AJARAN SYEKH SITI JENAR DITINJAU DARI SEGI FILSAFAT KEJAWEN
AJARAN SYEKH SITI JENAR DITINJAU DARI SEGI FILSAFAT KEJAWEN
Purwadi,
Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Artikel ini hendak menjelaskan ajaran Syekh Siti Jenar ditinjau dari segi filsafat kejawen. Metode filsafat digunakan untuk mengungkapkan makna ajaran kejawen Syekh Yusuf Siti Jenar yang terdapat dalam naskah satra Jawa klasik. Teori etika digunakan untuk menganalisis ajaran luhur yang dimuat dalam serat Syekh Siti Jenar. Akulturasi ajaran Syekh Siti Jenar dalam rangka untuk menerapkan pandangan yang berbeda -beda. Toleransi atas perbedaan dalam masyarakat sangat diutamakan dan dihormati oleh semua warga. Perbedaan dalam masyarakat terjadi karena ragam budaya, adat istiadat, bahasa dan keyakinan. Dengan mengungkapkan ajaran Syekh Siti Jenar, maka suasana selaras serasi dan seimbang bisa diwujudkan dalam masyarakat. Dengan latar kerajaan masa lampau, pantulan kebajikan itu dapat diterapkan pada masa mutakhir. Kehidupan berbangsa dan bernegara memang selayaknya memperhatikan kerukunan sosial. Ajaran kejawen Syekh Siti Jenar sangat relevan untuk membina nilai kebersamaan.
Kata kunci: filsafat, kejawen, toleransi
A. Pengantar
Keragaman budaya perlu dilestarikan sepanjang masa. Lewat literasi Jawa klasik kesadaran atas keberagaman dilakukan terus menerus. Misalnya kajian terhadap serat Syekh Siti dengan latar kerajaan masa silam Jenar jelas berguna sebagai sarana yang baik untuk menumbuhkan toleransi budaya. Karya mistik Jawa klasik yang penuh kearifan lokal itu dijadikan refleksi spiritual oleh sebagian besar penghayat kejawen.
Perkembangan kejawen bermula dari jaman Kerajaan Demak Bintara. Raja Demak bernama Raden Patah Jimbun Sirullah Syah Alam Akbar. Penguasa Kraton Demak Bintara lantas menggandeng wali sanga untuk menyadarkan paham toleransi. Tembang ilir illir misalnya, bertujuan untuk memberi harapan pada masyarakat buat segala warga. Aspek keragaman diakui secara sah oleh negara. Toleransi menjadi kewajiban bagi segenap warga Kraton Demak Bintara. Syekh Siti Jenar hadir sebagai pelopor penting atas hakikat religi. Ajaran kejawen Syekh Siti Jenar menyebar ke seluruh kawasan tanah Jawa.
Ajaran kejawen Syekh Siti Jenar perlu digali sebagai bahan refleksi. Oleh karena dewasa ini kesadaran terhadap segala perbedaan dikembangkan terus. Daru Winarti dkk (2023) telah menekankan arti penting piwulang untuk membina kehidupan sosial dan budaya Jawa. Toleransi masuk dalam pengajaran formal. Generasi muda paham arti penting keragaman sosial dan budaya. Sikap saling menghormati terwujud berkat pendidikan karakter yang baik. Kearifan lokal ternyata menyumbangkan kebajikan buat menganyam anggunnya peradaban.
B. Metode dan Landasan Teori
Butir butir kearifan lokal yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar diulas dengan pendekatan kefilsafatan. Metode filsafat digunakan untuk menganalisis data secara sistematis integral dan komprehensif. Oleh karena itu dengan jelas ahli filsafat, Abdullah Ciptoprawiro (1986) mengulas tentang sistematika alur pemikiran bidang kefilsafatan Jawa. Unsur logika etika estetika sepadan dengan konsep cipta rasa karsa. Dalam kacamata ilmiah dikenal kata berjenjang kebenaran kebaikan keindahan.
Teori etika atau ajaran budi pekerti digunakan untuk menerangkan pemikiran moral dalam ide kejawen Syekh Siti Jenar. Budaya Jawa mengenal unggah ungguh, tata krama, suba sita. Lantas Damardjati Supadjar (2001) membahas etika Jawa dengan menekankan laku mawas diri. Konsep etika ini mengacu pada aspek pendidikan budi pekerti luhur. Adapun wulangan wejangan wedharan Syekh Siti Jenar penuh dengan unsur moralitas. Unsur penting dalam kancah peradaban Jawa yang berbasis kearifan lokal.
Pendekatan kefilsafatan Jawa memegang peranan penting dalam tata kehidupan peradaban masyarakat Jawa. Dengan terang pemikir filsafat, Abdullah Ciptoprawiro (1986) mengkaji sistem pemikiran khas Jawa. Filosofi tradisional penting. Keseimbangan terjadi manakala warga masyarakat bersedia untuk tertib hukum. Berpegang teguh pada nilai moral merupakan jalan untuk menuju ketentraman kedamaian dan kesejahteraan lahir batin. Pencerahan dari Syekh Siti Jenar ditinjau dari dari segi filsafat kejawen memang penuh dengan hasil kebajikan yang relevan dengan perkembangan jaman.
C. Hasil Pembahasan
1. Pelestarian Tradisi
Kerajaan Demak Bintara berhasil mewariskan nilai utama yang berhubungan dengan keyakinan. Kemudian dilanjutkan dengan tradisi Kraton Pajang. Keutamaan ini belanjut setelah Kerajaan Mataram berkuasa di tanah Jawa. Yudi Latif (2025) membahas masa silam dengan pendekatan kultural historis. Akulturasi budaya lestari sepanjang hayat. Pelestarian tradisi melalui jalur literasi. Sultan Syah Alam Akbar sebagai penguasa Demak berusaha menggali kebangsaan. Bersama dengan permaisuri yang bernama Ratu Panggung cita cita luhur diwujudkan dalam tata kelola negara.
Ratu Panggung adalan putri Sunan Ampel. Tokoh wali sanga ini berpengaruh di kawasan Surabaya Jawa Timur. Pikiran Sunan Ampel dijadikan referensi oleh Syekh Siti Jenar saat mengajar ilmu.
Syekh Siti Jenar merupakan tokoh toleransi budaya yang legendaris. Para pemuka agama selalu bermufakat perihal ilmu sejati. Berdiskusi dengan Syekh Siti Jenar tentang kebenaran. Perselisihan paham yang berlarut larut tidak banyak gunanya. Hanya membuang waktu tenaga dan pikiran. Raja Demak berkepentingan atas kerukunan. Segenap perwakilan masyarakat diajak untuk berdialog. Damardjati Supadjar (2001) menjelaskan adanya refleksi dan mawas diri.
Dengan mengkaji faktor historis pemahaman atas toleransi akan terasa makin lengkap. Misalnya saat Syekh Siti Jenar berguru kepada Sunan Bonang di tengah lautan. Maka perihal duo pokok penting yang mesti telah dilakukan pembahasan. Renungan spiritual ajaran Sunan Bonang kepada Syekh Siti Jenar yang mendalam sungguh penting. Hakikat hidup dan mati adalah keniscayaan. Hendaklah hati tidak bimbang ragu. Syekh Siti Jenar tahu benar. Hakikat kematian yang harus kamu diketahui oleh manusia. Supaya tidak mengalami duka nestapa. Budi Susanto (2022) mengulas filosofi pewayangan yang penuh ajaran budi pekerti. Peragaan secara dramatik kerap digelar dalam drama ketoprak. Syekh Siti Jenar tampil sebagai pribadi oposisi yang memukau para penghayat kebatinan.
Ajaran kejawen Syekh Siti Jenar itu selalu menjadi bahan pembicaraan.
Pilihan hidup mesti kekal abadi. Lestari karena tiada harapan apa pun. Akan tetapi segala cita cita. Tidak perlu brahmana atau raja. Terutama pemberi kehidupan. Tak ubahnya seorang aulia bestari. Dari Sunan Kalijaga terjadi pandangan yang berbeda. Sebagai murid Sunan Bonang, memiliki pilihan yang berlainan. Sunan Kalijaga sangan kompromis terhadap keragaman aliran. Akhirnya bisa dikatakan keduanya bisa saling melengkapi. Tokoh spiritual ini memang sangat populer.
Pengembaraan Syekh Siti Jenar di Cirebon menambah wawasan. Sunan Gunung Jati mengajar hakikat kebendaan. Terutama yang terkait dengan santunan buat fakir miskin dan anak terlantar. Maka pertolongan siap sedia. Kepada sesama manusia. Seandainya Siti Jenar tidak mencari makna hakikat. Bisa disaksikan sejak sekarang atau nanti.
Pribadi yang kembali pada alam. Pemuka agama bertanya jawab. Syekh Siti Jenar ditanya tentang spiritual. Bagaimana asal usul hidup. Mohon diceritakan secara rinci. Begitulah Sunan Gunung Jati atau Fatahillah berdialog dengan Syekh Siti Jenar tentang ilmu kasampurnan.
2. Solidaritas Sosial Religius
Dialog tentang sistem sosial dan religi dilakukan oleh Syekh Siti Jenar bersama wali sanga. Raja Demak memberi dukungan penuh. Syekh Siti Jenar memberi keterangan. Agar semua insan tahu. Layak menghuni jagad. Pertanyaan ini dijawab dengan lancar oleh Syekh Siti Jenar. Setiap saat selalu berlatih meditasi. Secara hermeneutik Sumaryono (2001) menjelaskan fenomena budaya. Sunan Kudus saat berdialog dengan Syekh Siti Jenar menjelaskan tentang rasa hormat pada budaya masa lampau. Maka wilayah Kudus hormat pada sapi sebagai wujud penghormatan pada budaya Hindu yang lebih dahulu berkembang di lingkungan masyarakat.
Dialog dengan Sunan Drajad dengan Syekh Siti Jenar mengambil tema stratifikasi sosial. Dengar dengan saksama para pemimpin agama. Cara mula menjalani hidup. Sri Harti Widyastuti dkk (2023) menjelaskan tata nilai yang berguna bagi pembinaan generasi muda dengan latar istana Surakarta. Itulah yang disebut maul khayat atau makna air kehidupan. Kedudukan kekayaan kepandaian menurut Sunan Drajat merupakan sarana untuk mencapai keberhasilan.
Pemikiran kefilsafatan terus dikembangkan untuk memahami aliran kejawen Syekh Siti Jenar. Kaelan (2022) selalu menekankan arti penting pengamalan Pancasila. Yakni tirta kamandanu atau air kehidupan. Pada hakikatnya cuma satu. Lantas terinci tiga bagian. Kemudian dibagi menjadi sembilan. Bagian terpenting dari awal hayat. Kodrat hidup direnungkan mendalam. Dialog Sunan Giri dengan Syekh Siti Jenar mengambil tema hubungan kebudayaan dengan kekuasaan.
Misalnya ungkapan tentang ilmu kasampurnan yang terdapat dalam cerita Dewaruci. Banyu urip atau tirta marta adalah air kehidupan. Tiga warna bersatu padu. Mata telinga ditutup rapat. Hidung ketiganya dikuasai dengan sempurna. Heri Santoso (2023) menjelaskan pendidikan karakter dengan kesadaran literasi. Suluk Syekh Malaya merupakan bentuk dialog spiritual kejawen yang memuat pandangan Sunan Kalijaga.
Dalam pandangan Sunan Kalijaga yang dirembug bersama Syekh Siti Jenar terjadi endapan pandangan hidup. Maka hakikat wujud budi tertinggi. Budaya panca indera. Telah terhempas bebas. Terbawa sampai lubuk hati. Terkumpul menjadi satu manunggal. Disebut sebagai Sukma Mulia. Daru Winarti dkk (2023) menjelaskan arti penting pengajaran yang bersumber dari nilai luhur sastra.
Rasa tertinggi telah tercapai. Suluk Lokajaya merupakan kesimpulan dialog antara Sunan Kalijaga dengan Syekh Siti Jenar. Segala mahluk tak kenal. Kekuatan banyu urip tirta kamandanu. Yaitu segala kelengkapan ragawi. Sri Harti Widyastuti dkk (2023) mengambil suri tauladan yang diajarkan oleh Sri Sunan Paku Buwana IX melalui karya sastra klasik. Cara penelusuran ajaran kejawen Syekh Siti Jenar berdasarkan catatan tertulis.
Sunan Muria pernah melakukan dialog dengan Syekh Siti Jenar. Tema yang dibahas tentang kebatinan di puncak saptaharga. Refleksi gagasan dilakukan di puncak gunung.
Bilamana perhatian pada tubuh. Dengan berpangkal pada tingkat rasa. Hindari daging mentah yang berbau. Untuk mengetahui maul khayat atau puncak hayati. Oleh karena perlu adanya kajian yang mendalam atas karya klasik yang bernilai pendidikan. Pemikiran Sunan Muria itu berpengaruh di kawasan Jepara Kudus dan Pati. Perkembangan aliran Syekh Siti Jenar dilanjutkan oleh para murid kejawen sampai kawasan pelosok pedalaman.
3. Kesadaran tentang Keragaman
Keragaman budaya terjadi sepanjang peradaban umat manusia. Kebenaran dicari dengan pendalaman. Beda pendapat selalu terjadi dalam dialog religi. Oleh karena itu diperlukan kebesaran jiwa. Butuh kesabaran untuk menerima perbedaan. Ilmu pengetahuan tentang hakikat kenyataan. Tetesan air bening tirta nirmala. Bukan pekerjaan sukar. Sebetulnya mudah dan susah. Mudah bila orang sudah paham. Budi Susanto (2022) mengulas tentang ilmu kasampurnan melalui simbolisme wayang purwa. Kesenian menjadi jalan menuju pencerahan.
Dialog dengan Sunan Magribi atau Makdum Ibrahim mengambil tema pelayanan sosial.
Akan halnya susah itu. Untuk segala tindakan. Tujuan agar bongkar dan kumpul. Sangkan paraning dumadi segera diketahui. Dengan memahami tanajul tarki. Roda berputar atau cakra manggilingan. Bahwa jaman itu terus berubah. Begitu rinci Ajaran Syekh Siti Jenar. Toleransi yang diajarkan benar benar diresapi mendalam. Penting buat kehidupan berbangsa dan bernegara. Kaelan (2022) jelas menuntun pendidikan kebangsaan. Ketika kekuasaan Majapahit bergeser ke Demak Bintara, maka diperlukan sikap hati hati. Peralihan kekuasaan harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan.
4. Jalan Menuju Kebenaran
Sejak awal mengenal ilmu hakikat, Sunan Bonang memberi pemahaman yang benar kepada Syekh Siti Jenar. Hakikat kebenaran menjadi bahan dialog antar wali sanga. Dalam tembang macapat dhandhanggula Syekh Siti Jenar mengajar pokok pokok toleransi. Kerajaan Demak Bintara berkepentingan untuk menjaga stabilitas politik sosial dan keagamaan. Para peserta melakukan dialog secara dewasa. Tembang dhandhanggula menjadi media pembelajaran.
Surenggama sami nabda aris,
Heh Siti Bang sun ringkes kewala,
Keh padudon tanpa gawe,
Mung roro wasitengsun,
Lah rasakna salah sawiji,
Urip lawan palastra,
Ywa angro karepmu,
Tanggap Kanjeng Siti Jenar,
Pindho kardi datan arsa pinrih mati,
Ngekehna duka cipta.
Arti tembang dhandhanggula bermakna manis. Cocok untuk narasi kecerahan. Hakikat hidup dan mati menjadi bahan kuliah wacana. Heri Santoso (2023) menjelaskan sistem pendidikan yang dihubungkan dengan karakter generasi muda. Dialog di atas menggambarkan situasi penghayat kejawen dalam menghadapi perkembangan jaman. Hakikat hidup diyakini sebagai bagian dari proses kematian. Syekh Siti Jenar berdialog bersama agamawan Kraton Demak Bintara.
Transformasi ajaran kejawen berpindah ke Pajang. Ajaran kejawen Syekh Siti Jenar dan murid mendapat tempat terhormat dalam kerajaan Pajang.
Tentu saja dialog itu dilakukan dalam lingkup kalangan terbatas. Saringan ketat dilakukan untuk menghindari pergolakan. Salah paham akibat pemahaman bisa mengancam stabilitas. Maka diperlukan sikap hati hati. Wujud sikap bijaksana yang ditunjukkan oleh Syekh Siti Jenar beserta wali sanga dalam mencari kebenaran. Kutipan tembang dhandhanggula ini dihayati oleh para pengikut Syekh Siti Jenar di Pajang.
Kula pilih urip datan mati,
Dadi langgeng nora iki ika,
Nanging karsaningsun dhewe,
Tan usah wali ratu,
Kang ngulihken mring alam urip,
Kaya dudu uliya,
Ndadak njaluk tulung,
Marang sesamining jalma,
Siti Jenar datan suwe mamrih urip,
Lah mara waspadakna.
Arti tembang dhandhanggula itu berisi tentang hakikat. Eling lan waspada yang diajarkan Ranggawarsita ternyata sangat akrab bagi pengikut Syekh Siti Jenar. Dari jaman Demak beralih ke jaman Pajang Mataram Kartasura dan Surakarta. Kapujanggan abad 19 mewarnai pemikiran teologis kejawen di Kraton Surakarta. Lantas menyebar ke segala arah melalui tradisi seni budaya. Ajaran kejawen Syekh Siti Jenar diteruskan Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara.
Dialog antara tokoh Pajang ini melukiskan keyakinan akan hakikat hidup dan mati. Untuk apa hidup di dunia. Akhirnya ke mana perjalanan hidup itu. Bagaimana bentuk kematian yang ideal. Pertanyaan ini harus dijawab bersama dengan renungan jiwa. Ki Ageng Tingkir menyebarkan ajaran Syekh Siti Jenar di sekitar gunung Merbabu. Dari Salatiga menyebar ke Semarang Purwodadi Blora Bojonegoro Sragen Ngawi Madiun Ponorogo Trenggalek Kediri Tulungagung dan Blitar. Ajaran Syekh Siti Jenar diteruskan oleh para penghayat kejawen dengan tutur tinular yang berkesinambungan.
5. Refleksi tentang Hakikat Mati
Ajaran Syekh Siti Jenar di sekitar Rawa Pening disebarkan oleh Ki Ageng Banyubiru. Mas Karebet atau Jaka Tingkir dibina dengan harapan bisa menjadi pemimpin handal.
Dalam budaya Kraton Surakarta dikenal adanya Pangeran Pati atau putra mahkota. Maka konsep mati malah hidup yang sebenarnya. Oleh karena itu mati dianggap hidup.
Kematian bagi Syekh Siti Jenar merupakan proses untuk menuju kasampurnan. Oleh karena perlu keyakinan yang mantab. Pilihan hidup dan mati perlu dasar pemahaman yang betul. Kenyataan dipahami sebagai konsep spiritual tertinggi. Tembang dhandhanggula ini dijadikan sebagai pedoman hidup oleh Jakarta Tingkir saat memimpin Pajang.
Kula mulih pribadining urip,
Surenggama sumambung wacana,
Jenar paran pratingkahe,
Denyarsa murweng hidhup,
Caritakna patrape kaki,
Mesem Syekh Siti Jenar,
Apa datan weruh,
Layak kerasan neng dunya,
Siti Jenar datan kewran alam jati,
Geladhen saben dina.
Arti tembang dhandhanggula ini memuat ajaran Ki Ageng Butuh. Murid Syekh Siti Jenar ini turut membimbing Jaka Tingkir. Cerita tentang teologi yang pernah berkembang di Jawa sangat panjang. Ronaldo (2023) melakukan kajian tentang ilmu kasampurnan yang dihayati oleh masyarakat Jawa. Adanya paham Hinduisme Buddhisme Islamisme merupakan rentetan kepercayaan yang berpengaruh pada budaya. Kama arta darma muksa, kamadhatu rupadhatu rupadhatu nirwana, syariat tarikat hakikat makrifat jelas pengaruh dari teologi besar. Pengikut Syekh Siti Jenar memberi penjelasan sembah raga cipta jiwa rasa. Penghayat kejawen terlalu peduli pada strata religi. Sunan Giri bersama Syekh Siti Jenar mengajarkan arti penting kesenian sebagai tuntunan dan tontonan.
Latihan pada diri sendiri dilakukan terus menerus. Ki Ageng Karanglo sebagai murid Syekh Siti Jenar merasa wajib membina Jaka Tingkir sebagai calon pemimpin Pajang. Orang Jawa harus mau mesu budi atau melakukan asketisme intelektual. Bahwasanya hidup itu sementara. Maka perlu pemikiran yang jelas dan terarah. Sunan Ampel bersama dengan Syekh Siti Jenar mengajarkan arti penting keadilan sosial. Dengan tujuan hidup menjadi harmonis. Tembang dhandhanggula ini sangan penting bagi Jaka Tingkir sebagai raja Pajang.
Piyarsakna kabeh surenggami,
Mawartani traping murweng gesang,
Saking maul khayat wite,
Winastan kamandanu,
Tirta marta banyune urip,
Jejere mung sajuga,
Gya pinara telu,
Tetiga pinara sanga,
Nanging dhingin kudu wruh purbaning urip,
Dwi wruh kodrating gesang.
Arti tembang dhandhanggula itu disampaikan oleh Ki Ageng Sela buat Jaka Tingkir. Murid Syekh Siti Jenar memang kompak.
Gagasan teologis di atas lebih dikenal dengan istilah manunggaling kawula gusti. Perlu tafsir hermeneutik sebagaimana yang dijelaskan oleh para Sumaryono (2001). Kesatuan antara hamba dengan Tuhan. Dalam tataran sosiologis konsep itu terkait dengan persoalan tembang sosial kemasyarakatan. Dalam tataran antropologis terkait dengan persoalan kemanusiaan. Humanisme dalam budaya Jawa sangat dijunjung tinggi. Panembahan Senapati sebagai pengikut Syekh Siti Jenar sudah mengungkapkan amemangun karyenak tyasing sesama. Orang hidup harus bisa membuat senang pada sesama.
Aliran Syekh Siti Jenar bertaburan dengan penuh penghormatan. Harus diakui pula bahwa terdapat perbedaan tafsir yang membuat gejolak. Oleh karena itu perlu sikap yang terbuka. Gejolak sosial perlu dihindari. Suasana guyub rukun mesti dijaga. Kewajiban kolektif untuk membuat suasana tenang. Keyakinan yang berbeda harus dihormati sepenuhnya. Ki Ageng Pring Apus sebagai murid Syekh Siti Jenar mengajari Jaka Tingkir agar ahli dalam bidang tata kelola pemerintahan.
Pada masa kerajaan Demak Bintara memang terjadi masa peralihan. Dari Majapahit ke Demak perlu adanya penyesuaian. Takdir Tuhan dianggap pemahaman filosofis yang tertinggi. Sikap pasrah bagi orang Jawa adalah modal terbaik. Apa saja diterima dengan jiwa lapang dada. Kanjeng Sunan Drajat bersama dengan Syekh Siti Jenar mengajarkan arti penting kelestarian lingkungan. Keluhuran dicapai dengan pendekatan ekologis, supaya alam tetap lestari. Tembang dhandhanggula ini berisi tentang kelestarian alam.
Dyan amiwit nutup banyu urip,
Kang tri warna bareng pinepetan,
Pandulu myang pamiyarsane,
Katelune pangambu,
Mula iku purbaning budi,
Budaya panca driya,
Wus kerut karacut,
Kukut ing telenging nala,
Golong gilig gumeleng dadi sawiji,
Jumeneng Sukma Mulya.
Arti tembang dhandhanggula ini bersifat ekologis. Rasa percaya pada hal hal yang bersifat gaib tersirat dalam wejangan Syekh Siti Jenar. Kehidupan adikodrati diberi tafsir kebalikan. Misalnya hidup itu dianggap mati. Orang mati malah dianggap hidup sesungguhnya. Begitu logika yang dikembangkan oleh Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Bang. Wacana religius itu dilakukan dengan dialog bersama wali sanga. Terjadilah debat sengit yang menimbulkan multi tafsir. Kejadian itu begitu dramatis yang dapat membuat salah paham. Dialog tingkat tinggi yang hanya bisa dipahami kalangan yang terbatas dan cerdas.
Kontak antar wali berjalan harmoni. Sunan Murya bersama dengan Syekh Siti Jenar mengajarkan arti penting sikap rendah hati. Kedudukan Tuhan dianggap paling tinggi. Manusia tinggal melaksanakan segala kehendak Tuhan. Baik buruk sedih gembira tinggal menerima. Bentuk kepasrahan ini dianggap sangat memberi keuntungan. Sunan Gunung Jati mengajarkan pada Syekh Siti Jenar tentang arti penting kemanusiaan. Sejarah dan warisan masa silam diberi penghargaan yang layak. Sepanjang gunung Kendheng terdapat murid Syekh Siti Jenar. Perguruan kejawen berkembang menjadi pola hidup yang baik. Harmoni sosial diterapkan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang bahagia.
6. Hormat pada Warisan Luhur
Akulturasi budaya dilakukan oleh pengikut Syekh Siti Jenar Jenar. Warisan leluhur mesti memuat nilai kebijaksanaan. Pilihan yang berbeda terjadi dalam situasi apa saja. Masing masing pihak mau menerima. Lantas terjadi sikap saling menghargai. Budi Sutrisna (2022) menjelaskan arti penting pemahaman simbolik lewat jalur estetis. Misalnya moralitas dalam pewayangan. Pengendalian diri menjadi tradisi. Toleransi menjadi perintah hidup sehari hari. Timbul sikap rela hati. Konsep kesetaraan menjadi perhatian Sunan Magribi yang mengajarkan arti penting budaya. Maulana Malik Ibrahim dianggap wali senior yang mumpuni. Tinggal di daerah Gresik Jawa Timur. Banyak murid yang datang untuk menimba ilmu pengetahuan. Untuk itu para pengikut Syekh Siti Jenar layak memberi penghormatan. Tembang dhandhanggula ini memuat ajaran kebajikan.
Patitise rasakna pribadi,
Lamun sira kabeh nora tampa,
Titah mentah tanpa gawe,
Lamun datan sumurup,
Kawasane kang banyu urip,
Yeku jantunge angga,
Marmanta ragamu,
Adarbe rasa pangrasa,
Tambah maning daging mentah datan bacin,
Saking amaul khayat.
Tafsir atas isi pemikiran Syekh Siti Jenar itu berhubungan dengan aspek strata refleksi. Sembah rasa menempati tingkat paling tinggi. Jirzanah dkk (2023) memberi ulasan tentang rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Rasa jati yakni pengetahuan kasepuhan atau cocok buat orang tua. Pagelaran wayang kulit dianggap sebagai wahana untuk mengajarkan ilmu kasampurnan. Hakikat asal usul kehidupan benar benar dibuat narasi yang penuh estetis. Pada saat tertentu kalangan kejawen menggunakan seni wayang purwa sebagai sarana untuk mbabar kawruh. Serat Suluk Syekh Malaya berisi tentang makna sangkan paraning dumadi. Sunan Kudus terkenal sebagai wali yang penuh toleransi. Misalnya gapura menara Kudus dibuat mirip bangunan Hindu. Lagi pula di sekitar wilayah Kudus umumnya sate kerbau lebih diutamakan. Hal ini untuk menghormati keyakinan leluhur. Tradisi Maesa Lawung memberi tempat khusus pada sesaji kepala kerbau yang berada di Alas Krendhawahana.
Unsur harmoni menjadi instrumen penting bagi para penghayat kejawen aliran Syekh Siti Jenar. Adapun ajaran Syekh Jenar relevan buat pembinaan moral bangsa. Anak muda memiliki kesadaran tinggi. Toleransi dihormati oleh semua warga negara. Pantulan kebijaksanaan Kraton Demak Bintara sesuai dengan semangat membangun persatuan dan kesatuan. Pengamalan Pancasila bisa dengan memperhatikan dialog para wali. Sunan Bonang adalah guru Syekh Siti Jenar yang mbabar ilmu kasampurnan. Daerah Tuban Bojonegoro Lamongan Rembang dan Blora banyak penghayat kejawen yang begitu loyal pada tradisi. Perjalanan tradisi budaya tumbuh dengan subur. Tembang dhandhanggula ini berisi tentang ragam ilmu pengetahuan.
Angawruhi sakeh kapti jati,
Mepet ponang kang tirta nirmala,
Andadak mangsa namane,
Gampang angel puniku,
Gampangira lamun wus uning,
Patrap traping pangangkah,
Ngracut sarta ngukut,
Kumpule kang sangkan paran,
Amastani lakuning tanajul tarki,
Kenane kene kana.
Arti tembang dhandhanggula di atas memuat isi pelajaran penting. Syekh Siti Jenar meyakini hukum sebab akibat. Ngundhuh wohing pakarti yang berarti panen atas segala perbuatan. Menanam kebaikan akan berbuah kebaikan pula. Sebaliknya bila seseorang menanam keburukan, maka hasil yang akan dipetik tentu tidak baik. Mumpung jembar kalangane, berarti kesempatan hidup di dunia ini mesti digunakan sebaik baiknya. Sunan Kalijaga sebagai mitra dialog Syekh Siti Jenar turut memperkaya nilai spiritual. Tiap tanggal 9 Besar diadakan upacara larapan langse di makam Sunan Kalijaga Kadilangu Demak. Ide berlanjut sampai jaman Mataram.
Pada umumnya pengikut penghayat kejawen turut mengembangkan ajaran Syekh Siti Jenar. Misalnya Paguyuban Ngesti Tinggal, Sapto Darmo, Sumarah, Honggodento, Ngudi Utomo dan Susilo Budi Darmo yang bersandar pada pelajaran leluhur. Renungan para penghayat kejawen bersumber dari sastra piwulang. Literasi Jawa klasik yang tersusun dalam sastra suluk merupakan format ulung demi menerapkan toleransi sosial yang membawa kedamaian bagi seluruh alam.
Serat Syekh Siti Jenar mengajarkan keselarasan sosial. Dengan demikian sikap eling lan waspada kelak dijabarkan pula oleh Pujangga Ranggawarsita lewat Serat Kalatidha. Inti penekanan ajaran kejawen terletak pada sikap eling lan waspada. Eling pada kekuasaan Tuhan. Kaelan (2022) memberi penjelasan tentang pendidikan Pancasila dalam hidup bernegara. Usaha untuk menerapkan toleransi dilakukan dengan bermacam macam cara. Dalam hal ini termasuk lewat seni budaya. Manusia itu terbatas dari segi ruang dan waktu. Dalam ajaran kejawen dikenal dengan istilah sangkan paraning dumadi. Kesadaran tentang asal usul kehidupan umat manusia.
Aliran Syekh Siti Jenar menyebar di seluruh pelosok tanah Jawa. Misalnya di daerah Jenar kabupaten Sragen terdapat penghayat kejawen yang subur. Juga di daerah Jenar kabupaten Purworejo aliran penghayat kepercayaan juga berkembang pesat. Tanda bahwa ajaran Syekh Siti Jenar begitu populer. Bagi penghayat ajaran kejawen merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan rohani.
Jiwa nasionalisme dan patriotisme digali dari nilai tradisi. Nenek moyang telah mewariskan keluhuran yang bisa diteladani. Masa kini tetap berhubungan dengan masa lampau dan masa depan. Keterangan Yudi Latif (2025) patut untuk direnungkan. Peristiwa masa lampau yang agung menjadi inspirasi. Energi masa kini akan bangkit dengan menyala nyala. Imajinasi masa depan lebih cerah dan terarah. Mangkunegara IV mengolah ajaran Syekh Siti Jenar dengan begitu kreatif. Ajaran Syekh Siti Jenar disebut dengan istilah rasa jati.
Simbolisme ajaran Syekh Siti Jenar di kawasan pedalaman terletak pada gelar seni. Misalnya tayuban, reyog, jathilan dan genthik memuat makna perlambang. Akulturasi budaya terselip antara ciptaan estetis dengan pesan moral. Penyajian seni yang sederhana membuat mudah ditiru oleh rakyat bawah. Pada dasarnya sajian seni itu bersifat spiritual. Tanda orang Jawa menjadi instrumen kesenian tradisional.
Pewarisan ajaran Syekh Siti Jenar dilakukan oleh Pangeran Karanggayam. Pujangga Kraton Pajang menyusun serat Nitisruti. Insisari ajaran kejawen Syekh Siti Jenar dibuat syair yang indah megah mewah gagah cerah. Kitab Nitisruti menjadi mudah dipahami sebagai bahan pendidikan sosial morak Pajang. Isinya amat bermutu. Cocok buat menanam jiwa toleransi. Begitu bagusnya seerat Nitisruti disalin terus menerus oleh para sarjana.
Syekh Siti Jenar rajin membaca kitab suluk yang berisi tentang ilmu sejati. Serat suluk Wujil dibaca dalam rangka untuk memahami makrifat Sunan Bonang atau Sunan Wahdat. Kunjungan Syekh Siti Jenar ke Tuban sambil menghayati ajara Bupati Wilwatikta. Leluhur Ranggalawe ini terkenal sebagai penghayat senior kejawen. Dinasti Wilwatikta menurunkan penguasa handal profesional.
Ajaran Syekh Siti Jenar dalam era modern terwujud dalam paham pluralisme. Misalnya pengamalan nilai Pancasila merupakan bentuk kompromi paling ideal untuk mewujudkan toleransi sosial. Sikap waspada terkait dengan refleksi dan introspeksi. Mawas diri perlu dilakukan agar bisa melakukan kegiatan secara efektif dan efisien. Tindak tanduk perlu terukur. Ukuran ketepatan tindakan jelas berpengaruh pada hasil. Dengan ukuran yang benar maka hasilnya juga dapat tercapai sesuai dengan harapan. Orang yang yang waspada sudah barang tentu bersedia untuk selalu bertindak hati hati. Menurut Syekh Siti Jenar orang hati hati akan mendapatkan kemuliaan.
D. Kesimpulan
Gagasan tentang ilmu kasampurnan Jawa terwariskan sepanjang masa.
Analisis kefilsafatan terhadap ajaran filsafat kejawen Syekh Siti Jenar berhubungan dengan toleransi atas keragaman. Budaya Jawa berpengalaman mengelola perbedaan sosial dan religi. Kitab suluk yang disusun wali sanga berguna untuk menggali butir butir kearifan lokal. Pengamalan Pancasila merupakan bentuk dari penerapan toleransi atas keragaman.
Leluhur Jawa kaya akan renungan hidup. Ajaran luhur warisan masa lampau tetap relevan untuk dijadikan acuan masa kini dan masa depan. Dalam perspektif moralitas paham kejawen Syekh Siti Jenar sebetulnya perlu telaah yang utuh. Perbedaan tafsir teologis menang perlu dilakukan serius. Kajian yang lengkap dan genap menumbuhkan kesadaran kolektif. Literasi Jawa klasik membuktikan tradisi intelektual yang mengutamakan dialog antar elemen sosial.
Kajian kefilsafatan berlangsung di istana Jawa. Praktik etis filsafat kejawen dilakukan oleh segenap warga negara. Syekh Siti Jenar pada jaman Demak Bintara telah memberi suri tauladan. Sebuah refleksi kultural dan spiritual yang luhur dan beradab dari budaya Jawa. Refleksi filosofis kejawen diharapkan dapat menjawab tantangan jaman ke arah dunia yang lebih cemerlang.
Daftar Pustaka
Abdullah Ciptoprawiro. 1986. Filsafat Jawa. Jakarta. Gramedia.
Budi Santoso. 2022. Balungan Lampahan Wayang Purwa. Yogyakarta. Interlude.
Budi Sutrisna. 2022. Makna Simbolik Negara Ngalengka dalam Seni Wayang. Jurnal Filsafat 32(2) 190 - 198.
Damardjati Supadjar. 2001. Mawas Diri. Yogyakarta. Philosophy Press.
Daru Winarti dkk. 2023. Piwulang dalam Konteks Sosial dan Budaya Jawa. Yogyakarta. FIB UGM.
Heri Santoso. 2023. Membangun Jiwa Merdeka bagi Dosen Pancasila Relevansinya bagi Penguatan Karakter Mahasiswa. Jurnal Pendidikan Nilai dan Pembangunan Karakter 7(2) 112 - 123.
Jirzanah dkk. 2023. Women Equality in Islamic Teaching Seen Throughput the Perspective of Fair and Civilized Hummmaniity. Jurnal Filsafat 33(2) 249 - 269.
Kaelan. 2022. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Paradigma.
Ronaldo. 2023. Kajian Nilai Nilai Filosofis Kesenian Wayang Kulit dalam Kehidupan Masyarakat Jawa. Jurnal Ilmu Budaya 10(1) 82-92.
Sri Harti Widyastuti dkk. 2023. Sunan Paku Buwana IX dalam Konstelasi Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta. UNY Press.
Sumaryono. 2001. Hermeneutik. Yogyakarta. Kanisius.
Yudi Latif. 2025. Apa Jadinya Dunia Tanpa Indonesia. Jakarta. Kompas

Komentar
Posting Komentar