FILSAFAT KEGURUAN DALAM LAKON BEGAWAN CIPTANING SAJIAN PENTAS SENI PEWAYANGAN KI NARTOSABDO
FILSAFAT KEGURUAN DALAM LAKON BEGAWAN CIPTANING SAJIAN PENTAS SENI PEWAYANGAN KI NARTOSABDO
Purwadi,
Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Penelitian ini hendak mengungkapkan pemikiran kefilsafatan dalam seni pewayangan lakon Begawan Ciptaning. Cerita pewayangan ini disajikan oleh dalang Ki Nartosabdo. Metode hermeneutik digunakan untuk analisis data penelitian, dengan penafsiran atas lakon Begawan Ciptaning. Teori filsafat digunakan untuk menganalisis data penelitian yang dihubungkan dengan etika pengajaran. Kandungan filsafat keguruan yang diungkapkan oleh dalam saat memainkan wayang perlu adanya refleksi. Filsafat keguruan ditafsir secara mendalam guna mendapatkan pemahaman yang sistematis integral dan komprehensif. Intepretasi budaya Jawa sebagaimana terpantul dalam cerita pedalangan lakon Begawan Ciptaning merupakan sarana pendidikan bagi masyarakat. Nilai budi pekerti yang dikandung dalam lakon Begawan Ciptaning selalu relevan untuk pembinaan mental spiritual generasi muda. Hasil kajian terhadap sajikan pentas Ki Nartosabdo dengan lakon Begawan Ciptaning ini diharapkan muncul kesadaran terhadap nilai luhur kesenian Jawa. Unsur pendidikan karakter dalam tata laksana keguruan betul betul teladan utama bagi masyarakat. Renungan budaya dalam kajian filsafat keguruan ini jelas berguna untuk mewujudkan suasana perdamaian. Kearifan lokal dalam seni pewayangan lakon Begawan Ciptaning menjadi sumbangan berharga bagi peradaban global.
Keyword: Filsafat, keguruan, Begawan Ciptaning
A. Pengantar
Seni pewayangan senantiasa menyajikan unsur tuntunan tontonan dan tatanan. Tuntunan berhubungan dengan panduan kehidupan manusia untuk menuju arah kebaikan. Tontonan merupakan unsur hiburan yang menyegarkan jasmani dan rohani. Tatanan dimaksudkan untuk mencapai keselarasan sosial dalam masyarakat. Melalui seni pewayangan unsur tuntunan tontonan tatanan disajikan dengan seimbang. Refleksi spiritual lewat seni pewayangan berlangsung lama dalam lintasan peradaban.
Pentas pedalangan lakon Begawan Ciptaning pantas dijadikan objek pembahasan untuk mendapatkan nilai kebajikan. Dalam masyarakat Jawa lakon Begawan Ciptaning sering dinamakan dengan sebutan lakon Begawan Mintaraga. Ki Nartosabdo sebagai dalang yang ahli dalam olah cerita berhasil memasukkan nilai kebaikan yang berkaitan dengan unsur keguruan. Pola pengajaran nilai luhur Jawa sesuai dengan kepribadian yang dihayati oleh penggemar seni pewayangan. Karakter Begawan Ciptaning sangat ideal sebagai panutan. Pengajaran yang dilakukan oleh Begawan Ciptaning berlandaskan aspek logika etika estetika. Ki Nartosabdo sebagai dalang memang kaya akan literasi Jawa klasik. Kepustakaan Jawa klasik yang dijadikan referensi oleh Ki Nartosabdo menjadikan sajian pakeliran yang amat berbobot dari perspektif pendidikan.
Iringan musik yang diciptakan membuat suasana seni pewayangan semakin bermutu di mata penonton. Lebih jauh lagi bahwa sumber cerita Begawan Ciptaning sudah ada sejak jaman Kerajaan Kahuripan saat dipimpin oleh Airlangga. Empu Kanwa menyusun Kakawin Arjuna Wiwaha yang sarat dengan pesan filosofis. Kreasi Ki Nartosabdo dalam bidang gending sangat diutamakan. Kemampuan dramatik dan penggarapan alur cerita amat menekankan pembinaan karakter tokoh. Begawan Ciptaning dengan wejangan keluhuran merupakan personifikasi tokoh handal bermoral dan profesional. Filsafat keguruan dengan demikian berdampak pada usaha pembangunan jiwa besar dan budi pekerti luhur.
B. Metode dan Teori
Penggunaan metode hermeneutik berkaitan dengan usaha penafsiran terhadap objek penelitian. Lakon Begawan Ciptaning sebagai karya seni memang pantas mendapatkan apresiasi. Ki Nartosabdo memiliki kemampuan yang tangguh dalam olah pedalangan. Butir butir kearifan lokal yang berhubungan dengan unsur keguruan disajikan dengan amat menari. Interpretasi terhadap sajian seni pewayangan ini dilakukan demi menggali nilai kearifan lokal. Dalam perkembangan cerita pewayangan, lakon Begawan Ciptaning disempurnakan oleh Sinuwun Paku Buwana III dengan karyanya yang berjudul Serat Wiwaha Jarwa.
Teori filsafat ditujukan untuk menganalisis narasi cerita pewayangan ini yang digemari masyarakat Jawa. Ki Nartosabdo menguasai karawitan, gending, cerita dan sastra. Lakon Begawan Ciptaning dari perspektif logika memang mengutamakan unsur kebenaran. Dari perspektif etika lakon Begawan Ciptaning selalu berhubungan dengan unsur kebaikan. Dari perspektif estetika lakon Begawan Ciptaning memberi nuansa keindahan. Penyajian Ki Nartosabdo dengan gending palaran. Syair syair berisi ajaran etis filosofis diambil sastra piwulang.
Perpaduan metode dan landasan teori yang tepat diusahakan demi mendapatkan hasil kebaruan yang utuh. Kebaruan dalam pembahasan karya Nartosabdo ini berkaitan dengan filsafat keguruan. Hasil pembahasan yang memuat unsur kabaruan ini sekaligus untuk memperlancar bidang pendidikan. Dari analisis yang memadai ini diharapkan muncul nila keguruan yang logis etis dan estetis dalam proses pengajaran. Pencerahan sosial terjadi karena komposisi narasi dan deskripsi seni pewayangan yang betul betul serasi.
C. Hasil Pembahasan
Nilai ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan menjadi topik pembicaraan yang selalu relevan sepanjang jaman. Seni pewayangan lakon Begawan Ciptaning juga memuat ajaran luhur. Pementasan Ki Nartosabdo membuat pementasan dengan kelengkapan iringan gending yang menghidupkan dramatika wayang. Dalam budaya Jawa disebutkan bahwa wayang merupakan wewayanganing ngaurip, yang berarti wadah tentang simbol simbol kehidupan.
Adegan demi adegan disajikan oleh Ki Nartosabdo dengan teliti, rapi dan hati hati. Adegan Kahyangan Junggring Salaka dibuat serius. Dewata Kahyangan tampil paripurna. Bathara Guru sebagai penguasa Kahyangan Junggring Salaka tampak angker, mistis dan berwibawa. Kosmologi kadewatan digarap sesuai dengan kaidah seni pertunjukan. Demikian pula karakter dewa Narada, Bayu, Indra, Yamadipati, Kamajaya, Brama dan Temboro berlaku sebagai penjaga alam kadewatan.
Karakter raksasa terjadi di Kerajaan Hima Himantaka. Prabu Niwatakawaca digambarkan sebagai raja angkara murka. Patih Kala Pracana mendampingi raja Hima Himantaka dengan pengawalan ketat wadya bala raksasa. Tabiat raksasa digambarkan sebagai buta buteng betah nganiaya, yakni perilaku brutal yang jauh dari nilai moral.
Bidadari Kahyangan tampil sebagai pribadi sempurna, ayu, cantik jelita dan menawan hati. Dewi Supraba, Lengleng Mulat, Warsiki, Tunjung biru, Irim Irim, Ratih dan Sri merupakan tokoh bidadari yang digambarkan sebagai mahluk yang penuh pesona. Ki Nartosabdo berhasil membuat tokoh dengan jiwa karakter yang berkepribadian kokoh. Penggambaran tokoh dengan penuh penjiwaan.
Gambaran tentang keagungan raja oleh dalang Nartosabdo cukup meyakinkan. Narendra gung binathara, yang berarti raja laksana dewa. Mbahu dhendha nyakrawati, yang berarti raja yang memegang hukum kekuasaan pemerintahan. Ambeg adil paramarta, yang berarti raja yang berjiwa adil terhadap sesama hidup. Ber budi bawa laksana, yang berarti murah hati dan satunya kata perbuatan. Memayu hayuning bawana, yang berarti ikut serta menjaga ketertiban dunia. Raja Dwarawati dan Mandura mendapat apresiasi yang memadai.
Kedudukan satria utama mendapat perhatian yang penting dari dalang Ki Nartosabdo. Watak patriotik dilukiskan sebagai satria utama yang siap berjuang demi nusa dan bangsa. Prajurit mesti rela berkorban demi kepentingan rakyat. Perjuangan satria utama demi membela kebenaran dan keadilan. Referensi Jawa klasik buat digunakan Ki Nartosabdo untuk mengutip jiwa patriotik yang penuh dengan keteladanan. Satria utama selalu memegang prinsip guna kaya purun, yang berarti kedudukan kekayaan kepandaian.
Para Pendawa menjadi contoh keteladanan bagi gambaran satria utama. Kelima Pendawa hadir kompak dan saling melengkapi. Prabu Puntadewa raja Amarta yang berdarah putih lambang suci lahir batin. Memiliki jimat kalimasada yang berada di atas kepala, lambang ilmu kasampurnan. Bimasena memiliki gada lukitasari lambang urat syaraf, buah dari ketajaman berpikir. Sedang aji wungkal bener lambang ketajaman, bahwa hidup itu batu pengasah kebenaran.
Raden Arjuna lambang lelananging jagat, yang berarti pria gagah berani dan siap melakukan perjuangan. Pusaka sarotama lambang prinsip keutamaan sejati. Raden Nakula lambang satria utama yang andhap asor, rendah hati, tata krama dan sopan santun. Ahli dalam pertanian perkebunan perikanan peternakan. Pembela kehidupan petani, agar memperoleh kemakmuran. Raden Sadewa adalah bungsu Pendawa. Terkenal pintar, cerdas, cekatan, terampil, lincah dan berwawasan luas. Ahli referensi dan mengarang berbagai kitab. Kepustakaan dari berbagai literasi dibaca untuk memperdalam iimu pengetahuan.
Pendawa matang dalam kepribadian berkat ilmu laku. Berguru kepada Begawan Durna di Padepokan Sukalima secara sungguh sungguh. Patuh kepada nasihat dan perintah guru menjadi syarat mutlak untuk menjadi siswa yang sukses. Proses keguruan dilalui dengan baik. Ki Nartosabdo membawa cerita berdasarkan literasi Jawa klasik. Misalnya serat Rama, Dewaruci, Wulangreh, Centhini, Wedhatama, Wirid Haidayat Jati, Tripama, Pustaka raja purwa dan Candrarini. Literasi Jawa klasik ini jelas memperkokoh peran Ki Nartosabdo sebagai dalang populer dan mumpuni. Cerita pewayangan Begawan Ciptaning pun disajikan dengan bobot tinggi.
Untuk itu perlu diberi deskripsi secara hermeneutik atas lakon Begawan Ciptaning. Prinsip prinsip filsafat keguruan dianalisis sesuai dengan pesan teks narasi pewayangan. Nilai etis filosofis lakon Begawan Ciptaning yang diambil dari sastra piwulang sangat baik sebagai bahan refleksi spiritual. Secara berurutan butir butir kearifan lokal itu dijabarkan supaya mudah untuk dipahami. Terlebih lebih demi pengajaran budi pekerti luhur, tentu amat penting memahami filsafat keguruan. Dalam berbagai teks pedalangan disebut dengan ungkapan lamun sira anggeguru kaki. Artinya tahap tahap berguru dalam menempuh ilmu pengetahuan. Tata cara berguru sesuai dengan landasan etika Jawa.
Peran panakawan tampak sebagai unsur hiburan. Canda tawa bisa membikin orang terhibur, sekaligus merasa hidup teratur dan terukur. Kyai lurah Semar atau Badranaya adalah Bathara Ismaya mangejawantah. Turun ke dunia dalam rangka menjaga keseimbangan alam. Lurah Semar membawahi padukuhan Klampis Ireng atau Karang Kedhempel. Tiap ada huru hara besar akibat ulah Durga dan Bathara Kala, maka Semar segera turun tangan. Bantuan Kyai Semar sangat dinanti nanti. Wibawa Kyai lurah Semar mengatasi dewata kahyangan. Oleh karena itu Semar berperan sebagai pamomong.
Nala Gareng hadir dengan segala gerak gerik. Kaki dan tangan kurang sempurna, tetapi punya hati yang bersih. Nala berarti hati. Gareng bermakna garing. Pengabdian Gareng memang tulus. Para satria utama merasa terbantu atas segala kerelaan. Bentuk fisik yang kurang sempurna tertutupi oleh jiwa bening hati suci. Gareng telah berhasil membuktikan pengabdian dengan hati yang ikhlas.
Pentruk atau Kanthong Bolong bertindak sebagai panakawan yang pemurah. Badan tinggi besar. Hidung mancung. Dengan gerak gerik serba lucu. Omongan menghibur. Pola tindakan serba teratur. Kanthong Bolong bermakna pemurah. Dalam berbagai kesempatan panakawan ini suka menyumbang buat keperluan umum.
Bagong adalah panakawan yang keempat. Badan pendek besar bundar. Suara serak basah, besar menggema lucu. Terdengar sangat menghibur. Kalimat yang keluar serba mbanyol. Seolah olah kehadiran Bagong atau Bawor ditunggu tunggu penonton. Logika humor Bagor tergolong menonjol. Gerak gerik aneh, tapi sangat tepat. Lucu yang alami ditunjukkan oleh anak bungsu Semar. Bagong menjadi pelengkap lawakan gaya wayang.
Garap karakter penokohan yang dilakukan Ki Nartosabdo sungguh cermat. Karekter kadewatan, narendra, satria, keputren, bala sabrang dan panakawan sangat hidup. Iringan gending sesuai dengan karakter tokoh. Dalam lakon Begawan Ciptaning penyajian boleh dikata sangat rapi dan teliti. Kearifan lokal disajikan penuh dengan aspek estetis. Filsafat keguruan ditampilkan genep genah, clear and distinc. Pagelaran wayang lakon Begawan Ciptaning dengan demikian memenuhi unsur cipta rasa karsa.
1. Manusia Nyata
Konsep manusia nyata dalam lakon Begawan Ciptaning ditujukan untuk aspek kegunaan dan kesenangan. Pemikiran kefilsafatan itu cocok dengan gagasan dulce et utile, yang berarti menyenangkan dan berguna. Begawan Ciptoning bertapa di gunung Argakelasa dengan maksud mendapat pencerahan. Ki Nartosabdo mengutip serat Wedhatama dalam bait tembang sinom. Amemangun karyenak tyasing sesama, yang berarti berusaha dengan saksama agar selalu membuat bahagia pada sesama. Arti nyata di sini berhubungan dengan kehadiran riil. Yakni labuh labet dan jasa baik buat sesama hidup.
Paparan tentang kenyataan dalam ilmu pakeliran dibuat bertahap. Bermula dari gending patalon yang berjumlah tujuh. Yaitu gending cucurbawuk, pareanom, lambangsari, sukmailang, ayak, srepeg dan sampak. Permulaan lakon Begawan Ciptaning dengan gending cucurbawuk sebagai lambang masa kelahiran. Gending pareanom lambang masa remaja. Gending lambangsari simbol pertemuan pria wanita. Gending sukmailang lambang masa kematian. Gending ayak lambang pemikiran. Gending srepeg lambang perkataan. Gending sampak lambang perbuatan. Ki Nartosabdo begitu menguasai lantunan irama seni karawitan.
Pembagian pathet atau pembabakan dalam wayang purwa dilakukan teratur. Yakni pathet nem, pathet sanga dan pathet manyura. Pathet nem lambang enam rasa yang meliputi manis pahit sepet asin kecut pedas. Keenam rasa itu tentu membuat sehat manusia. Pathet sanga lambang babahan hawa sanga. Lubang manusia yang berjumlah sembilan mesti dikendalikan. Bertujuan untuk berbuat kebaikan. Pathet manyura lambang kebaruan. Penemuan karya manusia yang bermanfaat tentu membuat dunia makin bahagia. Ki Nartosabdo menyajikan gending sesuai dengan urutan, sehingga lakon Begawan Ciptaning terasa nyaman dan aman.
Kelengkapan estetika lakon Begawan Ciptaning karena adanya laras pelog dan laras slendro. Lagu yang berjudul aja dipleroki memuat ajaran kepribadian. Yakni kapribaden ketimuran yang mesti diingat lewat seni budaya. Dalam adegan limbukan dan gara gara gending aja dipleroki cocok untuk membentuk kepribadian yang kokoh. Sambil berhibur seseorang mendapatkan pelajaran yang teratur. Tutur bener puniku, sayektine apantes tiniru. Artinya segala kebenaran perlu untuk ditegakkan. Lumrah kalau mencontoh sesuatu yang benar. Becik ketitik yang berarti kebenaran itu akan terbukti dengan sendirinya.
2. Manusia Bermartabat
Pengertian manusia bermartabat berhubungan dengan harga diri, moralitas, reputasi, kapasitas, kapabilitas, integritas, ketrampilan dan kecerdasan. Untuk mendapat itu semua perlu usaha yang baik dan benar. Ngelmu iku kelakone kanthi laku, yang berarti segala daya upaya demi bisa tercapainya suatu kepandaian. Etika berguru dengan memiliki pengajar yang bermartabat. Drajat pangkat semat diharapkan menjadi bahan pertimbangan. Sebagaimana Begawan Ciptaning yang tahan dari segala macam godaan. Tokoh ini lulus dari ujian yang manis dan ujian yang pahit. Ki Nartosabdo membentuk tokoh yang bermartabat dengan memperluas cakrawala pemikiran. Lila lamun kelangan nora gegetun, yang berarti tiada menyesal. Oleh karena hati terlatih untuk rela pada sesama manusia. Lamun becik nggonne muruk iku pantes sira anggo, yang berarti menggunakan ajaran kebenaran dari mana pun asalnya.
Pemikiran seni yang mempengaruhi karya Ki Nartosabdo bersumber dari kitab kakawin, suluk, babad dan sastra piwulang. Buah pikir yang terkait dengan filsafat keguruan tentu berisi tentang kebajikan. Kakawin Arjuna Wiwaha lambang keagungan heroisme raja Airlangga. Seolah olah raja Airlangga merupakan penjelmaan Bathara Wisnu yang memelihara keselamatan alam. Kepahlawanan raja Airlangga telah terbukti. Kerajaan Medang yang dipimpin Darmawangsa Teguh berhasil diselamatkan kembali. Dari kerajaan Medang kemudian menjadi kerajaan Kahuripan. Tokoh Arjuna dijadikan sebagai pahlawan besar. Murid terpandai Resi Durna ini memang ahli senjata panah yang ulung.
Serat Wiwaha Jarwa yang disusun oleh Sri Susuhunan Paku Buwana III berpengaruh pada lakon Begawan Ciptaning. Raja Surakarta yang memerintah tahun 1749 -1788 ini ahli sastra budaya. Dengan bantuan Kanjeng Ratu Mas Beruk, Serat Wiwaha Jarwa disusun sebagai bahan bacaan bermutu. Heroisme Arjuna tampil paripurna. Malah karya ini menjadi referensi bagi drama wayang wong Sri Wedari. Pesan pesan luhur tentang etika keguruan disampaikan dalam bentuk dialog.
Pujangga Kyai Yasadipura kerap mengarang sastra pewayangan. Narasi Ki Nartosabdo dalam pedalangan mengambil dari serat Rama dan serat Dewaruci. Filsafat keguruan yang diuraikan lewat narasi pedalangan terasa indah. Cocok buat kutipan wejangan budi pekerti luhur. Bahkan karya lagu garapan Ki Nartosabdo sering terpengaruh bahasa kesusasteraan. Ketrampilan Ki Nartosabdo terasah berkat belajar keras secara mandiri. Ki Nartosabdo yang lahir pada tanggal 25 Agustus 1925 berasal dari Wedi Klaten. Kawasan selatan gunung Merapi ini subur dengan seni kerawitan dan pedalangan. Pitutur agar manusia tidak adigang adigung adiguna, yang berarti selalu bertindak rendah hati.
Karya pujangga Ranggawarsita berpengaruh pada penampilan seni Ki Nartosabdo. Makam pujangga agung Raden Ngabehi Ranggawarsita berada di desa ini Palar kecamatan Trucuk Klaten. Latar lingkungan budaya Jawa mengakar kuat. Kitab Pustaka Raja Purwa betul betul lengkap, sehingga layak dijadikan sebagai referensi bagi pedalangan. Sumber cerita pedalangan banyak diambil dari karya pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita. Referensi diturunkan secara lisan dan tertulis. Kitab kitab kejawen itu lazim disebut dengan istilah satra piwulang.
3. Manusia Sadar Hukum
Sadar hukum dan mengerti terhadap paugeran atau peraturan menjadi syarat mutlak bagi seorang guru. Filsafat keguruan dibangun berdasarkan hukum, undang undang dan peraturan yang wajib dipatuhi oleh segenap warga masyarakat. Seorang guru mesti patuh pada hukum yang berlaku. Dalam lakon Begawan Ciptaning ada ungkapan sura dira jayaningrat. Segala bentuk angkara murka akan sirna oleh tindakan mulia. Ki Nartosabdo rupanya menghayati ajaran Serat Witaradya karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Ungkapan magis ini memberi spirit agar manusia tak perlu ragu pada kebenaran. Keselamatan diperjuangkan dengan menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan. Orang Jawa jelas menghayati adanya paribasan bebasan salaka atau kata kata mutiara.
Hukum diciptakan untuk membentuk keteraturan dalam masyarakat. Peraturan wajib dipatuhi oleh segenap warga negara. Kerajaan Surakarta sadar arti penting hukum. Oleh karena itu serat Wulangreh diciptakan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana IV yang memerintah tahun 1788 - 1820. Dengan didampingi Kanjeng Ratu Handoyo dan Kanjeng Ratu Kencana Wungu, Sunan Paku Buwana IV perhatian pada sastra piwulang. Ki Nartosabdo dalam menyajikan lakon Begawan Ciptaning banyak mengambil wejangan raja Surakarta. Bahasa yang digunakan sesuai dengan selera masyarakat Jawa. Maka kedudukan serat Wulangreh begitu penting dan populer. Putri Bupati Pamekasan itu memberi nuansa pada istana Jawa. Bahkan syair syair serat Wulangreh mudah dihafal. Filsafat keguruan mudah dijabarkan dalam bentuk tembang.
Wulangreh karya pujangga yang bersifat etis. Hukum moral amat diutamakan. Sunan Paku Buwana IV berhasil mendidik masyarakat. Sedangkan Sri Mangkunegara IV berhasil membuat sastra mistik. Serat Wedhatama begitu utama bagi orang Jawa. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV sastrawan pengusaha dan penguasa unggul. Dalam serat tripama Ki Nartosabdo terpengaruh dalam bidang rasa nasionalisme. Hukum mistik pedalangan yang bersumber dari sastra piwulang kaya akan makna. Dalam bentuk tembang tentu nuansa keindahan telah terpenuhi sebagai karya estetis.
Guna kaya purun berati kedudukan kekayaan kepandaian. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV menulis arti penting fasilitas hidup. Pemanfaatan tembang sebagai sosialisasi moral memang tepat. Serat Kejawen karya pujangga itu merupakan sumber yang tak pernah kering kerontang. Ki Nartosabdo menyadari kekayaan seni yang berlimpah ruah. Filsafat keguruan dengan gending begitu dapat diselipkan dalam bentuk seni tradisional. Maka masyarakat Jawa dapat menikmati ajaran luhur lewat seni pedalangan.
4. Manusia Beribadah
Berbakti kepada Tuhan merupakan wujud sikap religius. Ibadah atau menyembah pada Tuhan menurut lakon Begawan Ciptaning itu merupakan syarat utama untuk menjadi guru. Filsafat keguruan diungkapkan dengan istilah sangkan paraning dumadi, yakni sikap yang menyadari asal usul hakikat hidup. Guru mengajarkan ketakwaan. Ki Nartosabdo menyatakan tata lahir makarti, jroning batin angesti Gusti. Ibadah atau meditasi bisa menenangkan jiwa. Hidup damai penuh dengan pasrah pada kehendak Tuhan. Lakin Begawan Ciptoning sarana untuk dapat mengheningkan cipta. Pengamalan Pancasila dalam meditasi selalu berhubungan dengan praktek kebangsaan. Nasionalisme tumbuh berkembang lewat jalur seni.
Menggali kearifan lokal yang berasal dari pedalangan juga memuat unsur mistik. Tembang dhandhanggula berujung pada rasa manis. Itulah rasa nikmat karena amal shaleh. Tuhan memberi pahala sesuai dengan amal perbuatan. Untuk itu anak muda yang dianjurkan, agar menggunakan kesempatan sebaik baiknya. Oleh karena sebagaimana pesan tembang sinom yang khusus untuk pemuda. Pesan tembang sinom ini cocok buat pembinaan dan pendidikan generasi muda. Filsafat keguruan terpantul dalam tembang durma. Anak muda wajib berjuang demi masa depan. Hari esok harus tampil lebih cemerlang. Lakon Begawan Ciptaning memberi optimis akan masa depan. Tokoh ini dalam pewayangan menjadi idola protagonis. Tepa palupi atau suri teladan bagi segenap manusia.
Simbolisme dalam tembang asmarandana tentang ketulusan bercinta. Anugerah Tuhan yang berupa cinta kasih harus dikelola dengan benar. Jangan sampai cinta menimbulkan korban perasaan. Rasa sadar akan masa kelahiran ditunjukkan dalam tembang mijil. Orang lahir dalam keadaan bersih suci. Tanpa kesalahan dan tanpa dosa. Kesucian itu perlu dijaga sepanjang masa. Milih sawiji endi kang suci, tanggung bisa mukti. Artinya mau memilih tindakan suci, demi kemuliaan sejati.
Masa kanak kanak dilambangkan dengan tembang pucung. Dari kuncung sampai gelung, muda sampai dewasa perlu belajar ilmu pengetahuan. Gambuh merupakan tembang dengan lambang aktivitas pengenalan hidup. Lingkungan dikenal, agar bisa sambang sambung srawung. Artinya orang mau menjaga samangat kerukunan. Gotong royong guyub rukun dalam hal menyelesaikan persoalan sosial. Keadaan sebuah masyarakat selalu pasang surut, suka duka silih berganti. Pada titik tertentu harus berani mungkur, yang berarti mau meninggalkan segala kenikmatan. Itulah makna tembang pangkur. Lambang agar seseorang mau merasa cukup. Atur panarima berarti menunjukkan rasa syukur.
Tipe manusia dan sifatnya banyak diulas dalam figur wayang. Saatnya orang mendapatkan masa keemasan. Adapun tentang tembang Maskumambang adalah lambang keberuntungan. Setiap masa ada orangnya. Tiap orang pasti ada jamannya. Megatruh lambang perpisahan jiwa raga. Kematian adalah kepastian bagi orang hidup. Ki Nartosabdo lantas memberi wejangan mumpung padhang rembulane, yang berarti kesempatan terbuka dengan lebar. Angelangut bebasan tanpa tepi, berarti luas tiada bertepi. Aja sok gampang janji wong manis, yang berarti jangan sampai berdusta. Hidup mesti jujur. Sapa kang mbibiti ala wahyune sirna, artinya barang siapa yang menanam bibit keburukan maka akan menuai kecelakaan. Seorang harus jujur supaya bisa mujur.
5. Manusia Sederhana
Pengertian manusia sederhana yakni terkait dengan tindakan yang tepat. Segala pola pikir dan perbuatan yang berdasarkan pada efektivitas dan efisiensi. Dalam lakon Begawan Ciptoning dikatakan sebagai gemi nastiti, yang berarti hemat cermat dan bersahaja. Pikiran mengandung gagasan yang terukur. Perkataan yang meluncur serba mudah dimengerti. Perbuatan berujung pada aspek kegunaan. Pikiran perkataan dan perbuatan memiliki azas manfaat. Ki Nartosabdo menyebut sebagai migunani. Filsafat keguruan menganjurkan supaya manusia berguna bagi sesama. Dalam kehidupan sehari -hari faktor kegunaan sangat dihayati oleh masyarakat umum. Olah pikir olah rasa bersamaan dengan olah cipta.
Ungkapan becik aluwung prasaja, berarti lebih baik terus terang dan terang terus.
Sikap sederhana dalam hidup dilengkapi dengan sambang sambung sawang srawung tulung tinulung. Artinya orang hidup sosial mesti mau saling berkunjung. Kunjungan pada handai taulan wujud penghormatan. Sambung atau menjalin tali silaturahmi sangat dianjurkan dalam ajaran agama. Sambung seduluran berarti merajut tali persaudaraan. Lakon Begawan Ciptaning selalu menganjurkan agar seseorang selalu hidup rukun. Masing masing orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu mutlak diperlukan segala bentuk kerja sama antar warga. Tembang dolanan karya Nartosabdo memuat kesadaran tentang hidup bermasyarakat.
Makna lakon Begawan Ciptaning memang luas. Arti sawang yakni kemampuan untuk mawas diri. Orang hidup perlu introspeksi. Sebaiknya lihat diri sendiri sebelum menilai orang lain. Srawung atau pergaulan bisa memperlancar aneka usaha. Pergaulan perlu moralitas. Unggah ungguh tata krama dan subasita dianjurkan dalam lakon Begawan Ciptaning. Ki Nartosabdo lewat dialog antar tokoh memberi nasihat keutamaan. Dene utamani nata, ber budi bawa laksana. Artinya pemimpin menjadi contoh. Panutan bagi bawahan dan masyarakat sekitar. Janturan narasi Ki Nartosabdo memuat kesadaran ekologis. Barangkali perlu disebutkan adanya serat Centhini yang merupakan ensiklopedi kebudayaan Jawa. Pengetahuan seni Nartosabdo banyak dikutip dari karya Sinuwun Paku Buwana V, yang memerintah tahun 1820 - 1823.
Tulung tinulung atau gotong royong bermakna hidup saling tolong menolong. Simbiosis mutualisme perlu disadari bersama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Seia sekata, sehina semalu. Masyarakat yang kompak mudah untuk mencapai kesejahteraan sosial. Holobis kontul baris berarti semboyan untuk tetap kerja sama. Lakon Begawan Ciptaning memuat rasa keterbukaan kebersamaan dan kemitraan. Ayo kanca ngayahi pakaryan praja, berarti semua teman mengerjakan tugas kenegaraan.
6. Manusia Pertapa
Orang pertapa yang dimaksud adalah kasta brahmana. Dalam masyarakat lebih dikenal adanya alim ulama. Pendeta selalu menempati status sosial yang penting. Ibarat lampu kehadiran pertapa selalu memberi pelita penerangan. Nasihat petuah pitutur wejangan wedharan dan ajaran berguna untuk memberi pencerahan. Segala macam hal problematika dibebankan pada kaum brahmana. Dengan maksud masalah yang terjadi segera bisa diatasi. Penampilan Begawan Ciptaning mampu mengatasi masalah yang terjadi di kahyangan. Ki Nartosabdo memperoleh wawasan ini dari Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa. Lakon ini juga kerap disebut dengan istilah lakon Begawan Mintaraga. Dialog antar tokoh wayang terasa berilmu tinggi. Seni edi peni merujuk kepada faktor keindahan. Budaya adi luhung merujuk pada aspek keluhuran.
Puncak keilmuan dalam wayang purwa terjadi pada adegan pertapan. Wulangan wejangan wedharan diberikan pada para murid. Wulangan merupakan bentuk ajaran dasar. Ajaran menengah berupa wejangan. Untuk pelajaran tingkat tinggi disebut wedharan. Rasa jati merupakan pengetahuan tingkat tinggi. Orang Jawa menyebut ilmu kasampurnan. Dalam bahasa agama seseorang telah mencapai tingkat makrifat. Waskitha ngerti sakdurunge winarah, yang berarti tajam mata batin. Hatinya sudah mencapai kebijaksanaan. Teladan ini dicontohkan oleh figur Begawan Ciptaning. Tampil sebagai patriotis yang siap membela kebenaran dan keadilan.
Dalang Nartosabdo terpengaruh pola pikir Raden Ngabehi Ranggawarsita. Pujangga Kraton Surakarta ini terkenal karena jangka atau ramalan. Tanda tanda jaman dibaca dengan kehalusan perasaan hati. Ranggawarsita terpengaruh oleh Prabu Jayabaya raja Kediri. Pada masa ini muncul Empu Sedah dan Empu Panuluh. Kedua Pujangga Kraton Kediri menulis narasi cerita pewayangan. Sumber ilmu pengetahuan penting bagi diri Nartosabdo sebagai seniman dalang. Dalang secara hermeneutis bermakna ngudal piwulang.
Ciptaan Nartosabdo berdasarkan literasi klasik yang memadai. Maka tampilnya Kerajaan Demak lantas muncul sastra suluk. Nartosabdo membaca kitab suluk untuk menambah bobot pakeliran. Ambil contoh cerita Dewaruci. Akulturasi antara berbagi ajaran membuat narasi cerita tambah memikat. Unsur logika etika estetika menyatu dalam lakon Begawan Ciptaning yang penuh makna etis filosofis. Pamedhare wasitaning ati, yang berati narasi tentang makna penting proses edukasi. Proses pengajaran dalam lakon Begawan Ciptaning menggunakan bentuk persuasif.
Lambang dalam seni pewayangan banyak diungkapkan dalam kayonan. Orang lebih sering menyebut gunungan. Ada gambar naga, merak, macan, burung. Komposisi tampak sangat elok. Kayon, kayun, kayat, hayat jelas merujuk pada kualitas kehidupan. Bisa juga secara hermeneutis bermakna simbol. Mrih padhanging sasmita, yang berarti untuk menangkap makna hakiki. Sartane kawruhana, yang berarti sebaiknya bergurulah pada manusia yang utama. Jalma sulaksana berarti manusia yang memiliki karakter.
7. Manusia rela
Nilai filosofis seni pewayangan berhubungan dengan kerelaan. Rasa rela atau ikhlas sangat dianjurkan. Istilah ikhlas setara dengan kata rela. Orang ikhlas tentu bebannya ringan. Suka dan duka ditanggapi dengan sikap biasa biasa saja. Jika sedang beruntung tidak terlalu gembira. Kalau sedang tertimpa kerugian juga tidak akan mengalami hal kesedihan yang berlarut larut. Dalam lakon Begawan Ciptaning disebut lila lan legawa. Kalimat ini jelas dilengkapi dengan kanggo mulyaning negara. Sikap rela dalam hati demi kesejahteraan rakyat negeri. Maka Ki Nartosabdo mau mengiringi dengan lagu gugur gunung laras pelog pathet barang. Sajikan lakon Begawan Ciptaning dalam perspektif kefilsafatan dengan demikian cocok untuk proses pengajaran. Keserasian antara cerita dan iringan dalam lakon Begawan Ciptaning memudahkan proses penghayatan. Kekayaan batin berpengaruh pada kehidupan sehari- hari. Basa ngelmu mupakate lan panemu, yang berarti kokohnya ilmu pengetahuan karena faktor dialog yang dilakukan terus menerus.
Jagad gumelar layak disebut makrokosmos. Jagad gumulung layak disebut mikrokosmos. Keseimbangan antara jagad gumelar dan jagad gumulung terjadi dalam dunia pewayangan. Sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, sembah rasa. Tahap tahap spiritual Jawa demi manunggaling kawula gusti. Barang siapa tahu dirinya, maka akan tahu pribadinya. Unsur keseimbangan ini membawa keselarasan. Etika keguruan mengarahkan pada murid untuk menjunjung tinggi nilai kebenaran. Setya budya pangekesing dur angkara, yang berarti kesadaran pada kepatuhan hukum tentu menuju kepada keselamatan kolektif.
Faktor ilmu pengetahuan sangat penting buat menganyam peradaban. Adapun keterangan tentang sembang raga berhubungan dengan cara komunikasi pada Tuhan tingkat dasar. Sembah cipta karena meditasi beserta dengan akal sehat. Sembah jiwa karena menjiwai segala amal kebajikan. Pada titik puncak dilakukan sembah rasa. Orang tahu hakikat hidup. Segala perubahan sosial dianggap dengan rasa pasrah. Total dirinya berserah diri pada Tuhan. Sikap beriman yang mencapai tingkat teologis yang amat tinggi. Lakon Begawan Ciptaning hasil dari refleksi karya pujangga lewat literasi budaya.
Unsur intepretasi memegang peranan penting dalam kajian seni budaya. Oleh karena pakeliran merupakan seni penuh lambang. Watak lauwamah sufiyah amarah dan mutmainah mengalir dengan saringan satataning panembah. Materialisme atau lauwamah perlu dicegah. Hedonisme atau sufiyah perlu dijauhi. Kekerasan atau amarah perlu dihindari. Oleh karena itu perlu diutamakan sifat mutmainah yang aman sejahtera damai. Filsafat keguruan memberi ruang untuk melakukan renungan atas fenomena kultural. Dari kualitas guru yang baik akan lahir murid yang baik.
Makna etis filosofis lakon Begawan Ciptaning berhubungan dengan perlengkapan seni pakeliran. Debog lambang bumi tempat berpijak. Kelir atau layar lambang jagad yang sedang digelar. Blencong lambang matahari yang merupakan sumber energi. Dhodhogan lambang degup jantung kehidupan. Keprak lambang kemurahan dan keramahan seorang pemimpin. Dalam lakon Begawan Ciptaning jelas bermakna untuk pemahaman. Ki Nartosabdo memberi pelajaran secara simbolik. Jawa jiwa kang kajawi, yang berarti ilmu pengetahuan berbasis kearifan lokal dan budaya tradisional.
Pelaku seni harus mampu kerja sama. Kesadaran ini dihayati betul oleh Ki Nartosabdo yang wafat pada tahun 1985. Para penggrawit tiap saat latihan terus. Notasi, syair dan jenis gamelan dipelajari secara bersama. Rombongan karawitan pimpinan Ki Nartosabdo bernama Condhong Raos. Niyaga terdiri dari pengrawit terpilih. Segala gending gangsaran lancaran ladrang ketawang diitabuh sempurna. Jadilah pementasan yang megah mewah indah. Pakem atau tatanan pedalangan sebetulnya sudah teruji dalam kurun waktu yang sangat lama. Dalam tafsir hermeneutik tentu menampung pembacaan yang lebih terbuka.
Instrumen musik gamelan terdiri dari kendang bem, kendang ketipung, kendang ciblon dan jedhor. Lantas disusul dengan siter dan celempung yang dipetik. Rebab digesek yang mirip biola. Suling berkumandang merdu. Alat musik Nartosabdo boleh dibilang lengkap. Gamelan laras pelog slendro yang jangkep genep genah. Eling lan waspada berarti ingat dan selalu mawas diri, agar segala cita cita lantas bisa tercapai.
Musik berpengaruh pada kualitas drama seni pewayangan. Suara gamelan merdu selalu berkumandang. Bonang barung, bonang penerus dengan tabuhan ricikan dan imbalan. Demung, saron, peking, slenthem boleh dikatakan sebagai tabuh balungan. Kenong kethuk, kempul gong berbunyi berganti ganti. Genderang, gambang untuk gending mat matan yang pelan. Pentas lakon Begawan Ciptaning yang direkam dalam bentuk pita suara membuat kagum. Titenana wong cidra mangsa langgenga, yang berarti tindakan kianat pasti tidak selamat. Peringatan ini menjadikan orang Jawa bertindak lebih hati hati. Perbuatan selalu dilakukan dengan penuh kebijaksanaan.
Waranggana atau pesindhen adalah pelaku vokal yang menyertai dalang. Sebut saja Nyi Ngatirah, Nyi Supadmi, Nyi Sutantinah, Nyi Suryati merupakan bintang waranggana dengan suara emas. Bobot pakeliran Ki Nartosabdo semakin menggema dan ternama. Perpaduan antara gending klasik dan kreasi berjalan begitu harmonis. Transformasi ilmu seni dilakukan dengan prinsip mulat sarira hangrasa wani, yang berarti terus mawas diri. Pembelajaran terus dilakukan guna meraih kemajuan kebudayaan.
D. Kesimpulan
Pendidikan budi pekerti luhur dalam lingkungan masyarakat Jawa kerap disampaikan lewat pementasan seni wayang purwa. Lakon Begawan Ciptaning yang disajikan oleh dalang Ki Nartosabdo mudah untuk diresapi sebagai pembinaan rohani. Unsur filsafat keguruan menyangkut aspek etika seseorang yang menjadi penngajar. Guru yang baik memiliki kriteria. Syarat untuk menjadi guru yang baik terdapat dalam lakon Begawan Ciptaning yang telah dikenal oleh masyarakat. Pengaruh sastra piwulang sangat besar pada praktek pementasan seni pedalangan.
Kepribadian guru yang baik meliputi manusia yang nyata. Sehari hari guru mesti mempunyai harkat martabat yang baik. Dalam pergaulan masyarakat harus mematuhi hukum dan peraturan. Terkait dengan ketakwaan sebaiknya guru juga suka meditasi atau melakukan ibadah. Penampilan hidup seorang guru diusahakan agar sederhana efektif dan efisien. Lebih baik lagi bila guru berasal dari kalangan pertapa. Para guru itu sudah selesai dengan dirinya. Kerelaan sseorang guru karena ikhlas tanpa pamrih. Kebesaran jiwa memancarkan nilai kewibawaan.
Teladan utama seorang guru telah diamanatkan dalam lakon Begawan Ciptaning. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Estetika seni pewayangan sudah berusia panjang. Banyak nilai kebajikan yang bisa digali dengan baik. Ki Nartosabdo mampu memberi pendidikan secara tepat. Kreasi gending mendukung pesan narasi. Adegan demi adegan disajikan dramatika yang penuh imajinasi dan edukasi. Filsafat keguruan lakon Begawan Ciptaning berhubungan dengan pembentukan karakter yang unggul dan jiwa yang agung. Kearifan lokal dalam seni pewayangan senyatanya berguna buat membina mental spiritual generasi muda.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar