
Selaku ibu negara Kraton Mataram, Kanjeng Ratu Wiratsari memajukan perdagangan. Dibangun pasar di Ajibarang, Wangon dan Bumiayu. Pasar ini dibangun pada tahun 1659.
Ratu Wiratsari mendirikan kantor di desa Lesmana Ajibarang Banyumas. Kantor darma wanita cabang Mataram ini multiguna. Pendapa dibangun dengan ruangan yang luas. Pelataran dibuat asri indah. Orang pun kerap bermain sekedar melepas lelah. Pendapa ini dilengkapi gamelan pelog slendro. Muda mudi berlatih seni, karawitan, pedalangan dan tari. Tiap malem Kamis Pahing bertepatan dengan wiyosan Kanjeng Ratu Wiratsari, para siswa seni ini diberi kesempatan untuk pentas. Suguhan mbanyu mili. Tentu semua merasa senang.
Bidang pertanian tidak lepas dari perhatian kanjeng Ratu Wiratsari. Pengairan diurus sebaik baiknya. Kali Serayu diatur alirannya. Kanjeng Raden Tumenggung Tirtanagara adalah menteri pengairan Kraton Mataram. Selama tiga tahun ditugaskan untuk menata daerah aliran sungai Serayu. Bendungan banyak dibangun sebagai sarana irigasi pertanian yang meliputi daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Pada tahun 1657 Sinuwun Amangkurat Agung meresmikan tata pengairan di Banyumas.
Gagasan untuk kesejahteraan terus digalakkan. Setiap bendungan ada budi daya perikanan. Tawes, kakap, nila, mujahir, lele, udang dipelihara dengan metode perikanan yang maju. Kanjeng Ratu Wiratsari memberi bantuan nyata. Tenaga ahli didatangkan dari negeri Tamasek Singapura. Hasilnya meningkat, kemakmuran berlipat ganda. Bahkan hasil perikanan Serayu Banyumas diekspor ke Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Timur.
Adhuh segere banyune ing sendhang ilang kesele wis mari le mriyang banyune bening nyegerake ati kudu sing eling mring tindak kang suci. Tembang Serayu khas Banyumasan tersebut populer di tengah masyarakat. Sebagai tanda ungkapan bersyukur.
Bagi masyarakat kabupaten Banyumas Sri Susuhunan Amangkurat Agung dan Kanjeng Ratu Wiratsari adalah pahlawan besar. Beliau berdua mewariskan jasa yang patut dikenang sepanjang masa. Pada tanggal 10 Juli 1677 Sri Susuhunan Amangkurat Agung wafat di Lesmana Ajibarang Banyumas. Jenazahnya dimakamkan di daerah Pakuncen Tegal Arum Adiwerna Tegal.
Siram jamas pangrukti laya menggunakan air kali Serayu. Hal ini sesuai dengan wasiat Kanjeng Sinuwun Amangkurat I.
Kota Purwokerto mendapat perhatian dari Amangkurat I. Jadilah kota yang ramai indah maju makmur.
D. Tapa Brata Untuk Kota Purwokerto.
Raja Amangkurat I dan Ratu Wiratsari melakukan tapa brata demi kemajuan masyarakat Banyumas. Lelaku ini dikerjakan dengan lila lan legawa kanggo mulyane negara.
Pembangunan kota Purwokerto dengan laku tirakat. Kompleks perkantoran kabupaten Banyumas berada di kota Purwokerto. Nama Purwakerto diabadikan oleh Kanjeng Ratu Wiratsari pada tahun 1659. Kesadaran historis perlu dikembangkan Daerah Banyukerto tetap dilestarikan dalam bentuk pemekaran morfologis. Kata majemuka Banyukerto lebih diperluas makna semantis, yaitu Banyumas dan Purwokerto. Banyumas berarti air emas. Lambang kejayaan, keemasan, kemakmuran. Purwokerto berarti asal mula berkarya, bekerja, berproduksi. Lambang kerja keras, perjuangan dan usaha mandiri. Kewibawaan, kawidadan, kamulyan lan karaharjan menyertai masyarakat kabupaten Banyumas yang beribukota di Purwokerto.
Pembangunan pendapa kabupaten Banyumas disertai dengan ritual dengan sesaji yang khusus. Soko guru atau tiang utama pendapa Kabupaten Banyumas terbuat dari kayu jati pilihan. Sengaja diambilkan kayu jati dari alas Donoloyo Wonogiri. Alas Donoloyo terkenal sebagai tempat wingit gawat kaliwat liwat. Penebangan kayu jati Donoloyo melalui prosesi ritual dan sesaji yang lengkap. Ratu Wiratsari mengerti betul adat istiadat yang diajarkan oleh leluhur.
Rombongan penebang kayu ini disertai pula sesepuh yang memimpin tata cara wilujengan. Lantas diadakan pentas tayuban lengkap dengan seniman wiyaga dan waranggana. Wilujengan dan tayuban merupakan syarat wajib dalam prosesi penebangan kayu jati Donoloyo. Pendapa Kabupaten Banyumas tampak menyinarkan aura kewibawaan.
Pemandangan ibukota Banyumas memang indah. Tata kota Purwokerto dibuat sesuai dengan standard arsitektur Mataram. Empat hal pokok yang pasti diatur, yakni pendapa kabupaten, pasar, alun alun dan Masjid Agung.
Pendapa Kabupaten Banyumas di Purwokerto berbentuk joglo limasan. Ruang tengah dilengkapi dengan bagian pringgi-tan. Bagian belakang terdapat gadri kembar. Rerumputan, tanaman hias dan pepohonan ditata rapi. Mirip dengan taman Maerakaca. Atas saran Kanjeng Ratu Wiratsari, pendapa Kabupaten Banyumas terbuka untuk umum. Para seniman berprestasi diberi kesempatan unjuk kebolehan di ruang pendapa. Tumenggung Martayuda II beruntung sekali saat menjadi bupati.
Pembangunan kompleks perkantoran Bupati Banyumas di Purwakerto melibatkan juru ukir dari Sukodono, Tahunan, Jepara. Mereka adalah juru ukir ternama yang pernah mengabdi kepada Kanjeng Ratu Kalinyamat.
Sedangkan pondasi bangunan dikerjakan oleh ahli semen gamping dari Tuban. Sementara untuk penerangan dikerjakan oleh personil dari Cepu. Semua ahli bangunan itu didatangkan oleh Kanjeng Ratu Wiratsari atas biaya sendiri. Maklum beliau memiliki sumber finansial yang berlimpah ruah. Usaha bisnis Ratu Wiratsari sedang lancar lancarnya. Jarak antar pusat daerah dibuat 30 km dari wilayah Cilacap, Kebumen, Banjarnegara dan Bumiayu. Tata kota yang ideal.
Alun alun Purwokerto digunakan sebagai ruang publik. Siang malam orang berkunjung. Pedagang mainan, minuman dan makanan selalu beruntung. Tapi semua berjalan tertib, karena warga terlatih untuk taat aturan. Alun-alun benar benar tempat yang regeng dan nggayeng. Sebelahnya dibangun Masjid Agung lengkap dengan bedug Isworogomo yang legendaris. Bedug Isworo gomo ini hadiah dari Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak Bintara.
Pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat ditata dengan jadwal yang ketat. Pasar induk dijadwal pada Rabu Pon. Setiap lima hari sekali pasar itu beroperasi. Tujuannya untuk pemerataan penghasilan. Jarak antar pasar rata-rata 5 km. Ada pasar Wage, pasar Kliwon, pasar Legi, pasar Paing. Penjadwalan ini menjadi tradisi unik di Tanah Jawa.
Untuk menghidupkan roda ekonomi, Kanjeng Ratu Wiratsari membina kelompok pengrajin batik dari Gumelem Susukan Banjarnegara. Letaknya di lereng gunung Giri Larangan. Kerajinan batik Gumelem memperlancar arus perdagangan di Kabupaten Banyumas. Hadirnya pasar, sawah, kerajinan, perkebunan dan perdagangan ini mengantarkan Banyumas sebagai kabupaten yang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Janturan tentang situasi yang ideal ini bisa menjadi kegiatan pada masa sekarang.
E. Pagelaran Seni Budaya di Kota Purwokerto.
Pagelaran seni budaya sebagai jalan ritual. Seni edi peni berhubungan dengan aspek keindahan atau estetika. Budaya adi luhung berhubungan dengan nilai filosofis atau keluhuran Kanjeng Ratu Wiratsari, permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung betul betul memberi keseimbangan dalam unsur cerita rasa karsa karya. Kreativitas Kanjeng Ratu Wiratsari mendapat dukungan penuh dari kerajaan Mataram.
Seperangkat gamelan pelog slendro dibawa dari Bekonang Sukoharjo. Sinuwun Amangkurat Agung menamakan Gamelan Kyai Harjomanis. Artinya gamelan yang memberi suasana sejahtera bahagia buat seluruh warga Banyumas. Pertama kali gamelan ditabuh dengan gendhing Ganda Mastuti laras pelog pathet nem. Tujuannya agar sekalian pembesar dan penduduk mendapatkan keselamatan lahir batin.
Kota Purwokerto gembira ria. Gendhing Ganda Mastuti yang ditabuh dengan mat matan mengalun pelan. Iringannya meliputi gender, rebab, gambang, suling, kendhang bem, kendhang ketipung, kethuk, kenong, kempul. Suara gamelan pelan, tetapi nyaring melantunkan puja puji. Tumenggung Martayuda II selaku Bupati Banyumas seolah olah mendapat energi positif. Memang gendhing Ganda Mastuti memuat renungan. Cakupan atau syair diambil dari tembang kinanthi pethikan serat Nitisruti karya Pangeran Karanggayam.
Pagelaran ini pernah dilakukan dengan megah. Pada malam pahargyan yang digelar pada tanggal 5 September 1663, juga dipentaskan budaya Tirta Kencana. Tirta berarti banyu kencana berarti emas. Bedaya Tirta Kencana karya Sinuwun Amangkurat Agung ini dipersembahkan buat kawula dasih kabupaten Banyumas. Sebegitu dalam rasa cinta Sinuwun Amangkurat Agung pada masyarakat Banyumas. Sudah selayaknya gamelan Kyai Harjomanis dan Bedaya Tirta Kencana dilestarikan sebagai pusaka kabupaten
Malam berikutnya digelar wayang purwa dengan lakon Begawan Ciptowening. Lakon ini bercerita tentang perjuangan hidup yang mengutamakan konsep pemikiran dan kebersihan hati. Teladannya adalah Raden Arjuna, sang satria agung, lelananging jagad. Arjuna berhasil memberantas satru murka berkat kepandaian dan kerelaan. Dalam pentas ini Sinuwun Amangku-rat Agung secara simbolik memberi pelajaran tentang budi pekerti luhur. Sura dira Jayaningrat lebur dening pangastuti.
Pada awal pagelaran wayang purwa, Sinuwun Amangkurat Agung paring dhawuh kepada wiyaga dan waranggana. Masyarakat Banyumas punya keahlian nderes kelapa untuk dijadikan gula. Oleh karena itu adanya istilah gula klapa berasal dari Banyumas. Gula berwarna merah, kelapa berwarna putih. Bendera gula klapa merujuk pada warna merah putih.
Adegan kedhatonan diisi dengan lagu-lagu sigrak gumyak. Sudah barang tentu lagunya berkaitan dengan sistem produksi kabupaten Banyumas dan sekitarnya. Berkumandang-lah gendhing ricik-ricik Banyumas, Puji, Srepeg Banyumas, Gunung Slamet dan Gula Klapa. Masing masing gendhing ini mempunyai nilai etis filosofis yang tinggi. Syairnya memuat tuntunan tontonan dan tatanan.
Jasa besar Sri Susuhunan Amangkurat Agung dan garwa prameswari Kanjeng Ratu Wiratsari harus dilestarikan. Keduanya merupakan priyayi luhur yang mewariskan keutamaan, kemuliaan dan keteladanan. Sri Susuhunan Amangkurat Agung adalah raja Mataram yang menjunjung tinggi prinsip ambeg adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.
Sedang Kanjeng Ratu Wiratsari merupakan mustikane putri tetunggule widadari. Sedang Raden Tumenggung Martayuda II adalah Bupati sembada wirotama. Masyarakat Banyumas labuh labet Sinuwun Amangkurat Agung dan Kanjeng Ratu Wiratsari dengan tinta emas.
Kabupaten Banyumas punya sejarah yang panjang. Kekayaan alam yang siap diolah bisa membuat kemakmuran. Budaya adi luhung menyebabkan masyarakat hidup guyub rukun. Seni edi peni memperlancar jiwa segar. Sejarah budaya, seni dan lingkungan di kabupaten Banyumas siap menyongsong masa depan yang lebih cemerlang.
Amangkurat Agung raja Mataram selalu dikenang oleh masyarakat Banyumas. Istana kedhaton Pamase di Lesmana Ajibarang Banyumas dibangun oleh Kanjeng Ratu Wiratsari, garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung dengan amat megah mewah indah.
Aliran Kali Serayu menyejukkan kota Purwokerto. Sungai ini mengalir dari Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Sinuwun Amangkurat Agung melakukan tapa ngeli. Meditasi untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Purwokerto bermakna luhur. Purwo berarti permulaan. Kerto berarti kerja. Yakni permulaan untuk berkarya.
Komentar
Posting Komentar