SENI TAYUB SIDOKARE LAMBANG KESUBURAN

 SENI TAYUB SIDOKARE LAMBANG KESUBURAN


Dr Purwadi, M.Hum. 

Ketua LOKANTARA, Lembaga Olah Kajian Nusantara, 

Hp 087864404347 



Pagelaran seni tayub merupakan sarana untuk menjaga kesuburan tanah. Pada hari Jumat Pahing, 30 Juni 2023 warga Sidokare Rejoso Nganjuk ngadani bersih desa. Tradisi luhur berlangsung nak tumanak, rah tumerah, turun tumurun.


Seni edi peni, budaya adi luhung. Menurut Pak Lurah Imam Mashuri pentas tayub Sidokare menampilkan enam waranggana. Selaku pengiring yakni paguyuban karawitan Andhi Laras. Seperangkat gamelan terdiri dari laras pelog dan laras slendro. Tampak wiyaga sepuh Ki Dami yang sudah berpengalaman dalam olah seni karawitan.




Gendhing yang berkumandang pertama kali yaitu Ketawang Ibu Pertiwi. Pak Lurah Imam Mashuri meyakini bahwa bumi harus direksa biar rahayu lestari. Tanah subur, maka petani menjadi makmur.


Kehadiran priyayi dengan ragam profesi menambah gumyak sigrak. Suasana begitu indah megah meriah. Pak Wasito ahli tembang pun hadir. Lama menjadi guru di Tritik dan Banyurip, Pak Wasito sempat pula bertugas sebagai pranata adicara yang mumpuni. Pernah sebagai asisten dalang Ki Samijan Kondho Prasojo. Maka suatu kali juga main sebagai dalang wayang. Pentas tayub kali ini dhapuk sebagai olah vokal gerong. Suaranya kung merdu.


Songo Kidul melanjutkan alunan gendhing Ibu Pertiwi.

Babahan hawa sanga lambang derajat kadewatan. Gendhing Songo Kidul diharapkan selalu menyertai drajat pangkat semat. Pak Lurah dan masyarakat Sidokare mendapat anugerah berlipat ganda. Berwujud guna kaya purun, wirya arta winasis, kedudukan kekayaan kepandaian, makmur mujur sempulur.




Tayub memiliki arti ditata dimen guyub. Trisik, pacak gulu nut wirama. Kendang wijang terang. Bonang imbal lancar. Peking, saron demuk membentuk nada. Kethuk kenong menghias tembang. Kempol gong selaras serasi. Gender menuntun tembang. Gambang menambah irama gempi. Gerong selalu nyenggaki. Sore itu tayub Sidokare memberi warna budaya.


Waranggana tayub menguasai irama nada. Gendhing klasik dihayati. Tembang dolanan mengalun merdu terdengar dari kejauhan. Ibu ibu duduk lesehan menikmati keindahan. Desa mawa cara, negara mawa tata. 




Untuk pentas tayub terlebih dahulu dilakukan wilujengan. Upacara kenduri lengkap dengan sesaji. Ingkung, tumpeng, jajan, rengginang, wajik, jadah, jenang berlimpah ruah. Pesta desa bersuka gembira. Ritual berlangsung di pundhen dan sarean. Upacara tradisional untuk memuliakan warisan leluhur. 


Budaya dilestarikan dengan sukarela. Pendopo desa begitu anggun dan agung. Tempat kreasi seni. Jaran kepang dan campursari dibina oleh Pak Lurah Imam Mashuri. Pemimpin rakyat selayaknya ngayomi dan ngayemi. Bersama dengan pamong desa, lantas ngibing. Njoged dengan irama yang mathuk dan gathuk. Penonton pun manthuk manthuk, tanda hati serba setuju sarujuk.




Bersih desa dan upacara nyadran diselenggarakan tiap tahun. Hama pergi kabur. Tanaman subur. Negeri gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Masyarakat sejahtera lahir batin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARASEHAN PUSAKA BEDAYA KETAWANG

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.