ISTANA MAJAPAHIT PELOPOR BUDAYA
ISTANA MAJAPAHIT PELOPOR BUDAYA
Dr HR Wijaya M.Si.
Pengelola Rumah Budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland Kutoarjo Purworejo.
HP 08127113999
Bagian I
A. Keagungan Istana Majapahit
Budaya merupakan hasil olah cipta rasa karsa. Berdirinya rumah budaya menjadi ajang untuk mengasah kreativitas. Pada lingkup yang lebih luas jelas sarana untuk memperkokoh jatidiri bangsa.
Perlu dipahami latar belakang rumah budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland. Nama Pait terang sekali berhubungan dengan kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya.
Kerajaan Majapahit yang berdiri tahun 1293 berada di desa Tarik. Dengan dibantu Arya Wiraraja dari Sumenep Madura, maka perjuangan pendiri Majapahit berhasil gemilang. Majapahit mengalami masa keemasan.
Teladan utama ini mendorong generasi sekarang untuk menerus warisan leluhur. Jasmerah, jangan sekali kali meninggalkan sejarah. Masa lampau menawarkan nilai kejayaan.
Arti Tungtung Pait.
Tungtung berarti berkumandang atau bergema. Pait berarti tantangan. Dengan demikian Tungtung Pait bermakna tekat semangat.
Makna filosofis yang amat dalam. Keadaan gagasan yang menggema, meskipun penuh dengan tantangan.
Tekat kuat yang berkumandang itu seperti sejarah Majapahit. Perjuangan Raden Wijaya dalam mendirikan Kerajaan Majapahit penuh dengan jiwa kepahlawanan.
B. Pelestarian Seni Budaya Majapahit
Lingkungan rumah budaya Tungtung Pait Cityland Wijaya sungguh aman damai. Joglo tradisional dibangun indah megah gagah mewah. Kanan kiri tampak sawah yang menghijau. Pandangan segar ijo royo royo. Tanaman padi tumbuh subur. Simbol kecukupan sandang pangan papan.
Pohon kelapa menjulang tinggi. Berjajar jajar rapi. Dari jauh kelihatan dengan segala keramahan. Burung berlompatan. Berkicau menambah suasana makin asri.
Jalan ke arah stasiun besar Kutoarjo begitu halus mulus. Rumah budaya memperlancar program desa wisata. Inilah gambaran negeri gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.
Kegiatan rumah budaya dalam rangka pelestarian seni tradisional. Pentas seni jathilan melibatkan masyarakat sekitar.
Nilai keagamaan dilakukan dalam rangka membina rohani. Jiwa raga perlu dibina, agar keimanan dan ketakwaan makin berakhlakul karimah.
Gotong royong dikerjakan dengan semangat pengamalan Pancasila. Maka pendidikan juga diperhatikan. Suatu saat dilaksanakan pengabdian kepada masyarakat bekerja sama dengan kampus Yogyakarta.
Program rumah budaya Wijaya Tungtung Pait mendapat dukungan berbagai pihak. Pengembangan seni budaya bertambah maju dan lestari. Warisan Majapahit perlu diteliti terus.
C. Warisan Majapahit
Prabu Brawijaya VII
didaulat sebagai pengendali istana Majapahit pada tanggal 12 Maret 2020. Rumah Budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland meriahkan Idul Adha dengan Kurban dan Jathilan
Istimewa sekali. Peringatan hari raya Idul Adha 2023 kali sungguh meriah. Acara budaya menyertai praktek beragama. Inilah wujud akulturasi kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai Bhinneka Tunggal Ika.
Seekor sapi dipersembahkan kepada masyarakat sekitar Tungtung Pait Kutoarjo Purworejo, Jawa Tengah. Gema takbir berkumandang di awang awang. Idul kurban meniru amal shaleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Risalah kenabian dilanjutkan oleh pengasuh rumah budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland secara kreatif dan inovatif.
Masyarakat berpartisipasi aktif. Mulai dari membersihkan tempat, mengasah pisau, menuntun lembu, membawa wadah daging. Guyub rukun bersatu padu. Ibu ibu sibuk masak di dapur. Kerja sukarela dengan gegap gempita. Lila lan legawa kanggo mulyane negara.
Daging kurban dibagi secara adil dan merata. Kawula alit ndherek gumuyu. Setahun sekali menikmati lezatnya daging sapi yang dimasak menjadi sate, gule, rendang dan pindang. Dhahar eca lenggah sekeca.
Jelas sekali kontribusi rumah budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland. Kono kene kono kene, gotong royong nyambut gawe. Kebersamaan, kemitraan dan keterbukaan menciptakan suasana ayem tentrem aman damai.
Dr HR Wijaya M.Si, dosen UIN Raden Patah Palembang benar benar ajur ajer. Mancala putra, mancala putri. Teguh dalam berprinsip, luwes dalam penampilan. Komunitas seni budaya yang tergabung dalam Paguyuban Trah Kerajaan Majapahit memberi gelar kehormatan Sinuwun Prabu Brawijaya VII. Gelar budaya ini sebagai bentuk pengabdian. Yakni mengembangkan kebudayaan nusantara, demi memperkokoh jatidiri bangsa.
Untuk itu pada hari Sabtu, 1 Juli 2023 diselenggarakan pentas seni jaran kepang. Pagelaran kesenian kuda lumping begitu populer. Rakyat berduyun duyun. Mereka hadir karena rindu seni. Selama masa pandemi covid sejak 17 Maret 2020, kegiatan seni praktis berhenti total. Inisiatif pementasan seni Jathilan ini ibarat embun penyejuk. Rumah budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland pelopor pengembangan seni.
Kuda kepang selalu menampilkan pangeram eram. Yakni peristiwa ndadi. Pemain bergerak dengan di luar kesadaran. Ada yang makan beling atau kaca. Ada yang berjalan menerobos nyala api. Tentu disertai dengan ilmu tenaga dalam. Ilmu mistik kejawen ini mengundang penasaran dan decak kagum.
Berkat keahlian sesepuh paguyuban seni, peristiwa ndadi itu bisa diatasi. Tentu saja ilmu kasepuhan dianggap lebih tinggi. Dr HR Wijaya M.Si dilibatkan dalam pementasan. Dengan berbusana khas kejawen klasik. Tampak aura wibawa.
Akulturasi budaya yang dipelopori rumah budaya Wijaya Tungtung Pait Cityland perlu didukung. Pemerintah dan masyarakat pasti mendapatkan pencerahan. Seni budaya merupakan pelita yang senantiasa menyala. Nyala yang terus terang dan terang terus.
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah beruntung sekali. Untung yang berlipat ganda. Pelestarian budaya bersamaan dengan amal ibadah agama. Terbukti butir butir kearifan lokal bertaburan di bumi pertiwi.
Bagian II
A. Istana Majapahit dari Masa ke Masa.
Telisik historis tentang Purworejo pada jaman Kerajaan Medang Kamulan.
Tersebutlah kerajaan Medang Kamulan yang tersohor sebagai negeri panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Rakyat hidup subur makmur, sejahtera lahir batin, murah sandang pangan papan. Mereka suka gotong royong, gugur gunung, guyub rukun, bersatu padu. Lila lan legawa kanggo mulyane negara.
Kerajaan Medang Kamulan disebut pula Medang Kawitan, Medang Gele, Medang pagele, Medang Pagelen, Medang Bagelen. Kata Medang merujuk pada suasana keselamatan, ketentraman, kemakmuran, kemeriahan, keramaian. Kawitan berarti permulaan. Keselamatan yang diiringi kemakmuran sepadan dengan kata raharjo, harjo, rejo. Permulaan sepadan dengan kata purwo. Inilah penjelasan makna kata rejo dan purwo. Bisa dibalik menjadi kata majemuk Purworejo.
Raja Medang Kamulan bernama Kanjeng Sinuwun Prabu Empu Sindok. Beliau memerintah tahun 961 sampai 998. Pemerintahan Mataram yang beribukota di daerah Dulangmas dipindah ke tepi muara Kali Brantas. Waktu itu pageblug mayangkara terjadi di sekitar kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Sundara, Sumbing, Dieng, Slamet. Demi keselamatan bersama beliau memindahkan ibukota Kerajaan Mataram Dulangmas. Itu pun atas petunjuk wangsit gaib Syekh Subakir, saat Sang raja bertapa di Gunung Tidar.
Empu Sindok bergelar pula Kanjeng Sinuwun Prabu Suwelorojo. Pada tahun 998 beliau lengser keprabon madeg pandita. Sudah tepat waktunya tahta kerajaan Medang Bagelen diserahkan kepada putranya. Pangeran Pati telah diberi bekal yang cukup. Segala macam ilmu pengetahuan dipelajari. Ilmu Ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan kemasyarakatan dikuasai dengan sempurna. Termasuk belajar tuntas tentang kawruh sangkan paraning dumadi.
Putera mahkota kerajaan Medang Kemulan temahsyur gagah berani, lincah cerdas. Namanya Joko Panuhun. Joko berarti pemuda. Panuhun bermakna tempat memohon. Secara singkat Joko Panuhun menjadi tempat berkeluh kesah bagi seluruh rakyat Medang Kamulan. Joko Panuhun menjadi tumpuan harapan bangsa. Pada tahun 998 secara resmi Joko Panuhun dilantik menjadi raja Medang Kamulan. Bergelar Kanjeng Sinuwun Prabu Darmawangsa Teguh. Berkuasa penuh atas masyarakat di wilayah perkotaan pedesaan pegunungan. Pergantian kekuasaan berjalan mulus adem ayem, lulus raharjo.
Abdi dalem Purwo Kinanthi adalah pegawai istana Medang Kamulan yang bertugas mengurusi tata cara ritual. Mereka mahir dalam bidang adat istiadat kerajaan Medang Kamulan. Peringatan jumenengan, ulang tahun kerajaan, sesaji rajaweda, upacara Suran, kirab pusaka menjadi wewenang abdi dalem purwo Kinanthi. Roh kerajaan terletak pada upacara ritual. Jiwa kewibawaan raja terletak pada kelengkapan sesaji. Maka posisi abdi dalem Purwo Kinanthi begitu strategis.
Koordinator abdi dalem Purwo Kinanthi dijabat oleh pasangan suami istri. Namanya Joko Pramono dan Roro Wetan. Mereka sudah berpengalaman dalam pengabdian. Termasuk pegawai paling senior. Bekerja sejak jaman kerajaan Medang Kamulan dipegang oleh Empu Sindok. Selama menjalankan tugas kenegaraan, Joko Pramono dan Roro Wetan selalu berprestasi. Jasa mereka sangat besar. Sang raja pun begitu sayang pada keduanya. Joko Pramono dan Roro Wetan jadi teladan utama, kinarya tepa palupi.
Tiba saatnya mereka berdua untuk pensiun. Kedua pasangan ini tahu diri. Tidak ada niat untuk berkuasa terus menerus. Segera mengajukan surat permohonan berhenti dari dinas mandra budaya. Departemen kerajaan Medang Kamulan yang membawahi abdi dalem Purwo Kinanthi. Dengan berat hati Prabu Darmawangsa Teguh mengabulkan berhenti kerja. Namun sang Prabu tetap bersikap hormat. Beliau raja gung binathara mbahu dhendha nyakrawati, hambeg adil paramarta, memayu hayuning bawana.
Joko Pramono dan Roro Wetan diberi hadiah tanah lungguh, tanah pituwas dan tanah perdikan. Tempatnya di sepanjang aliran kali Bogowonto. Pemberian ini bersifat turun tumurun. Prabu Darmawangsa memberi anugerah gelar kepada Joko Pramono dengan nama Ki Ageng Bagelen. Sedang Roro Wetan diberi gelar kehormatan Nyai Ageng Bagelen.
Prabu Darmawangsa Teguh beserta rombongan dari kerajaan Medang Kamulan berkenan hadir. Upacara penobatan Ki Ageng Bagelen dan Nyai Ageng Bagelen terjadi pada tahun 1031. Dengan tetenger tahun candra sengkala, Bumi Tri Mukseng Jalmi. Wilayah yang dihadiahkan kepada Ki Ageng Bagelen dan Nyai Ageng Bagelen diberi nama Purworejo. Nama yang indah dan mulia.
Nama Purworejo memiliki nilai filosofis tinggi. Purwo berarti kawitan. Sama dengan nama Roro Wetan. Maknanya perjuangan paling awal. Rejo artinya ramai, selamat, sentosa, ayem tentrem, subur makmur, aman damai, guyub rukun. Purworejo bermakna perjuangan awal untuk mencapai kesejahteraan lahir batin. Loh subur kang sarwa tinandur. Jinawi murah apa kang sarwa tinuku.
B. Perjalanan Kadipaten Semawung Kutoarjo
Kini giliran untuk membahas perjalanan sejarah Kabupaten Semawung. Ada babak sejarah yang khas dan unik Kadipaten Semawung yang beribukota di Kutoarjo. Supaya ada pencerahan dalam belajar sejarah yang sedang berjalan.
Kelahiran Kadipaten Semawung berhubungan dengan sejarah Mataram. Kabupaten Pati sedang bergolak. Dipimpin oleh Adipati Pragola pada tahun 1593. Adipati Pragola protes pada Panembahan Senapati yang mengambil Retno Dumilah sebagai garwa prameswari. Tindakan raja Mataram ini dianggap sebagai usaha untuk menyingkirkan Mbakyunya. Beliau adalah Kanjeng Ratu Waskitha Jawi.
Persoalan itu bisa diatasi dengan bijak oleh Panembahan Senapati. Hak waris tahta Kerajaan Mataram tetap dipegang oleh Raden Mas Jolang, yang lahir dari rahim Kanjeng Ratu Waskitha Jawi. Kelak Raden Mas Jolang dinobatkan sebagai raja Mataram tahun 1601. Bergelar Kanjeng Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati yang memerintah hingga tahun 1613. Gerakan oposisi Pati pun reda. Sama sama enak. Trah Ki Ageng Penjawi, penguasa Pati tetap diperlakukan terhormat di Kerajaan Mataram.
Keturunan Adipati Pragola dan para pendherek diberi jabatan di wilayah pegunungan Menoreh dan aliran Sungai Bogowonto. Pengikut Adipati Pragola banyak yang berasal dari kota Semarang. Ketika ikut gerakan Pati, rumahnya sering suwung. Oleh karena itu, pemukiman baru di sekitar gunung Menoreh dan Kali Bogowonto dinamakan Semarang suwung. Disingkat menjadi Semawung.
Pada tahun 1604 daerah Semawung diserahkan kepada anak Adipati Pragola. Namanya Raden Mas Djoemantoko l. Dengan Sang Prabu Hadi Hanyokrowati masih saudara sepupu. Bahkan saat penobatan Raden Mas Tumenggung Djoemantoko l menjadi penguasa Semawung, raja Mataram langsung melantik secara resmi. Hubungan Kadipaten Semawung dengan pusat Mataram terlalu dekat. Semawung adalah Kadipaten yang istimewa.
Atas usul Kanjeng Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati, nama Semawung juga disebut Kutoarjo. Kuto berarti wilayah perkotaan yang berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan. Arjo berarti sejahtera lahir batin. Kadipaten Semawung yang beribukota di Kutoarjo pun maju pesat. Nanti kawasan ini mempunyai stasiun kereta api yang besar. Sistem transportasi maju sekali. Perkebunan, pertanian tumbuh menggembirakan. Kesenian, kesusasteraan tampil mengagumkan. Itu jadi fakta historis.
Pimpinan Kadipaten Semawung dilanjutkan oleh Raden Mas Tumenggung kowou Djoemantoko ll. Beliau ahli dalam tata kelola hutan. Punya hubungan tukang ukir Jepara. Bahkan beliau juga punya usaha mebel yang sukses. Hasil usahanya digunakan untuk membiayai pembangunan Kadipaten Semawung. Kutoarjo benar benar berwujud Kuto yang Arjo. Kota yang mengalami jaman sejahtera.
Kepemimpinan Kadipaten Semawung lalu diserahkan kepada Raden Mas Tumenggung Gathuk Jinem Djoemantoko lll. Beliau terkenal sebagai Adipati yang memiliki kemampuan supra natural. Pusaka keris Kyai Sawunggalih. Berkat kesaktiannya ini, kerajaan Mataram memberi kepercayaan. Beliau sering dilibatkan dalam urusan pertahanan keamanan.
Kadipaten Semawung selanjutnya dipimpin oleh Raden Mas Tumenggung Bantjak Kertonagoro Sawunggalih l. Pada masa pemerintahan beliau, diperkenalkan warna bendera gula kelapa. Harap maklum daerah Kutoarjo tumbuh subur ragam pohon kelapa. Kerajaan Mataram setuju mengibarkan bendera gula kelapa. Ini sebagai lambang kebangsaan. Gula kelapa abang putih sang dwi warna.
Raden Mas Tumenggung Bantjak Kertonagoro Sawunggalih ll meneruskan kepemimpinan Kadipaten Semawung. Potensi alam Kutoarjo berlimpah ruah. Produksi gula kelapa perlu pemasaran. Atas ijin raja Mataram, beliau membuka hubungan dagang dengan negeri di Asia Timur, Asia Selatan, Asia Barat dan Afrika. Gula kelapa pun terjual dengan harga memadai. Rakyat bergembira ria.
Tugas mulia ini diteruskan oleh Raden Mas Soerokusumo. Beliau memimpin Kadipaten Semawung dengan gelar Raden Adipati Soerokusumo. Dibantu oleh Patih Raden Ngabehi Djojo Prabongso. Usaha perikanan di kali Bogowonto digalakkan. Beliau belajar seluk beluk budi daya perikanan di Kasultanan Deli Serdang. Hasilnya pun amat menyenangkan. Beliau juga mendapat gelar Ki Ageng Loano.
Pada tahun 1852 Sinuwun Paku Buwono Vll mengundang Raden Arya Adipati Pringgoatmodjo. Beliau penguasa Kadipaten Semawung yang ahli perkebunan. Pada tahun 1866 raja Surakarta Hadiningrat memberi tugas untuk mengembangkan budi daya teh di Ampel Boyolali.
Semawung berubah menjadi Kadipaten terkemuka di wilayah pesisir selatan. Kepemimpinan kemudian dipegang oleh Raden Arya Adipati Tumenggung Toerkidjo Poerboatmodjo tahun 1870 sampai1915. Beliau ahli dalam bidang irigasi. Bendungan sepanjang aliran Kali Bogowonto dibangun dengan megah mewah, kokoh bakoh. Pencairan lancar, pertanian gancar. Kehidupan para petani semakin gumebyar. Beliau menjalin kekerabatan dengan Pura Paku Alaman. Jaringan sosial dan kekerabatan semakin luas.
Tiba saatnya Kadipaten dipimpin oleh Kanjeng Raden Adipati Arya Poerbo Hadikoesumo. Beliau memerintah tahun 1915 sampai 1933. Kadipaten Semawung semakin maju. Kutoarjo semakin arum kuncara ngejayeng jagad raya. Pada tahun 1933 ada peristiwa sejarah besar. Kadipaten Semawung digabung dengan Kabupaten Purworejo. Bupati dijabat oleh Raden Adipati Arya Hasan Danoediningrat. Babak baru pada awal abad 20 untuk perkembangan sejarah Kabupaten Purworejo.
C. Kiprah Bupati Purworejo dalam Memakmurkan Rakyat
1. KRA Tjokronagoro l, 1830 sampai 1856.
Nama kecilnya Abdullah Hasan. Pernah belajar kepada Kyai Kasan Besari di Pondok Pesantren Gebang Tinatar Ponorogo. Bergaul akrab dengan Pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita. Kerap diajak membaca sastra piwulang reriptan Yasadipura. Dengan demikian KRA Tjokronagoro l adalah Bupati Purworejo yang ahli sastra bahasa sejarah budaya.
Peradaban yang agung dipelajari oleh KRA Tjokronagoro l lewat Serat Pustaka Raja Purwa pada tahun 1825. Ilmu tata praja diperoleh dari serat Nitisruti karya Pangeran Gayam Pajang. Pengetahuan geografi dibaca melalui serat Centhini. Ilmu sambung srawung diajarkan Serat Wulangreh. Keshalehan sosial Bupati Tjokronagoro l diakui oleh segenap santri wilayah Kedu. Pernyataan itu diucapkan oleh perwakilan pemuda Kedu tahun 1826..
Pada tahun 1827 pergi belajar pesantren kilat di Sidogiri Pasuruan. Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali menjadi bacaan wajib saat Bupati Tjokronagoro belajar di Pondok Pesantren Gebang Tinatar Ponorogo. Ilmu nahwu shorof, mantik, fiqih, muamalat lulus dengan predikat summa cumlaude. Pada tahun 1828 reuni alumni pondok pesantren Gebang Tinatar. Beliau jadi santri kinasih Kyai Haji Kasan Besari. Pada tahun 1829 Abdullah Hasan memimpin pertemuan Paguyuban rasa manunggal di Banyumanik Semarang.
Oleh karena masa pemerintahan Bupati Tjokronagoro l, banyak berdiri pondok pesantren dan peguron Kejawen. Tujuannya untuk membina mental generasi muda. Bahkan Bupati Tjokronagoro l mengirim pemuda belajar ukir ukiran di Jepara. Ibu ibu disuruh ke Laweyan Surakarta untuk kursus batik. Belajar membuat gamelan di Bekonang Sukoharjo. Malah ada yang dikirim ke Madiun untuk kursus sambel pecel.
Pergaulan Bupati KRA Tjokronagoro l sangat luas. Berteman baik dengan KGPAA Mangkunagara IV. Malah diajak diskusi dalam penyusunan Serat Wedhatama. Pemikiran Bupati KRA Tjokronagoro l bersifat mistis etis. Pernah Bupati Tjokronagoro l pada tahun 1835 diajak lelaku oleh Sri Mangkunagara IV. Misalnya meditasi di Gunung Lawu, kungkum di Kali Ketangga, tapa brata di kahyangan Dlepih Tirtomoyo Wonogiri. Lenggah saluku tunggal, megeng napas mbendung swara, sajuga kang sinidhikara. Napak tilas pertemuan Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Ilmu iku kelakone kanthi laku.
Serat witaradya mengajarkan konsep kepemimpinan ber budi bawa laksana. Tiap tahun Bupati Tjokronagoro l selalu menyelenggarakan bakti sosial. Beliau mengirim sembako ke Majenang Cilacap, Wangon Banyumas, Susukan Banjarnegara dan Pantai Ayah Kebumen. Untuk wilayah bang wetan sampai gunung Lingga Trenggalek. Sungguh pejabat yang murah hati. Kekayaan yang dimiliki digunakan untuk dana driyah. Amemangun keryenak tyasing sesama.
Kecakapan dalam bidang pemerintahan cukup meyakinkan. Sebelum menduduki jabatan Bupati Purworejo, Raden Mas Abdullah Hasan sudah aktif dalam kegiatan sosial keagamaan. Pernah menjadi ketua himpunan santri Jawa. Sekretaris Paguyuban alumni Gebang Tinatar. Ketua forum komunikasi masyarakat Kedu. Anggota Tim pendaki gunung Sundara Sumbing. Ketua pecinta gula kelapa Purworejo. Carik Paguyuban among desa. Semua komunitas senang dan mendukung aktivitas Raden Mas Abdullah Hasan. Setelah menjabat Bupati Purworejo, kedudukannya amat mantab. Jiwa raganya untuk mengabdi pada rakyat.
Kariernya semakin cemerlang. Setelah bekerja di Kepatihan Kraton Surakarta Hadiningrat, beliau sering mendapat penugasan. Bertugas tim pembangunan umbul cakra. Pengawas pembangunan umbul Pengging. Komisaris pabrik kecap Purwodadi. Tim reboisasi kebun kopi kembang Semarang. Pelaksana pemugaran pelabuhan Tegal. Turut pula usaha pengeboran minyak di Cepu. Penanaman jati di wilayah Padangan Bojonegoro dilakukan pada tahun 1824.
Perjuangan, pengabdian dan jasa Raden Mas Abdullah Hasan bagi masyarakat Purworejo besar sekali. Boleh dikatakan sempurna tanpa cacat. Wajar diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. KRA Tjokronagoro l dilantik sebagai Bupati Purworejo pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sinuwun Paku Buwono Vll.
2. KRA Tjokronagoro ll, 1856 sampai 1896. Dilantik pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya bernama Sinuwun Paku Buwono Vll.
3. KRA Tjokronagoro lll, 1896 sampai 1907. Dilantik pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya Sinuwun Paku Buwono X.
4. KRA Tjokronagoro IV, 1907 sampai 1919. Dilantik pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya Sinuwun Paku Buwono X.
5. KRT Sastro Soedardjo, 1919 sampai 1921. Dilantik pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya Sinuwun Paku Buwono X.
6. KRA Soeryadi, 1921 sampai 1927. Dilantik pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya Sinuwun Paku Buwono X.
7. KRA Hasan Danoediningrat, 1927 sampai 1945. Dilantik pada jaman kerajaan Surakarta Hadiningrat. Rajanya Sinuwun Paku Buwono X.
8. R. Moeritno Wongsonagoro, 1945 sampai 1950. Masa pemerintahan Presiden Soekarno.
9. M. Soerardjo Sastrodiprodjo, 1950 sampai 1956. Masa pemerintahan Presiden Soekarno.
10. Hardjo Kartoadmodjo, 1956 sampai 1958. Masa pemerintahan Presiden Soekarno.
11. H. Pamoedji, 1958 sampai 1960. Masa pemerintahan Presiden Soekarno.
12. Slamet Soetohardjono, 1960 sampai 1966. Masa pemerintahan Presiden Soekarno.
13. Wiryo Ratmoko, 1966 sampai 1967. Masa pemerintahan Presiden Soekarno.
14. Soekarto Albert Harries, 1967 sampai 1975. Dilantik masa pemerintahan Presiden Soekarno.
15. Kol. Soepantoko, 1975 sampai 1985. Masa pemerintahan Presiden Soeharto.
16. Drs Soetarno, 1985 sampai 1990. Masa pemerintahan Presiden Soeharto.
17. KRTH H. Marsaid Reksohadinagoro SH, 2000 sampai 2005. Dilantik masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
18. H. Kelik Sumrahadi, S. Sos, 2005 sampai 2008. Dilantik masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
20. Drs. H. Mahsun Zain, 2008 sampai 2016. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
21. H. Agus Bastian SE MM, tahun 2016. Dilantik pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Perjalanan lintasan peradaban itu membuat warga berpikir arif bijaksana. Kabupaten Purworejo memiliki sejarah yang panjang. Prestasi gemilang telah diukir. Penggabungan trah Cokrojoyo atau Sunan Geseng dengan trah Syekh Siti Jenar merupakan bentuk akulturasi budaya adi luhung. Trah Bagelen berguru kepada Sunan Geseng. Beliau murid Kanjeng Sunan Kalijaga. Sedang Trah Semawung banyak berguru kepada Syekh Siti Jenar. Keduanya aliran peguron sepakat untuk hidup berdampingan sebagai warga Kabupaten Purworejo.
Daerah ini cukup aktif dan dinamis. Kenyataan berbicara dengan begitu indahnya. Warga Purworejo membuktikan perbedaan adalah kekayaan yang penuh berkat rahmat. Mereka selalu toleransi dan saling menghormati. Banyak sumbangan dari warga Purworejo untuk kemajuan ibu pertiwi.
Semoga bahagia selalu, nir bita, nir baya, nir sambikala. Majapahit merupakan fakta sejarah kejayaan Nusantara.
Komentar
Posting Komentar