WACANA HUMANISTIK DALAM SASTRA JAWA KARYA RANGGAWARSITA

 WACANA HUMANISTIK DALAM  SASTRA JAWA KARYA RANGGAWARSITA 


Purwadi
Pendidikan Bahasa Daerah
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta


ABSTRACT


This article aim to describe about humanistic attitute that wrotten by Ranggawarsita. He is the great writer who created much literature. He become pujangga by Kraton Surakarta in Sunan Paku Buwana IX goverment era. The Javanese people believe that Ranggawarsita has skill to read future signal. This is called Ramalan Ranggawarsita that wrotten in Serat Kalatidha. That book is often read to see social situation. As palace writer, Ranggawarsita is so make Serat Pustaka Raja that fill history of Java. there are say about mithology, spirituality, morality adn society. Serat Wirid Hidayat Jati written by Ranggawarsita aim to gibe description about harmonity between moslem doctrin and Javanese culture that can used to teach character education.



Keywords: Ranggawarsita, literature, humanistic 


A. Pendahuluan


Kesusasteraan Jawa banyak mengandung ajaran luhur yang berhubungan dengan pendidikan humaniora. Butir butir kearifan lokal Jawa itu tertulis secara tersurat dalam bentuk metrum Jawa. Terutama dalam metrum tembang macapat dan tembang dolanan yang mudah dipahami oleh masyarakat Jawa tradisional. 


Dalam kaitan dengan kajian sastra Jawa, pendidikan humaniora dewasa ini menjadi perhatian utama para ahli pendidikan di. Berhubung kenyataan ini maka lembaga pendidikan telah melakukan aktivitas pembelajaran melalui mata kuliah kajian sastra Jawa. Dalam pengajaran sastra ini digali berbagai butir- butir kearifan lokal yang dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar. Untuk itu perlu adanya penelitian yang memadai terhadap teks-teks yang memuat ajaran kearifan lokal. 


Pujangga Jawa seperti Yasadipura, Ranggawarsita, Kusumadilaga, Mangkunegara IV, Paku Buwana IX menciptakan karya sastra yang mengandung nilai humanis dan dapat digunakan sebagai refleksi di era mutakhir. Di antara teks-teks Jawa klasik yang mengandung nilai pendidikan karakter tersebut adalah karya- karya Raden Ngabei Ranggawarsita. Beliau adalah pujangga agung Kraton Surakarta Hadiningrat. Karya- karya Ranggawarsita banyak tersimpan dalam perpustakaan Reksa Pustaka Kraton Surakarta. Perhatian terhadap Ranggawarsita datang dari seluruh tanah air, khususnya para pecinta kepustakaan Jawa. Perhatian ini demikian besar sehingga Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga penutup. Sejarah Ranggawarsita merupakan kisah biografi intelektual yang melukiskan, menganalisa,  dan mengevaluasi situasi kondisi rakyat Jawa pada masanya. Karya-karya pujangga Ranggawarsita terkenal mempunyai nilai yang dapat digunakan sebagai sumber kebijaksanaan hidup (Widyawati, 2010 : 16). Karya Ranggawarsita banyak yang termasuk kategori sastra piwulang. 


Kalangan budayawan Jawa menganggap Pujangga Ranggawarsita mempunyai banyak keistimewaan. Semenjak masa hidupnya Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga kreatif. Kata kreatif ini mempunyai konotasi yang sama dengan perilaku produktif. Tugas kepujanggaan telah dikerjakan oleh   Ranggawarsita. Sebenarnya tugas pengembangan kesusastraan serta kepustakaan Jawa tidak akan berakhir sepanjang masa. Oleh karenanya tugas tersebut tetap diperlukan sepanjang lajunya peradaban. 


Kata pujangga dalam pengertian sastrawan dan penulis kepustakaan Jawa yang produktif, tetap akan selalu diperlukan demi perkembangan kepustakaan dan kesusastraan Jawa. Bahkan adanya pujangga- pujangga gagrag  baru sangat diperlukan bagi perkembangan kepustakaan Jawa. Dengan mengkaji wacana humanistik karya-karya Ranggawarsita tersebut diharapkan peserta didik memahami nilai pendidikan karakter yang telah diwariskan oleh para leluhur Jawa secara turun- temurun.


B. Pembinaan Pendidikan Karakter. 


Bidang humaniora mendapat perhatian utama dalam tradisi kesusasteraan klasik. Peserta didik hendaknya memahami pendidikan karakter yang diwariskan oleh Ranggawarsita dengan pendekatan ilmiah. Metode pengkajian terhadap karya-karya Ranggawarsita ini dilakukan demi memperoleh hasil yang maksimal yang dihubungkan dengan proses pembelajaran dalam mata kuliah kajian sastra Jawa. Pengkajian tentang karya- karya Ranggawarsita adalah pengkajian pustaka dan pengkajian lapangan dengan menggunakan beberapa metode yaitu deskripsi, komparasi, analisis sintesis, intepretasi dan hermeneutik. Materi pengkajian diperoleh melalui perekaman dan transkripsi wawancara dan riset pustaka. Karya Ranggawarsita banyak yang disebarkan secara tulis maupun melalui tradisi lisan seperti dalam pentas seni tembang.


Wacana humanistik begitu penting. Maka selarasnya jiwa raga karena penghayatan atas nilai spiritual. Dalam bidang spiritual Ranggawarsita memang telah menciptakan pemikiran yang memadukan antara Islam dan Jawa secara harmonis (Mahmudi, 2008: 5). Karya-karya Ranggawarsita ditulis dan disalin dalam berbagai bentuk, sehingga perlu adanya kajian perbandingan.


 Adapun metode komparasi dapat membantu objek pengkajian karya-karya Ranggawarsita karena hubungan dalam hidup manusia bersifat vital dan komunikatif. Metode interpretasi dilakukan untuk meneliti karya-karya Ranggawarsita. Kenyataan berbentuk gejala, yaitu sesuatu yang nampak sebagai suatu tanda adanya peristiwa. Namun demikian, walaupun tidak ada hubungan vital dengan banyak hal atau orang di sekitarnya, hanya dengan usaha membuat komparasi saja sudah dapat membantu untuk lebih memahami objek pengkajian. Kesemuanya itu pada umumnya bersifat simbolis yang memerlukan penafsiran atau interpretasi menurut tata cara tertentu pula, yang agar dapat dipahami secara rasional antara lain harus dilakukan analisis secara fenomenologis, dengan pendekatan kualitatif (Moleong, 1989: 67). Kenyataan itu dapat dibedakan menjadi beberapa aspek, dapat berbentuk fakta, yaitu suatu perbuatan atau kejadian, dapat berbentuk data primer maupun sekunder. Mungkin juga kenyataan berbentuk gejala, yaitu sesuatu yang nampak sebagai tanda adanya peristiwa atau kejadian. Ketiga aspek itu akan mendapatkan titik berat yang berbeda menurut masing masing disiplin ilmu. Serat Paramayoga mengajarkan agar manusia bisa bekerjasama dengan pihak lain secara harmonis. Oleh karena itu perlu sikap saling menghormati.


Penafsiran atas wacana humanistik kesusasteraan karya Ranggawarsita dilakukan dalam rangka untuk memahami wacana humanistik seutuhnya. Metode interpretasi adalah cara penafsiran yang mengambil jarak antara teks dengan interpretator. Sebuah data kualitatif dapat diibaratkan sebagai sebuah teka teki atau sebuah misteri (Astiyanto, 2007: 56).  Penafsiran terjadi sambil meleburkan cakrawala masa silam dan masa kini. Penafsiran karya- karya Ranggawarsita harus memahami teksnya dan menerapkan teks yang kaku dan lepas dari keterkaitan waktu pada situasinya sendiri. Hermeneutik merupakan pendekatan yang sudah lazim digunakan dalam metodologi ilmu sosial untuk mengkaji teks. Teks di sini adalah dalam arti karya sastra. Untuk memperdalam soal-soal semantik (Wijana, 2010 : 5). Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang artinya menafsirkan. Kata hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Dalam serat Kalatidha memang diungkapkan adanya wacana kritik sosial, agar manusia tetap mau eling lan waspada atau introspeksi.


Watak humanis seseorang diharapkan mau introspeksi atau mawas diri. Serat Pustaka Raja Purwa misalnya, merupakan karya Ranggawarsita yang mengambil tema historis yang dicampur dengan mitologi Jawa. Untuk itu diperlukan kajian kritis. Peneliti tidak mencari korelasi dan kausalitas untuk menerangkan melainkan untuk menangkap dan memahami makna yang sejati. Peneliti hendaknya tidak berusaha  merumuskan hukum -hukum atau melakukan generalisasi.  Pengkajian terhadap wacana humanistik karya- karya Ranggawarsita akan memandang kebudayaan sebagai hal yang unik, dengan makna yang khas, yang tidak dapat dibandingkan dengan kebudayaan lain. Dengan menggunakan metode yang setepat tepatnya diharapkan pengkajian atas teks- teks kesusasteraan karya Ranggawarsita dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk pengajaran sastra Jawa. Dengan harapan peserta didik mendapatkan wacana nilai pendidikan karakter yang bersumber dari karya bangsa sendiri.

Karya Ranggawarsita mempunyai bobot humanime yang tinggi untuk dilakukan pengkajian ilmiah akademis. Diharapkan pengkajian tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk membaca teks- teks Jawa klasik yang dikaitkan dengan situasi mutakhir. Konsep kepujanggaan gagrag lawas  sangat dikeramatkan. Kedudukan pangkat kapujanggan tergantung atas wahyu, tidak bisa dicapai hanya dengan usaha manusia semata- mata. Dalam manuskrip yang disusun oleh Padmawarsita, diterangkan bahwa pujangga harus memiliki kemampuan nawungkridha dan sambegana. Kedua kemampuan, ini tidak dapat dicapai dengan belajar, akan tetapi berhubungan dengan wahyu. Sambegana artinya kuat ingatan. Sedang nawung kridha berarti waskitha. Mengetahui rahasia segala sesuatu dengan ketajaman pandangan batinnya. Ajaran mawas diri pujangga Ranggawarsita yang penting adalah proses pengendalian diri (Solichin, 2010 : 142). Gagasan tersebut banyak termuat dalam serat Pustaka Raja, Paramayoga, Joko Lodhang, Sabda Jati, Sabdatama, Cemporet dan Kalatidha.


Makna pujangga hendaknya dipahami benar. Pujangga menurut gagrag lama, dilambangkan dengan seekor ular. Maksudnya memiliki pemikiran yang tajam menguasai liku-liku segala masalah, dan apa yang dikatakan pasti mandi benar dan jadi kenyataan, seperti bisa ular. Kata pujangga berasal dari bahasa Sansekerta, berarti ular. Dalam Serat Babad, pujangga dalem digambarkan sebagai nujum istana. Yakni sebagai pendeta dan sastrawan yang mumpuni ilmunya, dan berperan sebagai penasihat raja dalam hal-hal kerohanian dan kebatinan, di samping sebagai penulis istana. Pengaitan pangkat kepujanggaan dengan wahyu berarti pengeramatan pribadi pujangga. Dia dipandang sebagai tokoh yang memiliki kemampuan yang luar biasa, melebihi para cendekiawan. Walaupun pengertian wahyu menurut tradisi kejawen, tidak lain hanya digambarkan sebagai andaru, yaitu semacam benda bersinar yang turun dari langit namun pengaitan pujangga dengan wahyu, berarti hanya orang yang mendapat anugerah Tuhan yang berhak menjadi pujangga.  Di antara keluarga dan kerabat Ranggawarsita ada yang membentuk sebuah panitia yang bertugas untuk menyusun semacam buku yang berjudul Memori Bagi Pujangga Ranggawarsita. Dilihat dari isinya, karya Pujangga Ranggawarsita menjelajah ke berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa, terutama mengenai pandangan orang Jawa tentang kesempurnaan hidup di akhirat. Pengkajian ini hendak menganalisis karya- karya Ranggawarsita yang dikaitkan dengan peningkatan proses belajar mengajar sastra. 


Budaya Jawa kaya akan ungkapan simbolis. Berdasar uraian tentang latar belakang masalah di atas maka pengkajian ini dapat dirumuskan. Apakah karya- karya Ranggawarsita masih relevan digunakan sebagai bahan acuan untuk pengajaran sastra Jawa. Pelajaran apakah yang dapat dipetik dari butir- butir kearifan lokal karya Ranggawarsita dalam kaitannya dengan pengajaran sastra Jawa. Bagaimanakah kontribusi karya -karya Ranggawarsita dalam pembinaan pendidikan karakter sebagaimana analisis kajian sastra Jawa. Serangkaian pertanyaan tersebut perlu adanya jawaban yang komprehensif dan integral sehingga peserta didik mudah dalam memahami pendidikan humaniora yang diwariskan oleh  pujangga. 


Pengkajian pendidikan humanistik yang bersumber dari teks -teks klasik tentu memperkaya bidang rohani bangsa. Adapun Tujuan Pengkajian wacana humanistik ini adalah mengkaji relevansi karya- karya Ranggawarsita dengan materi pembelajaran sastra Jawa, mencari nilai- nilai luhur dalam karya Ranggawarsita sebagai bahan ajar  sastra Jawa. Karya karya Ranggawarsita dijadikan obyek pengkajian agar hasilnya dapat digunakan sebagai bahan ajar sastra Jawa.

Kegiatan pengkajian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Manfaat pengkajian ini diantaranya adalah pengajaran sastra Jawa diperkaya dengan karya-karya Ranggawarsita yang masih relevan dengan aspek pendidikan. Mata kuliah kajian sastra Jawa dapat mengambil intisari nilai luhur dalam karya- karya Ranggawarsita. Pengajaran sastra Jawa mendapatkan kontribusi dari karya pemikiran Ranggawarsita yang terkait dengan proses pengembangan ilmu pengetahuan.


C. Mawas Diri dalam Teks Kesusasteraan. 


Rendah hati yang humanis merupakan watak terpuji. Mawas diri berguna untuk menghindari sifat sombong. Empati simpati pada orang lain amat dianjurkan dalam budaya Jawa. Pujangga Jawa merumuskan ajaran luhur itu dalam konvensi tembang macapat. 


Macapat digunakan untuk menuangkan buah pikir pujangga Ranggawarsita. Serat Kalatidha di kalangan masyarakat Jawa amat terkenal. Ranggawrasita telah meramalkan adanya jaman edan. Namun sehebat hebat orang lupa masih kalah dengan orang yang ingat dan waspada. Karya ini menghendaki adanya sistem sosial yang berkarakter. Pujangga mempunyai karya yang bermutu tinggi buat melakukan aktivitas refleksi spiritual. Ranggawarsita hidup pada penghujung abad lama, karena masa sesudahnya bisa dipandang sebagai jaman baru. Yaitu suatu masa di mana mulai terjadi kontak langsung antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Barat. Masa baru bagi perkembangan kebudayaan Jawa khususnya, dan kebudayaan Indonesia pada umumnya, bermula dengan dibukanya sekolah- sekolah modern. 


Ranggawarsita telah berkontribusi aktif dalam memperkaya makna simbolik kebudayaan kraton (Hadisiswaya, 2009 : 38). Wulangan wejangan wedharan kejawen dirumuskan dengan tembang macapat. Untuk memahami diperlukan mengetahui ketentuan guru lagu, guru gatra dan guru wilangan. Pemahaman itu penting sekali untuk mendapatkan makna humanistik terdalam. 


Unggah ungguh tata susila bagian dari wujud pendidikan humaniora. Oleh karena Pendidikan karakter dalam masyarakat Jawa telah berlangsung secara turun- temurun melalui penyebaran karya sastra yang diciptakan oleh para pujangga. Ranggawarsita mempunyai karya yang berlimpah ruah dan tepat bila dijadikan sebagai obyek kajian ilmiah.  Pembukaan sekolah- sekolah model Barat segera mendatangkan perubahan besar dalam sejarah perkembangan kebudayaan Jawa. Karena sekolah sekolah pemerintah yang kesemuanya berada di luar lingkungan istana, mau tidak mau menjadi pusat kebudayaan baru. Kalau pada jaman Mataram, terutama jaman kebangkitan kebudayaan Jawa di masa Surakarta, istana merupakan pusat kebudayaan, di samping daerah- daerah pesantren. Maka fungsi istana sebagai pusat kebudayaan akhirnya makin memudar. Di bawah ini kutipan Serat Kalatidha karya Ranggawarsita yang kerap dipublikasikan lewat pentas seni karawitan. Kutipan tembang sinom berikut memberi uraian tentang sikap mawas diri. 


Sinom 


1. Amenangi jaman edan, 

ewuh aya ing pambudi, 

milu edan nora

tahan, 

yen tan milu anglakoni, 

boya kaduman melik 

kaliren wekasanipun, 

ndilalah karsa allah 

begja-begjane kang lali, 

luwih begja kang eling lawan waspada. 


2. Semana iku bebasan, 

padu- padune kepengin, 

enggih mekoten man doblang, 

bener ingkang angarani, 

nanging sajroning batin, 

sejatine nyamut nyamut, 

wis tuwa arep apa, 

muhung mahas ing asepi, 

supayantuk pangaksamaning hyang suksma. 

(Kamajaya, 1984: 57)


Terjemahan:


Hidup  dalam jaman edan, 

memang serba repot,

Akan tetapi mengikuti tidak tahan, 

kalau tidak mengikuti geraknya jaman, 

tidak mendapat apapun juga,

Akhirnya dapat menderita kelaparan.

Tapi sudah menjadi kehendak tuhan,

Bagaimana juga orang lupa itu bahagia, 

tapi masih bahagia orang yang ingat dan waspada.


Segalanya  

karena keinginan hati,

Betul begitu bukan,

Memang benar kalau 

ada  mengatakan demikian, 

Tapi sebenarnya  dalam hati repot,

Kini sudah tua,

apa  yang dicari. 

Lebih baik menyepi, agar mendapat berkah Tuhan.


Pemikiran humanistik Ranggawarsita di atas masih relevan bila digunakan untuk membaca pada situasi yang sedang berkembang. Pada intinya kutipan tersebut mengingatkan seseorang untuk selalu bersikap ingat dan waspada dalam situasi apapun. Dalam bidang kesenian karya Ranggawarsita kerap dijadikan sebagai rujukan untuk membuat lakon pedhalangan. Suluk dalam pewayangan menjadi sarana penting untuk iringan pentas pewayangan (Kasidi, 2011 : 35). Sekolah- sekolah kemudian mengambil alih fungsi istana menjadi pusat kebudayaan baru. Pesantren yang tetap bertahan dan bersaing dengan pendidikan modern. Bahkan kemudian berkembang pergerakan pembaharuan pemikiran agama, selangkah demi selangkah membawa pembaharuan pendidikan dalam pesantren -pesantren. Gejala yang kelihatan dalam perkembangan kepustakaan dan kebudayaan Jawa, makin lama makin mengalami masa kesuraman. Karena berkembangnya sikap pemikiran ilmiah yang bersendikan penalaran yang kritis dan sistematis makin mendesak alam pikiran yang menjadi sendi kebudayaan Jawa lama. Pemikiran Ranggawarsita itu mengantar pada suasana keseimbangan. 

Lingkungan kesusasteraan terbina dalam keluarga. Sejak jaman awal kehidupan Ranggawarsita, ia telah memiliki sikap spiritual tersendiri.  Ranggawarsita adalah seorang beragama, alumni Pondok Pesantren. Ia   membawa pengaruh besar pada masyarakat, dengan membawa angin perubahan keyakinan dari keagamaan. Anggapan bahwa raja adalah imam dan agama ageming aji yang turut menyebabkan beralihnya agama masyarakat karena beralihnya agama raja, di samping peran aktif para pujangga masa itu. Para penyebar agama, Wali Sanga dan guru- guru tarekat Jawa memperkenalkan agama yang bercorak tasawuf. Pandangan hidup Ranggawarsita  sebelumnya yang bersifat mistik  dapat sejalan, untuk kemudian mengakui tasawuf sebagai keyakinan penganut kejawen. Ilmu kepujanggaan, Ranggawarsita memiliki kemampuan kanuragan, jaya kawijayan, dan menguasai banyak pengetahuan. Ia juga mengajarkan kepada generasi setelahnya untuk selalu belajar dengan tekun, seperti ditulisnya dalam serat Sabda Jati. 


Megatruh


Hawya pegat ngudiya ronging budyayu, 

Margane suka basuki,

Dimen luwar kang kinayun, 

Kalis ing panggawe sisip,

Ingkang taberi prihatos. 

(Kamajaya, 1984: 35)


Terjemah : 


Jangan berhenti berbuat kebaikan, 

Jalan mendapat bahagia, 

supaya cita- cita berhasil, 

terhindar dari perbuatan jahat, 

gemarlah berprihatin.


Nilai spiritual Ranggawarsita dengan warna tasawuf berkembang juga. Pujangga Ranggawarsita  memang beragama yang toleran. Ciri pelaksanaan tasawuf menekankan pada berbagai latihan spiritual, seperti  puasa. Orang Jawa berlatih untuk lelaku. 


Hidup Ranggawarsita berada dalam penganut agama yang baik. Ia selalu mengasah  ketajaman pikiran dengan cara berdiskusi dengan kawan- kawannya, baik pamong praja pribumi, masyarakat kecil, sahabat  juga cendekiawan asing. Selain itu secara spiritual  sangat gemar berpuasa.


Untuk memahami makna puasa menurut Ranggawarsita perlu diingat. Misalnya dalam menjalani laku spiritual puasa, tata caranya berdasarkan panduan guru- guru kebatinan, ataupun lahir dari hasil penemuan sendiri para pelakunya. Untuk mengetahui sumber panduan guru- guru kebatinan, orang harus melacak tata cara keyakinan sebelum Ranggawarsita. Kedua, ritual puasa ini sendiri bernuansa mistik. Maka penjelasan ini pun memakai sudut pandang mistis dengan mengutamakan rasa yang mendalam. 


Dalam budaya humanistik Ranggawarsita  terdapat etika peguron. Etika menganjurkan murid agar melakukan darma bakti pada  guru. Murid diminta tanpa menonjolkan kebebasan untuk bertanya. Oleh karena itu, interpretasi laku spiritual puasa dalam budaya Ranggawarsita  tidak dilakukan secara khusus terhadap satu jenis puasa, melainkan secara umum. Dalam bidang spiritual kebudayaan Jawa mengenal konsep tentang Ketuhanan dan kekuasaan (Dwiyanto, 2010 : 11). Kecuali untuk mengasah ketajaman nalusi kepujanggaan, interpretasi laku spiritual puasa menurut Ranggawarsita  adalah puasa sebagai simbol keprihatinan dan praktek asketis. Ciri laku spiritual tapa dan pasa adalah menikmati yang tidak enak dan tidak menikmati yang enak, gembira dalam keprihatinan. Diharapkan setelah menjalani laku ini, tidak akan mudah tergoda dengan daya tarik dunia dan terbentuk pandangan spiritual yang transenden.  puasa bertujuan untuk penyucian batin dan mencapai kesempurnaan ruh.


Puasa sebagai sarana penguatan batin. Dalam hal ini pasa dan tapa merupakan bentuk latihan untuk menguatkan batin. Batin akan menjadi kuat setelah adanya pengekangan nafsu dunia secara konsisten dan terarah. Tujuannya adalah untuk mendapat kesaktian, mampu berkomunikasi dengan yang gaib- gaib. Perlu pemahaman atas keimanan pada Tuhan dan makhluk halus. Interperetasi tersebut di atas acapkali berada dalam satu pemaknaan saja. Pandangan mistik yang menjiwainya, dan berlaku umum dalam dunia tasawuf. Jalan mistik sebagaimana lahir dalam bentuk tasawuf adalah salah satu jalan di mana manusia berusaha mematikan hawa nafsunya di dalam rangka supaya lahir kembali di dalam Ilahi dan oleh karenanya mengalami persatuan dengan yang benar. 


Bagi Ranggawarsita  yang menjalankan puasa seperti ini dijalankan dalam hukum -hukum fiqih. Agama yang disadari adalah bentuk syariat, dan kebanyakan hidup di daerah santri. Semua pemeluk agama yang beriman,  tidak akan pernah ragu sedikitpun atas keberadaan Tuhan, Agama hendaknya bukan hanya dijadikan kewajiban ritual semata, namun alangkah indahnya bila mampu  tercermin dalam tingkah laku yang terpuji  pada pemeluknya demi memperoleh rahmat dari Illahiyah. Sikap laku terpujilah hendaknya menjiwai setiap orang, walau berbeda agama dalam religiositas iman dan taqwa yang mempersatukan. Merebaknya krisis kemanusiaan karena modernisme, sejak awal mereduksi nilai- nilai esensial kemanusiaan. Maka itu manusia hendaknya sadar harus mencegah kecenderungan keangkuhan intelektual, dan kesemenaan iptek terhadap martabat kemanusiaan. Pengkajian kitab klasik ini merupakan sarana pengembangan spiritual (Soekirman, 2012 : 25). Terkait dengan hal tersebut Ranggawarsita memberi wejangan dalam karya sastra Jaka Lodhang. 


Megatruh 


Mbok parawan sangga wang dhuhkiteng kalbu, 

Jaka Lodhang nabda malih, 

nanging ana marmanipun, 

ing waca kang wus pinesthi, 

estinen murih kelakon. 

(Kamajaya, 1984: 17)


Terjemahan:


Mendengar segalan itu seorang perawan merasa sedih.

Lalu Jaka Lodhang berkata :

Tapi ketahuilah bahwa ada hukum hakikat ,

dalam ramalan yang sudah ditentukan harus diusahakan, agar segera dapat terjadi.


Kutipan  serat Jaka Lodhang di atas mengandung nilai etis filosofis. Karya pujangga Ranggawarsita berisi filsafat, riwayat, kebijaksanaan hidup, dan sastra. Karya Ranggawarsita itu banyak berpengaruh terhadap sastra Jawa. Semuanya menunjukkan daya tarik sang pujangga sebagai penulis kreatif.


Kualitas wacana humanistik Ranggawarsita dikaji dalam bentuk tulisan biografi. Komite Ranggawarsita mengeluarkan buku tentang Ranggawarsita dengan judul Babad Lelampahanipun Suwargi Raden Ngabehi Ranggawarsita yang isinya mirip dengan karya keluarga. Warga kerabat Ranggawarsita. Pengkajian atas wacana humanistik karya Ranggawarsita kerap dijadikan sebagai objek penelitian akademis.


Kajian terhadap  karya humanistik Ranggawarsita telah dilakukan oleh para ahli. Orientasi ini lebih ditekankan pada kepujanggaan dan karya sastranya. Warisan luhur tersebut perlu dilestarikan (Kasim Siyo, 2008 : 119). Usia sastra Jawa sudah semakin lanjut. Kehidupan sastra Jawa itu merupakan kelanjutan dari perkembangan sastra Jawa sebelumnya. Sastra Jawa jaman Pujangga Ranggawarsita merupakan puncak perkembangan sastra Jawa modern. Jadi, yang berhasil membawa ke puncak ini adalah Pujangga Ranggawarsita, baik berdasarkan jumlah karyanya maupun mutu nilai karyanya. Pendidikan karakter yang diambilkan dari teks klasik bahannya memang cukup berlimpah ruah, terutama yang terkait dengan bidang kajian sastra Jawa.


D. Kesimpulan 

Wawasan humanistik yang ditulis Pujangga Ranggawarsita amat penting.Pembahasan pemikiran karya pujangga Ranggawarsita berguna untuk menggali nilai-nilai kearifan lokal yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan karakter di Indonesia. Hasil kajian  karya Ranggawarsita, pujangga Kraton Surakarta ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran  sastra Jawa. Dengan mengkaji karya Ranggawarsita tersebut diharapkan nilai luhur warisan masa silam dapat dipraktekkan sebagai referensi serta refleksi kehidupan pada masa kini. Pembinaan kepribadian bangsa dapat dicapai melalui pengkajian sastra Jawa klasik. 


Kajian wacana humanistik karya Ranggawarsita dilakukan demi memperoleh pemahaman yang sistematis, sehingga nilai pendidikan karakter dapat disebarkan melalui peserta didik. Ranggawarsita sebagai seorang pujangga istana, tugas pokoknya adalah menyusun karya- karya sastra. Karya- karya humanistik itu semua dalam bentuk tulisan tangan. Ranggawarsita menjabat sebagai pujangga istana, maka karya - karyanya banyak yang diberikan kepada para pemimpin. Di samping itu banyak pula yang beredar dalam lingkungan keluarga Ranggawarsita. Nyata sekali Ranggawarsita adalah pujangga yang banyak dikagumi para pecinta kepustakaan Jawa, maka banyak pula yang menyebar di tengah-tengah masyarakat. 


Gagasan humanistik Ranggawarsita yang mengandung nilai pendidikan karakter masih dibaca dan dihayati oleh masyarakat Jawa. Karya- karya Ranggawarsita, dipindahkan atau disalin dengan cukup cermat. Hal ini mungkin karena Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga besar, sangat dihormati dan disegani oleh para pecinta kepustakaan Jawa. Karyanya sudah ada yang diterbitkan, sehingga mudah disebarkan dan memperkaya khasanah kebudayaan Jawa.


 Pelajaran sastra Jawa dapat mengambil karya pemikiran Ranggawarsita sebagai bahan ajar pendidikan karakter. Kearifan lokal yang diwariskan oleh Ranggawarsita tersebut memperkaya bahan ajar bagi peserta didik di segala tingkat. Pada masa depan peserta didik yang telah memperoleh pendidikan karakter itu akan menyebarluaskan nilai kearifan lokal pada generasi berikutnya secara berkesinambungan. Wacana humanistik yang diajarkan Ranggawarsita bisa digunakan untuk menganyam peradaban dunia. 



DAFTAR PUSTAKA


Any, Anjar, 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita, dan Sabdapalon. Semarang: Dahara Press.


Astiyanto, 2007. Filsafat Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka.


Dwiyanto, Djoko, 2010. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yogyakarta : Pararaton.


Hadisiswaya, 2009. Keraton Undercover. Yogyakarta : Pinus. 


Kamajaya, 1984. Lima Karya Pujangga Ranggawarsita. Jakarta: Gramedia.


Kasidi, 2011. Strukturalisme dan Estetika Sulukan Wayang Kulit Purwa Pewayangan Gaya Yogyakarta. Yogyakarta : Kanisius.


Mahmudi, 2008. Nilai Spiritual Wirid Hidayat Jati Karya Ranggawarsita. Yogyakarta : Pura Pustaka.


Moleong, 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : LP3ES.


Siyo, Kasim, 2008. Wong Jawa di Sumatera. Sumatra Utara : Pujakesuma.


Soekirman, 2013. Ensiklopedi Ilmu Serat Centhini. Yogyakarta : Pura Pustaka.


Solichin, 2010. Wayang Masterpiece Seni Budaya Dunia. Jakarta : Sinergi Persadatama Foundation.


Widyawati, Wiwin. 2007. Ilmu Sastra Jawa. Yogyakarta : Unggul Jaya.


Wijana, I Dewa Putu, 2010. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Curriculum Vitae


N a m a : Dr. Purwadi, M.Hum

N I P : 19710916 200501 1 001

Pangkat/Golongan : Pembina /IV a

Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Jurusan/Prodi : Pendidikan Bahasa Daerah FBS UNY

Bidang Keahlian : Sastra Budaya

Nomor HP/Email : 087864404347 /purwadi@uny.ac.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARASEHAN PUSAKA BEDAYA KETAWANG

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.