Pundhen Watudakon Bulurejo Gondangrejo Karanganyar

 Pundhen Watudakon Bulurejo Gondangrejo Karanganyar


Dr Purwadi, SS M.Hum.
Universitas Negeri Yogyakarta


A. Kearifan Lokal


Masyarakat Bulurejo Gondangrejo Karanganyar memiliki tradisi. Nilai luhur tradisional itu diwariskan secara turun temurun. Warisan dilestarikan demi menjaga marwah leluhur. 


Ungkapan kearifan lokal diungkapkan dengan istilah Jawa. Yakni nguri uri seni edi peni, budaya adi luhung. Edi peni berhubungan dengan gagrak keindahan. Adi luhung berhubungan dengan gagrak keluhuran. 


Pucung


Ilmu iku kelakone kanthi laku, 

Lekase lawan kas, 

Tegese kas nyantosani,

Setya budya pangekesing dur angkara. 


Ajaran serat wedhatama itu disampaikan oleh Sri Mangkunegara IV. Gagasan dan penerapan hendaknya berjalan beriringan. Hubungan dengan alam serta lingkungan mesti selaras serasi seimbang. Mengasah mingising budi, memasuh malaning bumi. Bahwasanya peradaban perlu disokong dengan keutamaan. 


Nilai kearifan lokal berkaitan dengan interaksi teologis, antropologis dan ekologis. Teologis terkait hubungan vertikal. Masyarakat desa terbiasa dengan renungan, yang meliputi tata panembah jati, sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula gusti. 


Untuk itu para sesepuh mengajarkan sikap andhap asor. Orang harus rendah hati. Ora pareng adigang adigung adigung. Sifat congkak ndhangak semestinya dihindari jauh. Budi luhur kulinakna, watak asor singkirana. Itulah jalan memperoleh kasampurnan. 


B. Pelestarian Lingkungan


Lingkungan hidup atau faktor ekologis mendapat perhatian utama. Jagad gumelar lan jagad gumulung, merupakan bagian pokok mikrokosmos dan makrokosmos. Kewajiban manusia untuk menjaga kelestarian alam. 


Dolanan anak merupakan sarana tepat. Kesadaran untuk melestarikan lingkungan terdapat dalam dolanan dakon, gobak sodor, pathok dhigle, cirak. Padhang bulan kekencaran, ri sedheng purnama sidi. Wahana komunitas tradisi, agar alam selalu rahayu lestari. 


Adat istiadat yang tidak tertulis sebagai folklor. Rangkaian tata cara berlangsung berabad abad. Misalnya kegiatan yang dilaksanakan di Punden Watudakon Gunungduk Bulurejo Gondangrejo Karanganyar. Tentu saja aktivitas kultural itu bernilai simbolik. Orang Jawa suka dengan wulang wuruk yang penuh perlambang. 


Dhandhanggulu


Sasmitaning ngaurip puniki,

Mapan ewuh yen datan weruha,

Tan jumeneng ing uripe, 

Akeh kang ngaku ngaku, 

Pangrasane pan wus udani, 

Tur durung wruh ing rasa, 

Rasa kang satuhu, 

Rasane rasa punika, 

Upayanen darapon sampurneng dhiri, 

Ing kahuripanira. 


Wejangan serat Wulangreh itu diberikan oleh Sinuwun Paku Buwana IV. Inti sarinya mengenai kepekaan hati, ketajaman batin. Oleh karenanya seseorang dianjurkan untuk terus belajar. Basa ngelmu mupakate lan panemu. Kedudukan ilmu memancarkan kawibawan kawidadan. 


C. Toleransi atas Keberagaman. 


Pujangga Karaton Surakarta Hadiningrat begitu kalokengrat. Raden Ngabehi Ranggawarsita memberi wedharan estetis. Beda beda hardaning wong saknegara. Keberagaman disikapi penuh toleransi, mawas dhiri, tepa salira. 


Cocok dengan semboyan kenegaraan. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda beda tetapi tetap satu. Karya Empu Tantular kerajaan Majapait selalu relevan, nuting jaman kelakone. Kitab Sutasoma menjadi warisan literasi bermutu tinggi. 


Kerajaan Demak Bintara didukung Wali Sanga. Wulangan bertumpu pada nilai spiritual sosial kultural. Ilir ilir tandure wis sumilir. Harapan masa depan tampil cerah ceria. Arab digarap, Jawa digawa menghadirkan keselarasan. Sariat tarikat hakikat makrifat disajikan dengan kearifan lokal. Yaitu sembah raga cipta jiwa rasa. Orang tua memahami sebagai rasa jati, sari rasa jati, sarira sajati. Naga sari tinggal, nagara satunggal. Kesadaran nasional untuk membina nilai kebangsaan. 


Budaya tradisional diharapkan senantiasa tampil handal. Kontribusi supaya memperkokoh kepribadian nasional. Kemanusiaan diungkapkan dengan amemangun karyenak tyasing sesama. Piranti penting untuk sambang sambung sawang srawung tulung tinulung. 


Gula Klapa


Gula klapa abang putih sang dwi warna, 

Gula klapa iku minangka pratandha, 

Sagung warga nusantara, 

Tunggal cipta rasa karsa, 

Budi luhur kulinakna, 

Watak asor singkirana.


Humanisme dan nasionalisme bertolak dari akar budaya bangsa. Negara Kesatuan Republik Indonesia makin jaya makmur cemerlang. Tradisi budaya dari Sabang sampai Merauke sungguh kaya raya. Warisan besar ini harus lestari. Nusantara turut serta dalam usaha perdamaian dunia. 


Biodata. 


Dr Purwadi, SS, M.Hum.

Lahir di Nganjuk, 16 September 1971.

Pendidikan SD SMP SMA di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. 


Pendidikan Sarjana di Fakultas Sastra UGM 1995.

Program Pasca Sarjana Filsafat UGM tahun 1998

Program Doktor UGM tahun 2001.


Dosen di Jurusan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa Seni dan Budaya, Universitas Negeri Yogyakarta. 

Ketua LOKANTARA atau Lembaga Olah Kajian Nusantara. 

Ketua Sanggar Seni Pustaka Laras. 


Menulis buku Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Babad Kartasura dan Babad Surakarta. 


Pernah mengajar seni budaya Jawa di Negeri Belanda, Jerman, Inggris, Singapura, Malaysia dan Indonesia. 


Tinggal di Jl kakap raya 36 Minomartani Yogyakarta. HP 087864404347


Karanganyar, 15 Desember 2024

Komentar

  1. Alhamdulillah acaranya sangat meriah di Dakon Fest. Terimakasih pak Purwadi sudah menghadiri dan memberikan edukasi ke warga bulurejo tentang seni dan budaya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babad GKR WANDANSARI

Adipati Dayaningrat Pengging Sepuh

Kidung Idul Fitri