TATA LINGKUNGAN DAN INDUSTRI KRATON SURAKARTA

 TATA LINGKUNGAN DAN INDUSTRI KRATON SURAKARTA



GKR Dra Wandansari Koes Moertiyah M.Pd.

Ketua Lembaga Dewan Adat dan Pengageng Sasana Wilapa,

Kraton Surakarta Hadiningrat. 


A. Bangunan Karaton. 


Lingkungan Kraton Surakarta Hadiningrat memiliki nilai filosofi yang tinggi. Penggunaan bangunan Kraton Surakarta  secara resmi pada hari Rabo Pahing tanggal 17 Sura 1670. Bertepatan dengan tanggal 20 Pebruari 1745 Masehi. 


Kraton Surakarta tersebut dibangun oleh Ingkang Sinuhun Paku Buwana II. Beliau mendapat julukan Sinuwun Kombul. Lahir pada hari Selasa Pahing 23 Syawal 1634 atau 8 Desember 1711. Ayahnya bernama Sinuwun Amangkurat Jawi raja Mataram 1719-1726.


Masa kecil Sinuwun Paku Buwana II atau Gusti Raden Mas Praba Suyasa diasuh oleh Kanjeng Ratu Mas Balitar, Permaisuri Sinuwun Paku Buwana I raja Mataram tahun 1708 - 1719.


Menurut para sesepuh, bentuk bangunannya diumpamakan sebagai kraton Batara Hendra di Jonggring Salaka atau Kahyangan Kahendran. 


Gladhag


Untuk masuk ke dalam kraton Surakarta dimulai dari utara ke selatan. Dengan melewati gapura I yang disebut Galadhag. Dahulu gapura tersebut berupa pintu dari kayu yang di bawahnya diberi roda. Sekeliling pintu tersebut masih berupa tanah luas yang digunakan sebagai kandang hewan. Menurut dongeng, para ratu pada jaman kuno masih suka berburu. Bila mendapat hewan buruan yang masih hidup misalnya kijang, menjangan dan sebagainya, kemudian dimasukkan ke kandang tersebut.


 Bila salah satu hewan tersebut akan disembelih, maka ditangkap dengan cara digladhag atau digiring. Orang yang menjalankan pekerjaan tersebut dinamakan abdi dalem gladhag. Tempat tersebut kemudian dinamai Gladhag.


Pamurakan


Rampung melewati gapura I kemudian melewati gapura II yang disebut Pamurakan. Pada jaman dahulu berupa pintu beroda sebagai tempat untuk membagi bagikan daging hewan yang disembelih kepada para abdi dalem atau rakyat yang berhak mendapatkan. 


Watu ketheng


Kiri kanannya, yaitu di sebelah selatan gapura II terdapat batu kentheng, yang dahulu digunakan sebagai alas menyembelih hewan. Dari batu kentheng ke selatan, di bagian timur ditanam pohon beringin yang dinamakan Ringin Wok (putri). Di sebelah barat jalan, sebagai pasangannya dinamai Ringin Jenggot (putra).


Alun Alun 


Dari tempat kedua pohon beringin tersebut terdapat tempat yang sangat luas yang dinamakan Alun-alun. Tempat tersebut dulu digunakan sebagai tempat berlatih perang setiap hari sabtu dengan diiringi gendhing Kodhok Ngorek.


Di sekeliling Alun -alun, yaitu di sebelah utara, barat dan timur ada rumah yang berjajar-jajar yang dinamai Kapalan, yaitu tempat untuk istirahat para abdi dalem dan kuda kudanya ketika selesai berlatih perang. Setelah tidak ada lagi latihan perang, rumah-rumah tersebut digunakan untuk tempat beristirahat para abdi dalem bupati yang menghadap ke Kraton. 


Rumah tersebut kemudian dinamai Paseban. Di tengah alun-alun ditanami  pohon beringin kembar yang dikelilingi dengan pagar besi. 


Waringin kurung. 


Orang orang kemudian menyebutnya Waringin kurung.


 Pohon beringin yang berada di sebelah timur dinamai Jayadaru yang artinya kemenangan, yang di sebelah barat dinamai Dewandaru yang bermakna keluhuran.


 Tepat di sebelah selatan pohon beringin kembar terdapat rumah besar yang beratap gedheg (anyaman bambu) tiangnya dari bambu dan lantainya pasir. Rumah tersebut dinamakan Tatag Rambat.


Tatag Rambat


Setelah Sinuhun Paku Buwana X bertahta selama 6 windu (48 tahun), yaitu pada tahun Jawa 1843 atau tahun masehi 1913, Tatag Rambat kemudian dibangun menjadi beratap seng, tiangnya berupa pilar dan lantainya diplester.


 Adapun tiangnya berjumlah 48 sebagai peringatan masa pemerintahan Sinuhun Paku Buwana X yang tepat 48 tahun. Namanya kemudian diganti bukan lagi Tatag Rambat, tetapi dinamai Pagelaran atau Sasana sumewa. 


Tempat tersebut bila tiba hari besar dianggap tempat menghadapnya para patih dalem, para panewu, mantri bupati. Di depan Pagelaran ada tiga buah meriam. 


Kyai Pancawara


Paling timur bernama Kyai Pancawara, nama yang diambil dari sengkalan tahun Jawa yaitu Pandhita carem wuruking ratu (1567), sebagai pengingat tahun pembuatannya. Kyai Pancawara dibuat oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Hanyakra kusuma.


Kyai Sapu jagad. 


 Karena bentuknya yang lebih besar dari yang lainnya, maka orang orang menyebutnya Kyai Sapu Jagad.


Dua buah meriam yang berada di depan Pagelaran yang bentuk dan besarnya sama adalah hadiah dari priyayi manca. 


Kyai Swuh Brastha. 


Ada yang berada di sebelah timur bernama Kyai Swuh Brastha artinya hilang atau lebur.


Kyai Segara Wana. 


Sebelah barat bernama Kyai Segara Wana artinya laut dan hutan. Nama kedua meriam tersebut sebagai peringatan hilangnya kekuasaan Ingkang Sinuhun atas hasil hutan. Hasil hasil dari hutan tahun 1964, atas persetujuan para ahli, ketiga buah meriam tersebut dipindah.


Kyai Pancawara. 


 Kyai Pancawara di sebelah timur menghadap ke timur, Kyai Swuh Brastha dan Kyai Segara Wana diletakkan di kanan dan kiri tangga yang menuju Sitihingggil menghadap ke utara.


Kyai Santri. 


Bagian barat Pagelaran ada meriam kecil mengghadap ke barat bernama Kyai Santri buatan jaman dulu oleh Abdi Dalem Keparak. Di depan Pagelaran sebelah barat ada tugu sebagai tanda peringatan genap 200 tahun pindahnya kraton dari Kartasura ke Surakarta. Tugu tersebut dibuat pada tahun Jawa 1869 atau tahun masehi 1938.


Bangsal Pandengan


Depan Pagelaran pojok timur dan barat ada rumah beratap seng yang dinamakan Bangsal Pandengan. Bangsal tersebut digunakan sebagai tempat kuda tunggangan Ingkang Sinuhun yang berpakaian lengkap ketika sedang hari besar. 


Bangsal Paretan. 


Tempat timur dan barat bangsal Pemandengan ada bangsal bertiang pilar yang dinamakan Bangsal Paretan. Bangsal tersebut pada hari besar digunakan sebagai tempat kereta yang dihias lengkap tunggangan Ingkang Sinuhun.


Pada jaman dahulu, bila Ingkang Sinuhun akan bepergian, kereta sudah disiapkan di bangsal tersebut. Bangsal tersebut akhirnya dibongkar karena digunakan untuk jalan. Di sebelah timur bangsal Paretan sebelah timur, dulu ada kandang harimau. 


Bangsal Patalon


Untuk sebelah utara kandang harimau ada bangsal bernama Bangsal Patalon yaitu tempat memainkan gamelan pada hari Sabtu saat ada latihan perang dengan menaiki kuda. 


Bangsal Pacekotan. 


Bagian sebelah timur Pagelaran ada bangsal bernama bangsal Pacekotan yaitu tempat berkumpulnya orang orang yang akan menerima ganjaran dari Sinuhun.


Bangsal Pacikeran. 


Adapun sebelah barat Pagelaran ada bangsal yang digunakan sebagai tempat istirahat bagi orang orang yang akan menerima hukuman, disebut bangsal Pacikeran. 


Bangsal Martalulut


Untuk sebelah selatan Pagelaran bagian timur ada bangsal kecil bernama bangsal Martalulut. Tempat para abdi dalem yang mendapat tugas untuk memeriksa suatu perkara. 


Bangsal Singanagara. 


Sedangkan di sebelah barat sebagai pasangannya ada bangsal Singanagara. Yakni tempat untuk abdi dalem yang bertugas memutuskan suatu perkara.


Sela Pamecat. 


Bagian tengah tangga naik ke Sitinggil ada batu bernama Sela Pamecat. Pada jaman dahulu batu tersebut digunakan sebagai alas untuk menghukum masalah berat. 


Bangsal Pengrawit. 


Untuk tengah Pagelaran ada bangsal bernama Bangsal Pangrawit. Menurut cerita, bangsal tersebut berasal dari rumah di perahu yang digunakan Sang Prabu di Jenggala. Di tengah bangsal ada batu persegi. Menurut cerita, batu tersebut adalah tempat duduk Sang Prabu Hayam Wuruk di Majapahit.


Bangsal Pengrawit digunakan sebagai tempat duduk Sinuhun ketika sedang memberi perintah mengenai hal hal yang berkaitan dengan masalah pemberian ganjaran/hadiah atau mengadili perkara terhadap orang-orang yang bersalah.


Sitihinggil 


Sitinggil atau Sitibentar dibangun oleh  Ingkang Sinuhun Paku Buwana III. Beliau memerintah tahun 1749 - 1788. Menulis kitab Wiwaha Jarwa. 


 Nama lengkapnya Sitinggil Binata Warata, tahun pembuatannya ditandai dengan memberi sengkalan Siti Inggil Palenggahaning Ratu, Tahun Jawa 1701 atau tahun Masehi 1774. 


Konten Wijil 


Untuk naik ke Sitinggil harus melewati sebuah pintu yang disebut Konten Wijil, artinya keluarnya gagasan atau ucapan. Meriam yang dijajarkan seperti pagar besi menelung Sitinggil, dari barat ke timur namanya masing maisng adalah:


1. Kyai Bringsing, pemberian dari negeri Siam. 


2. Kyai Bagus, hadiah eksekutif perusahaan. 


3. Kyai Nangkula, pemberian pengusaha internasional. 


4. Kyai Kumbarawa, buatan Mataram tahun jawa 1545.


5. Kyai Kumbarawi, buatan Mataram tahun jawa 1545


6. Kyai Sadewa, pemberian investor Timur Tengah. 


7. Kyai Alus, pemberian sahabat Asia Tengah. 


8. Kyai Kadhal Buntung atau Kyai Pamecut atau Kyai Maesa kumali, buatan Mataram.


Meriam-meriam tersebut yang berpasangan ada 3 pasang (6 buah). Hal tersebut sebagai wujud simbol panca indra (lubang telinga: 2, mata: 2, lubang hidung: 2).


Bangsal-bangsal yang ada di Sitinggil:


1. Bangsal Sewayana, dibangun oleh Ingkang Sinuhun Ingkang Minulya saha Wicaksana Paku Buwana X pada tahun 1843 Jawa atau 1913 Masehi. 


2. Bangsal Manguntur tangkil, singgasana Ingkang Sinuhun pada hari raya, misalnya:


a. Grebeg Mulud pada tanggal 12 Rabingulawal


b. Grebeg Idul Fitri


c. Grebeg Idul Adha tanggal 10 Besar.


3. Bangsal Witana, tempat untuk para abdi dalem yang membawa ampilan upacara kraton pada hari raya.


4. Bale Manguneng, tempat untuk meletakkan meriam Nyai Setomi.


5. Bangsal Ngalun alun, tempat untuk memainkan gamelan pada hari besar atau hari raya.


6. Bangsal Gandhek Tengen, tempat untuk menabuh gamelan Kodhok Ngorek pada hari besar atau hari raya.


7. Bangsal Balebang, tempat untuk menyimpan gamelan. Gamelan gamelan yang disimpan di sana yaitu:


a. Kyai Singakrura, gamelan untuk mengiringi latihan perang.


b. Kyai Rendeng, gamelan untuk mengiringi latihan olahraga.


c. Gamelan Senggani raras atau Gentana, bisa digunakan untuk mengiringi gendhing kilenan atau wetanan. Ini buatan R. Lurah Sastrawidata Gurawan.


d. Kyai Sukasih.


e. Kyai Pamedharsih.


f. Kyai Banjit, dimainkan sebagai tanda datangnya hari besar.


Adapun yang  disimpan di dalam kamar. 


a. Bendhe Kyai Samparan.


b. Bendhe Kyai Dewadenta.


c. Gong Kyai Surak.


d. Gong Kyai Kanigara.


e. Gong Kyai Kumitir.


f. Gong Kyai Bajraherawana.


g. Bangsal Gandhek Kiwa, tempat menyediakan makanan pada hari raya.


Keluar dari sitinggil melewati pintu bernama Pintu Renteng. Artinya ragu ragu, juga berarti perang batin, juga bisa diartikan samar samar.


B. Perawatan Bangunan Karaton. 


Lawang Renteng. 


Dari pintu Renteng ke selatan masuk ke pintu gapit yang bernama pintu Brajanala. Braja artinya tajam, nala artinya hati. Makna hati yang tajam. 


Brajanala


Di kiri dan kanan pintu bagian luar ada bangsal, yaitu bangsal Brajanala. 


Bangsal wisamarta. 


Di bagian dalam kanan dan kiri pintu ada bangsal bernama bangsal Wisamarta, artinya air racun. Di atas pintu bagian tengah ada selembar kulit lembu berbentuk persegi sebagai sengkalan memet lulang sapi siji = 8, ilang = 0, sapi = 7, siji = 1, yaitu tahun Jawa 1708 atau tahun masehi 1782. 


Legunder


Tahun 1782 tersebut adalah tahun pembuatan pintu Brajanala, yang dibuat oleh Sinuhun Paku Buwana III. Di sebelah barat ada bangsal yang dahulu merupakan tempat penjagaan (prajurit kavaleri  juga disebut Legunder). 


Prajurit ini berkewajiban menjaga kraton. Menurut cerita para sesepuh, Legunder yang menjaga kraton mendapat makan dan uang dari Sinuhun Dalem.


Maderata


Bagian sebelah timur ada bangsal tempat penjagaan para prajurit. Di sebelah selatan pintu Brajanala ada teras yang disebut Maderata. Jika ingkang Sinuhun akan naik kereta, naik dan turunnya di bangsal tersebut.


Dari Maderata masuk ke kraton melewati sebuah pintu besar yang disebut pintu Kamandungan, yang berarti berhenti.


 Menurut cerita para leluhur, dahulu ketika masih jaman Kadewatan, pintu Kamandungan tersebut merupakan tempat perhentian R. Janaka menunggu panggilan Batara Hendra. 


Radya laksana. 


Lambang Karaton Surakarta Hadiningrat. Di atas pintu Kamandungan ada gambar lambang kerajaan Jawa, yaitu kapas, padi, dan mahkota raja. Makna yang terkandung di dalamnya yaitu kapas sebagai lambang sandang, padi melambangkan pangan, mahkota melambangkan keluhuran. 


Lambang tersebut mengandung makna, kalau hidup bukan hanya untuk mencari pangan dan sandang, tetapi juga harus mencari/mencapai cita-cita luhur disertai dengan tapa brata.


Cermin juga unsur penting. Di bagian dalam pintu terdapat cermin besar yang menempel di tembok. Cermin tersebut dipasang di sana bukan hanya untuk mematut diri dalam berbusana, namun mengandung makna lebih dalam.


 Yaitu agar orang orang yang ingin ke kraton melihat kembali pada dirinya. Agar mereka memiliki hati yang suci karena di dalam kraton masih banyak tempat tempat yang keramat.


Bale Marcukundha. 


Setelah melewati pintu Kamandungan, di situ ada bangsal, di sebelah timur bernama bangsal Marcukandha, tempat menghadap para abdi dalem prajurit. Pada jaman dahulu tempat tersebut digunakan sebagai tempat untuk menjatuhkan putusan atau ancaman terhadap para abdi dalem yang berbuat kesalahan.


 Sedangkan bangsal yang ada di sebelah kanan bernama bangsal Sumarakarta. 


Pada jaman dulu digunakan sebagai tempat untuk melantik para abdi dalem panewu, mantri, selanjutnya digunakan sebagai tempat menghadap para abdi dalem dalam kraton. 


Sri Manganti. 


Dari pelataran tengah bangsal lalu ke sebelah selatan masuk pintu besar lagi yang dinamai pintu Sri Manganti. Artinya sri = ratu, manganti = menunggu. Menurut dongeng, pintu tersebut pada jaman Kadewatan adalah tempat Batara Hendra menunggu menghadapnya Raden Arjuna. 


Pintu Sri Manganti tersebut dibangun oleh Ingkang Sinuhun Paku Buwana IV pada tahun Jawa 1718, tahun masehi 1792. Di atas pintu terdapat lambang kerajaan yaitu Sri Makutharaja. Di kiri dan kanan pintu terdapat gambar kapas, padi.


 Gambar gambar tersebut memiliki maksud, bahwa keluhuran sebuah negeri adalah jika cukup sandang dan pangan.Di atas pintu kantor Sri Manganti ada gambar sebagai sengkalan tahun Jawa yaitu: Sanjata kasalira rasaning narendra (tahun Jawa 1685). 


Sawo kecik 


Untuk sebelah barat juga ada sengkalan sanjata tepun rasaning janma (tahun Jawa 1585). Sengkalan tersebut merupakan peringatan pembuatan pintu Sri Manganti. Dari pintu Sri Manganti masuk ke timur sedikit sampai ke sebuah pelataran yang ditanami pohon sawo kecik, jumlahnya 88 pohon.


Jumlah 88 pohon sawo kecik tersebut merupakan kata-kata Ingkang Sinuhun Paku Buwana X pada tahun 1888 (Jawa), bahwa Jawa tidak lagi dikuasai Belanda dan keadaan negara semuanya serba. Makna sarwa, asal dari sawo, baik becik asal dari kecik. 


C. Dalem Ageng Praba Suyasa. 


1. Praba Suyasa (dalem ageng),


 menghadap ke selatan. Tempat untuk para putri ketika menghadap jika ada keperluan di kraton.


2. Parasetya,


 tempat duduk Ingkang Sinuhun Dalem untuk menonton wayang kulit jika kraton menanggap wayang. Pada masa Sinuhun Paku Buwana X, Parasetya digunakan sebagai kantor sehari-hari untuk menemui para tamu non dinas.


3. Sasana Sewaka,


 tempat duduk Sinuhun jika sedang duduk di tahta. Di belakang tempat duduknya dihiasi dengan Traon yang disebut Bale Bula Sri


4. Pendhapa Ageng,


 menghadap ke timur. Rumahnya menghadap ke selatan. Pada masa Sinuhun Paku Buwana X, pendhapa ageng tersebut digunakan untuk duduk yaitu tiap-tiap hari Senin dan Kamis. 


5. Sasana Handrawina,


 digunakan untuk tempat makan bersama bila ada tamu kehormatan, yang terutama adalah digunakan untuk makan bersama dengan para putra sentana bila di kraton sedang ada acara.


6. Paningrat, teras mengelilingi Pendhapa Ageng.


7. Maligi, tempat untuk khitan para putra Sinuhun.


8. Kyai Kaduk Manis


Di sebelah selatan Pendhapa Ageng terdapat tempat untuk gamelan Kyai Kaduk Manis dan Kyai Manis Rengga. Gamelan tersebut dimainkan setiap hari Senin. 


Tiap hari rabu dimainkan untuk mengiringi latihan tari Srimpi.


Sedangkan pada hari sabtu dimainkan untuk mengiringi latihan tari Bedhaya. 


9. Di sebelah timur pelataran ada 3 buah bangsal, yaitu:


a. Bangsal Bujana,


 di sebelah selatan. Digunakan untuk menyuguhi makanan bagi para pengikut tamu kehormatan yang berkunjung ke kraton.


b. Bangsal Pradangga, 


di bagian tengah. Tempat untuk memainkan gamelan jika kraton sedang ada hajatan.


c. Bangsal rengga


 yang berada di sebelah utara digunakan sebagai tempat untuk memainkan musik atau orkes bila kraton sedang ada hajatan.


10. Sasana prabu,


 yaitu kantor yang digunakan oleh Sinuhun Prabu. Sasanaprabu berada di sebelah selatan Parasedya. Sedangkan wakilnya berkantor di sebelah utara Parasedya.


11. Bangunan bangunan yang mengelilingi pelataran dan digunakan sebagai kantor bagi kraton:


a. Sasana Wilapa kantor Sekretariat


b. Panti Wardaya


 kantor bendahara


c. Reksa Hardana


 kantor kas kraton


d. Bale Kretarta kantor perlengkapan. 


Busana Ratu Kidul. 


Ada tromol seng yang diletakkan di atas meja persegi dan diapit dua buah kursi. Menurut kisah tromol tersebut berisi pakaian Kanjeng Ratu Kidul yang disediakan sebagai pakaian ganti jika berkunjung ke kraton.


Titisan Dewi Kilisuci. 


Ketika Kanjeng Ratu Pembayun, putri Sinuhun Paku Buwana VII, yang tidak mau menikah, karena titisan Dewi Kilisuci. 


Kenthong Gobyok 


Hampir tiap bulan mendengar suara kenthong gobyog, suara kentongan yang dibunyikan dimana mana yang disebut Lampor.


 Lampor tersebut adalah sebagai tandha datangnya Kanjeng Ratu Kidul, dan yang menemuinya adalah Kanjeng Ratu Pembayun. 


Tutup Saji. 


Tempat untuk menemuinya adalah di Tutup Saji. Jadi kursi yang mengapit meja tadi sebagai tempat duduk Kanjeng Ratu Kidul dan Kanjeng Ratu Pembayun. Setelah Kanjeng Ratu Pembayun meninggal sudah tidak terdengar lagi suara lampor.


D. Panggung Sangga Buwana. 


Nama panggung Sangga Buwana diambil dari sengkalan Jawa. kata panggung dari aksara Jawa: pa gedhe = angka 8, song = 0, ga gedhe (aksara Jawa) = 7, buwana = 1. Jika dikumpulkan angka yang ditunjuk adalah 1708 (Jawa), tahun masehi 1782. 


Sengkalan memet. 


Puncak panggung juga ada sengkalan memet (sengkalan berwujud gambar atau barang), yaitu gambar naga terbang ditunggangi seseorang, dibaca : naga muluk tinitah janma. Naga = 8, muluk = 0, tinitah = 7, janma = 1. 


Jadi menyebutkan tahun Jawa 1708. Sengkalan tersebut sebagai tanda peringatan pembangunan panggung Sangga Buwana. Yang membangun adalah Sinuhun Paku Buwana III. Beliau mendapat gelar Sinuwun Suwarga. 


Wiwara Kenya 


Bagian sebelah utara Pendhapa Ageng ada pintu yang disebut pintu Wiwara priya. Di sebelah selatan ada pintu Wiwara kenya.


Konten ijo. 


Sebelah selatan pelataran ada pintu bernama Konten Ijo atau pintu Sri Mangunti kidul. Di sebelah selatan pintu Ijo ada pintu bernama pintu Magangan.


Talangpaten. 


Kereta Milik Kraton


Di depan pintu Talangpaten ada bangunan untuk kereta tunggangan Sinuhun Dalem.


E. Wahana Kereta 


 Urutan nama kereta tersebut dari sebelah timur ke barat yaitu:


1. Kyai Retna Juwita, digunakan untuk wakil Ingkang Sinuhun ketika akan menghadiri undangan rapat.


2. Kyai Siswanta, dipakai untuk menjemput keluarga kraton. 


3. Kyai Maraseba,


 dipakai untuk menjemput tamu dari dalam negeri.


4. Kyai Retna Pambagya,


 untuk menjemput tamu dari luar negeri.


5. Kyai Rajapeni, untuk kendaraan bila Sinuhun ingin pesiar atau berkeliling kota.


6. Kyai Retna Sewaka, 


kendaraan Sinuhun ketika akan melayat.


7. Kyai Garudhapura, untuk menjemput tamu kehormatan.


8. Kyai Garudha Kancana, 


dipakai untuk kirab setelah pengangkatan raja, dengan upacara kraton.


9. Kyai Manik Kumala, 


dipakai sebagai kendaraan untuk memeriksa pasukan ketika akan melakukan parade atau digunakan untuk pesiar pengantin putra dalem, tujuh hari setelah panggih.


Bangunan dan piranti Karaton Surakarta Hadiningrat mengandung makna filosofis. Terkait dengan asal udul kehidupan. Itulah hakikat sangkan paraning dumadi.


F. Pengembangan industri


Pabrik gula Manisharjo, 

Pabrik kopi Kembang, 

Pabrik teh Ampel,

Pabrik tembakau Tegalgondo, 

Pabrik Sari Petojo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babad GKR WANDANSARI

Adipati Dayaningrat Pengging Sepuh

Asal Usul Leluhur Prabowo Subianto