Cerpen: Desember Ceria di Susukan*
*Cerpen: Desember Ceria di Susukan*
Angin Desember menyapa lembut Desa Susukan. Burung-burung gereja menari di antara ranting rambutan yang sedang berbuah, sementara semburat jingga pagi memantulkan cahaya di permukaan sawah yang mulai menguning. Bulan itu selalu membawa rasa rindu, harapan, dan doa—terutama bagi empat perempuan tangguh yang sudah lama menjalani hidup masing-masing di kota berbeda, namun hatinya tetap berlabuh di tempat yang sama: rumah masa kecil mereka di Susukan.
Mereka adalah empat bersaudara yang berbeda usia, berbeda kisah, namun disatukan oleh kasih sayang seorang ibu sepuh yang tinggal sendiri di rumah tua peninggalan ayah mereka.
1. Ragil – Sang Bungsu dari Yogyakarta
Ragil adalah yang paling ceria. Hidupnya di Yogyakarta penuh warna, tetap dekat dengan dunia kampus, komunitas seni, dan dunia literasi. Di antara kesibukan menulis dan mengajar, ia selalu memendam rindu pulang. Setiap Desember, ia menyiapkan mobil putih kijang—mobil yang selalu dipanggilnya Si Lembayung—untuk menempuh perjalanan panjang menuju kampung.
Baginya, pulang bukan sekadar kembali, melainkan merawat kenangan dan menjemput energi baru.
2. Tengah – Si Teguh dari Cikarang
Tengah, kakak perempuan yang selalu tampak tegar meski hatinya menyimpan banyak sunyi. Suaminya telah lama berpulang, meninggalkannya sendiri bersama tiga anak yang sudah yang tumbuh sehat dan cerdas. Di Cikarang, Jakarta Timur—ia bekerja keras sebagai guru les privat (anak ragilnya) sambil mengurus segala kebutuhan rumah.
Mobil hitam dan putihnya yang digunakannya sehari-hari seperti menjadi saksi perjalanan panjangnya berjuang sendirian. Namun setiap Desember, ia menepi dari semuanya. Ia pulang, menuntun segala letih untuk diredam oleh pelukan ibu.
3. Penggulu – Sang Penjaga Susukan
Penggulu adalah kakak ketiga, dan satu-satunya yang menetap di Susukan. Putri dan putranya selalu dlm doa dan harapan. Ia tinggal bersama sang ibu, menjalani hari-hari dengan kesabaran yang selalu menjadi anugerah. Baginya, setiap Desember adalah bulan paling sibuk sekaligus paling bahagia.
Ia akan mencuci teras, menyiapkan kamar untuk adik-adiknya, menata meja makan, dan memastikan halaman depan tampak bersih serta rapi. Mobil Inova kremnya yang setia di samping rumah sering dipakainya untuk pergi mendampingi ibunya jalan-jalan, dan motor roda duanya digunakan ke pasar desa membeli bahan makanan terbaik, sebab ia tahu: saudara-saudaranya, seperti tahun-tahun sebelumnya, akan datang membawa cerita, tawa, dan kadang air mata.
4. Pembarep – Sang Sulung Berhati Lembut dari Salatiga
Pembarep, sulung yang paling tenang dan matang. Setelah kepergian suaminya, ia memilih tinggal di Salatiga bersama dua anak yang sudah mandiri. Hidupnya penuh kesabaran dan doa. Mobil putih levina kesayangannya—yang ia beli dengan hasil jerih payahnya Bersama alamrhum suaminya—menjadi kendaraan setia dalam perjalanan spiritual dan sosialnya.
Baginya, pulang ke Susukan berarti kembali menjadi dirinya yang sesungguhnya: anak pertama yang selalu ingin menjaga keluarganya tetap utuh.
Desember yang Menghangatkan Hati
Pertemuan mereka tahun itu berbeda. Ada sesuatu yang lebih kuat, lebih spiritual. Mungkin karena mereka semakin dewasa, atau mungkin karena mereka sadar waktu tidak pernah berhenti.
Saat matahari condong ke barat, satu per satu mobil memasuki halaman rumah tua itu. Ragil datang pertama, disambut oleh pelukan Penggulu yang telah menunggu di teras. Lalu Tengah datang, matanya berkaca-kaca melihat rumah itu lagi. Tak lama setelahnya, Pembarep muncul dengan langkah perlahan, membawa senyum yang menenangkan hati.
Pertemuan itu sederhana, namun ajaib. Ibarat potongan puzzle yang kembali menyatu, rumah itu terasa penuh cahaya.
Di malam pertama, mereka duduk mengelilingi meja makan, menikmati sayur lodeh buatan Penggulu dan rempeyek kacang kesukaan ibu. Tawa pecah di setiap percakapan, sesekali menjadi lirih ketika mengenang ayah kandung dan suami-suami yang telah berpulang.
Namun di sela kesedihan itu, ada cahaya hangat yang memeluk mereka: kekuatan untuk terus hidup dengan penuh syukur.
Rencana Kecil yang Jadi Cahaya Besar
Di tengah malam bertabur bintang, Pembarep mengusulkan sesuatu.
“Bagaimana kalau tahun depan kita buat kegiatan untuk anak-anak desa?
Mungkin kelas membaca, kelas seni, atau pasar murah makanan sehat?”
Ragil langsung mengangguk, matanya berbinar.
“Tahun depan aku bisa bawa teman-teman literasi dari Yogya! Kita bisa bikin Desember Ceria untuk warga Susukan!”
Tengah tersenyum lembut.
“Aku bisa bantu mengajar atau jadi relawan. Kita bisa mulai dari rumah ini.”
Penggulu menatap mereka satu per satu dan tersenyum paling tulus.
“Ini… ini yang selalu ibu impikan. Kalian pulang tidak hanya membawa rindu, tapi juga membawa manfaat.”
Di luar, bintang-bintang terasa lebih dekat. Seolah alam pun merestui mimpi mereka.
*Ibu: Cahaya yang Selalu Menuntun*
Ibu mereka, yang kini tak lagi kuat berjalan jauh, menatap empat putrinya dengan mata yang dipenuhi haru.
“Kalian adalah doa-doa paling indah dalam hidup ibu,” katanya pelan.
Keempat perempuan itu merapatkan duduk, menggenggam tangan ibu, merasakan hangat yang bertahun-tahun menjadi pelindung mereka.
Di momen itu, tidak ada kota-kota besar yang memisahkan. Tidak ada jarak. Tidak ada luka. Yang ada hanyalah cinta yang disatukan oleh waktu, oleh Desember yang penuh rahmat.
Desember yang Selalu Ceria
Ketika pagi menjelang, dan matahari memanjat di atas bukit, keempat putri itu berdiri bersama di halaman depan. Angin Desember menyapa mereka, membawa aroma tanah basah dan harapan baru.
Mereka tahu, setelah masa kunjung ini usai, mereka akan kembali ke kehidupan masing-masing: Ragil ke Yogya, Tengah ke Cikarang, Pembarep ke Salatiga, dan Penggulu tetap menjaga Susukan.
Namun kini mereka juga tahu, setiap Desember mereka tidak hanya akan pulang untuk bernostalgia—mereka akan pulang untuk berbagi, menguatkan, menghidupkan, dan menerangi.
Desember di Susukan bukan lagi sekadar bulan akhir tahun.
Desember kini menjadi perayaan kasih sayang.
Perayaan kehidupan.
Perayaan perempuan-perempuan kuat yang hatinya tetap satu meski tinggal di kota yang berbeda.
Dan setiap Desember, Susukan akan selalu ceria.

Komentar
Posting Komentar