SENI WAYANG LAKON JAMUS KALIMASADA

  

SENI WAYANG LAKON JAMUS KALIMASADA 




Oleh Dr Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA hp 087864404347 


A. Dakwah Budaya Sunan Kalijaga 


Kalimasada atau kalimat Syahadat adalah lakon wayang karya Sunan Kalijaga. Prabu Puntadewa, raja Amarta dituntun oleh Raden Patah. Raja Demak itu membimbing untuk membaca dua kalimat Syahadat. Lantas Prabu Puntadewa bisa memperoleh kesempurnaan hidup. Setelah wafat Prabu Puntadewa dimakamkan di kompleks Masjid Demak.


Wayang menjadi sarana dakwah Islamiyah. Tanah Jawa menganut Islam dengan prinsip agama ageming aji.

Lakon Jamus Kalimasada penuh dengan nilai kearifan lokal. Memuat wulangan wejangan wedharan. Rahmatan lil alamin.


Wali Sanga menggunakan kebudayaan sebagai wahana syiar agama. Tiap malam Jumat Legi Padepokan Kadilangu Demak Bintara menyelenggarakan pentas seni wayang purwa. Dalangnya bergiliran. Arab Digarap, Jawa digawa. Hidup serasa aman tentram. Orang berbondong bondong memeluk agama Islam dengan sukarela. 


Gendhing patalon yang melambangkan perjalanan hidup manusia berkumandang penuh makna. Sangkan paraning dumadi, yakni ajaran hakikat dihayati mendalam. Orang Jawa suka merenung. Wayang menjadi fasilitas untuk melakukan refleksi dan kontemplasi. 


Wayang, wewayangane ngaurip atau bayangan simbolik cocok dengan batin orang Jawa. Sunan Kalijaga memahami jiwa Jawa yang selaras dengan nilai agama. Jawa jiwa kang kajawi. 


B. Praktek Islam Jawa. 


Penyebaran agama Islam dari kutha ing ngakutha, desa ing ngadesa, gunung ing ngagunung. Wali Sanga mengutamakan aspek serasi selaras seimbang, ayu hayu rahayu. 


Pagelaran Lakon Jamus Kalimasada amat populer. Prabu Puntadewa terkenal raja yang ber budi bawa laksana, ambeg adil para marta, memayu hayuning bawana. Tapi tidak bisa mati sempurna. Karena belum paham makna Jamus Kalimasada. Pergi berguru ke mana saja, hasilnya hampa. Atas saran Sultan Harun Al Rasyid, Prabu Puntadewa mengembara ke Tanah Jawa. Bertemu dengan Raden Patah, raja Demak yang memerintah sejak tahun 1478.


Pertemuan dua orang raja itu membicarakan kawruh sejati. Kama Arta Darma Muksa, syariat tarikat hakikat makrifat, sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, sembah rasa. Rasa jati, sari rasa jati, sarira sajati. Berkat bimbingan Wali Sanga Raden Patah paham benar arti penting ilmu sejati.


Dialog itu menyadarkan hati Prabu Puntadewa. Dengan kesadaran tinggi Prabu Puntadewa mengucapkan dua syahadat. Pintu masuk untuk memeluk agama Islam. Peristiwa itu dihadiri lengkap Wali Sanga.


Tak lama kemudian Prabu Puntadewa mohon pamit untuk kembali ke alam kelanggengan. Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa menunggu di surga nirwana. Prabu Puntadewa surut ing tepet suci, manjing ing suwarga jati. Pulang ke Rahmatullah dengan tenang damai.


Atas usul Kanjeng Sunan Bonang, Prabu Puntadewa dimakamkan di kompleks Masjid Demak. Jamus Kalimasada ternyata membawa Prabu Puntadewa dalam keadaan khusnul khotimah.


Begitu tinggi nilai simbolis yang dikandung dalam cerita Jamus Kalimasada. Maka perlu sekali lakon dakwah ini dipentaskan secara periodik. Sebagai sarana pendidikan rokhani masyarakat tradisional. Dakwah Islamiyah berbasis budaya nyata diterima oleh segenap kalangan dan strata. Guyub rukun ayem tentrem. 


ilir ilir 


ilir ilir tandure wis sumilir.

Tak ijo royo royo, tak sengguh temanten anyar. 

Bocah angon penekna blimbing kuwi. 

Lunyu lunyu ya penekna, kanggo masuh dodotira. Dodotira kumitir bedhah ing pinggir. Dondomana jlumatana, kanggo seba mengko sore. Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane. 

Yo surake, surak hiyo.


Tembang ilir ilir ini memberi rasa optimis. Menyongsong masa depan yang cemerlang. Wali Sanga menyusun lakon Jamus Kalimasada memang memuat kebijaksanaan.

Oleh Dr Purwadi M.Hum. Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA hp 087864404347 


A. Dakwah Budaya Sunan Kalijaga 


Kalimasada atau kalimat Syahadat adalah lakon wayang karya Sunan Kalijaga. Prabu Puntadewa, raja Amarta dituntun oleh Raden Patah. Raja Demak itu membimbing untuk membaca dua kalimat Syahadat. Lantas Prabu Puntadewa bisa memperoleh kesempurnaan hidup. Setelah wafat Prabu Puntadewa dimakamkan di kompleks Masjid Demak.


Wayang menjadi sarana dakwah Islamiyah. Tanah Jawa menganut Islam dengan prinsip agama ageming aji.

Lakon Jamus Kalimasada penuh dengan nilai kearifan lokal. Memuat wulangan wejangan wedharan. Rahmatan lil alamin.


Wali Sanga menggunakan kebudayaan sebagai wahana syiar agama. Tiap malam Jumat Legi Padepokan Kadilangu Demak Bintara menyelenggarakan pentas seni wayang purwa. Dalangnya bergiliran. Arab Digarap, Jawa digawa. Hidup serasa aman tentram. Orang berbondong bondong memeluk agama Islam dengan sukarela. 


Gendhing patalon yang melambangkan perjalanan hidup manusia berkumandang penuh makna. Sangkan paraning dumadi, yakni ajaran hakikat dihayati mendalam. Orang Jawa suka merenung. Wayang menjadi fasilitas untuk melakukan refleksi dan kontemplasi. 


Wayang, wewayangane ngaurip atau bayangan simbolik cocok dengan batin orang Jawa. Sunan Kalijaga memahami jiwa Jawa yang selaras dengan nilai agama. Jawa jiwa kang kajawi. 


B. Praktek Islam Jawa. 


Penyebaran agama Islam dari kutha ing ngakutha, desa ing ngadesa, gunung ing ngagunung. Wali Sanga mengutamakan aspek serasi selaras seimbang, ayu hayu rahayu. 


Pagelaran Lakon Jamus Kalimasada amat populer. Prabu Puntadewa terkenal raja yang ber budi bawa laksana, ambeg adil para marta, memayu hayuning bawana. Tapi tidak bisa mati sempurna. Karena belum paham makna Jamus Kalimasada. Pergi berguru ke mana saja, hasilnya hampa. Atas saran Sultan Harun Al Rasyid, Prabu Puntadewa mengembara ke Tanah Jawa. Bertemu dengan Raden Patah, raja Demak yang memerintah sejak tahun 1478.


Pertemuan dua orang raja itu membicarakan kawruh sejati. Kama Arta Darma Muksa, syariat tarikat hakikat makrifat, sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, sembah rasa. Rasa jati, sari rasa jati, sarira sajati. Berkat bimbingan Wali Sanga Raden Patah paham benar arti penting ilmu sejati.


Dialog itu menyadarkan hati Prabu Puntadewa. Dengan kesadaran tinggi Prabu Puntadewa mengucapkan dua syahadat. Pintu masuk untuk memeluk agama Islam. Peristiwa itu dihadiri lengkap Wali Sanga.


Tak lama kemudian Prabu Puntadewa mohon pamit untuk kembali ke alam kelanggengan. Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa menunggu di surga nirwana. Prabu Puntadewa surut ing tepet suci, manjing ing suwarga jati. Pulang ke Rahmatullah dengan tenang damai.


Atas usul Kanjeng Sunan Bonang, Prabu Puntadewa dimakamkan di kompleks Masjid Demak. Jamus Kalimasada ternyata membawa Prabu Puntadewa dalam keadaan khusnul khotimah.


Begitu tinggi nilai simbolis yang dikandung dalam cerita Jamus Kalimasada. Maka perlu sekali lakon dakwah ini dipentaskan secara periodik. Sebagai sarana pendidikan rokhani masyarakat tradisional. Dakwah Islamiyah berbasis budaya nyata diterima oleh segenap kalangan dan strata. Guyub rukun ayem tentrem. 


ilir ilir 


ilir ilir tandure wis sumilir.

Tak ijo royo royo, tak sengguh temanten anyar. 

Bocah angon penekna blimbing kuwi. 

Lunyu lunyu ya penekna, kanggo masuh dodotira. Dodotira kumitir bedhah ing pinggir. Dondomana jlumatana, kanggo seba mengko sore. Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane. 

Yo surake, surak hiyo.


Tembang ilir ilir ini memberi rasa optimis. Menyongsong masa depan yang cemerlang. Wali Sanga menyusun lakon Jamus Kalimasada memang memuat kebijaksanaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARASEHAN PUSAKA BEDAYA KETAWANG

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.