Lawang PituS

 Lawang Pitu


Purwadi, 
Ketua Lokantara


Komunitas Caraka merupakan wadah para pengajar perguruan tinggi dalam bidang budaya. Pada hari Minggu Pahing, 27 Oktober paguyuban dosen ini berkunjung ke Kraton Surakarta Hadiningrat. Bertemu dengan GKR Wandansari, pangageng Sasana Wilapa. 


Telah hadir perwakilan Caraka dari Sumenep, Medan, Bali, Solo dan Yogyakarta. Materi yang dibahas meliputi makna simbolik struktur bangunan Kraton Surakarta. Uraian tentang tujuh pintu serta arti etis filosofis. Pintu disebut juga lawang atau kori.


1. Kori Gladhag

Nama gladhag berarti tempat untuk menyembelih hewan buruan. Papan kanggo mragat kewan buron. 


Proses berburu hewan di hutan diberi istilah mbebedhag. Anelasak wana wasa, tumurun ing jurang terbis. Nyasar gegodhongan, nrasak gegrumbulan, nglangkungi supitaning gunung gunung. Datan boleh pringga bayaning marga. Eling eling trahing kusuma, rembesing madu. 


2. Kori Pamurakan

Arti pamurakan yaitu pembagian tanpa hitungan. Hasil hewan buron dibagi secara acak. Tanpa penimbangan. Masing masing memperoleh bagian yang berbeda. Ini lambang rejeki dari Tuhan. Tiap orang berbeda beda. Besar kecilnya harta berlainan. Maka harus diterima dengan lapang dada.


Beda beda panduming dumadi. Mula kudu sugih panarima. Pandam pandom panduming dumadi. Urip ibarat cakra manggilingan. 


3. Kori Ringin Kembar

Ringin kembar di alun alun ibarat pintu gerbang di ara ara. Yakni Dewandaru dan Jayandaru. Tatapan ke atas terlihat langit biru. Mata memandang sebatas pada birunya angkasa. Kemampuan fisik manusia selalu terbatas. Dua ringin kembar seperti kosok balen. Siang malam, pagi sore, pria wanita, panas dingin, besar kecil. Keduanya saling melengkapi. 


Simbol material diwujudkan benda oleh oleh sekitar pasar Klewer. Simbol spiritual diwujudkan bangunan Masjid Agung. Manusia diberi kewenangan untuk memilih. 


3. Kori Mijil

Berupa pintu berundak undak. Dari sasana sumewa pagelaran menuju sihinggil. Memperoleh kemuliaan perlu berusaha. Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai. Jalan berundak undak mesti dilalui. Halangan dan cobaan datang silih berganti. Syaratnya harus sabar. Mijil berarti keluar.


Segala masalah bisa diselesaikan dengan usaha sungguh sungguh. Sesudah keluar dari sasana sumewa pagelaran, kepribadian seseorang tambah paripurna. 


4. Kori mangu

Mangu berarti ragu ragu. Pekerjaan apa saja perlu tekat kuat, semangat kokoh. Madhep mantep. Tidak boleh mangu mangu. Keraguan membuat bimbang. Kecil hati mengendurkan cita cita. Gagasan lantas melemah. Berjuang sekuat tenaga. 


Leng lenging driya mangu mangu. Mangun kung kadhuwan rimang. Lir lena tanpa kanin. Tan tulus amengku dyah utama. 


5. Kori Brajanala

Braja berarti tejam. Nala berarti hati. Ketajanan hati untuk menghadapi tantangan cobaan ujian. Eling lan waspada demi sensibilitas. 


Dengan cara cegah dhahar lawan guling. 

Serat wulangreh menerangkan cara untuk menuju pencerahan jiwa. Padha gulangen ing kalbu, ing sasmita amrih lantip.


6. Kori Gapit

Jelas sekali kori gapit mengandung makna pintu yang menjepit. 

Bebas dari keraguan langsung mendapat tantangan. Kadang kala datang dari orang dekat. Pasti bikin hati sakit. Kalau tidak kuat bisa putus asa. 


Lawang gapit bermakna pintu yang selalu menjepit. Langkah diwajibkan hati hati. Waspada terhadap segala perubahan. Maca ombaking kahanan. Balerata telah menanti. Yakni tempat kereta berhenti. Lepas dari kori gapit, maka kehidupan berjalan lurus datar dan rata. Hambatan berkurang. Tapi jangan kesandhung ing rata. Usaha hampir tercapai. 


7. Kori 

Kamandhungan


Kamandhungan berasal dari kata pandhu. Pandhu berarti wewarah, wulang Wuruk, ajaran, penerangan, petunjuk. Orang sudah mendapat tontonan tuntunan tatanan. Cita cita mulia terarah. Bisa masuk dengan benar. 




Perjalanan pisowanan telah tepat. Untuk selanjutnya ke sri manganti. Bale smarakata dan bale marcukundha membuat renungan. Yaitu penantian untuk mendapat penghargaan. Ganjaran tikel matikel.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Usul Leluhur Prabowo Subianto

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.