PAKU BUWANA II SUMARE ING HASTANA PAJIMATAN IMOGIRI

PAKU BUWANA II SUMARE ING HASTANA PAJIMATAN IMOGIRI 





Oleh Dr. Purwadi, M.Hum; 
Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, 
Hp. 087864404347



A. Paku Buwana II Merenovasi Makam Pajimatan Imogiri


Hormat pada leluhur dengan cara melakukan renovasi makam. Paku Buwana II setelah dinobatkan menjadi raja Mataram tahun 1726 segera memperbaiki makam Puroloyo Kotagedhe dan Hastana Pajimatan Imogiri. 


Paku Buwana II lahir pada hari Selasa Paing, 23 Syawal 1634 atau 8 Desember 1711. Dinobatkan sebagai raja Mataram menggantikan Sinuwun Amangkurat Jawa dalam usia 15 tahun. Penobatan hari Kamis Legi 16 Besar 1650 atau 15 Agustus 1726. 


Dalam usia masih muda. Tapi Paku Buwana II sudah punya bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai. Termasuk pernah belajar di negeri Perancis tahun 1724, atas undangan raja Louis XI. 


Hari Ahad Kliwon 11 Sura 1675 atau 21 Desember 1749 Paku Buwana II wafat. Meninggalkan 16 putra putri. Lantas dimakamkan di Hastana Pajimatan Imogiri. 


Kilas balik pada jaman sekarang. Kraton Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh Pengageng Sasana Wilapa, GKR Wandansari melakukan tata cara nyadran. Upacara ini bertempat di Pajimatan Imogiri, yang digunakan sebagai makam raja-raja Jawa. Kegiatan nyadran ini diselenggarakan pada hari Kamis Wage, tanggal 19 Mei 2016.


Astana Pesareyan Imogiri dibangun oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyokro Kusumo. 




Beliau adalah raja ketiga Mataram yang memerintah tahun 1613-1645. Para Raja Mataram pendahulunya yaitu Panembahan Senopati (1575-1601) dan Prabu Hadi Hanyokrowati (1601-1613) dimakamkan di Hastana Kota Gedhe.

Sultan Agung Hanyokro Kusumo selalu menjalankan sholat Jumat di Mekkah. Pulang ke Kraton Mataram membawa batu dari Tanah Suci. Batu sakti tersebut dilempar dari Tanah Arab. 


Jatuhlah batu ajaib tersebut di atas Gunung Merak Imogiri pada tanggal 30 Juni 1640. Sultan Agung mulai membangun makam untuk keluarga dan keturunan Kraton Mataram.


Pada tanggal 1 Januari 1641 Sultan Agung mendapat gelar Khalifatullah dari Kasultanan Turki. Selama pembangunan Hastana Pajimatan Imogiri, Sultan Agung mendapat bantuan dari Raja Mesir, Persia, Yaman, Gujarat, Samudra Pasai, Delli Serdang dan Kasultanan Melayu. Sejak itu tanah di Pajimatan Imogiri selalu meniupkan bau harum wangi semerbak.


Sesungguhnya kraton Surakarta selalu sowan di pesareyan para leluhur yang tersebar di seluruh tanah Jawa dan Madura. Misalnya : makam Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Enis, Ki Ageng Ngerang, Panembahan Senopati, Sri Susuhunan Amangkurat Tegal Arum dan Bathara Katong Ponorogo.  


Tata cara nyadran yang dilakukan Kraton Surakarta Hadiningrat melibatkan abdi dalem, sentana dan pengageng kraton. Setiap tahun diselenggarakan secara rutin. Adapun makam para raja yang disowani yaitu para raja Mataram dan raja Surakarta Hadiningrat. Para abdidalem yang tergabung dalam Paguyuban Kawula Kraton Surakarta (Pakasa) dengan setia mengikuti jalannya upacara. Mereka berasal dari Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten, Ngawi, Ponorogo, Kediri, Nganjuk, Blitar, Malang, Surabaya, Tuban, Grobogan, Semarang, Cilacap, Jakarta dan Banyumas.


Para abdidalem Pakasa dibagi menurut kelompok dan tugasnya. Hal ini mengingat jumlah peserta yang banyak, maka demi efektifitas dan efisiensi,  pembagian itu dilakukan pada masing-masing kompleks makam. Untuk pertama kalinya doa bersama ditujukan kepada makam raja Sultan Agung. Kemudian upacara nyadran dilakukan di masing-masing raja sesuai dengan urutan waktu saat memerintah.


B. Paku Buwana II Sumare Bersama Para Raja Mataram. 


1. Sultan Agung. 


Kanjeng Sultan Agung Hanyokro Kusumo mangkat pada hari Jum'at Legi tahun 1645 M. Beliau merupakan raja yang pertama kali dimakamkan di Hastana Pajimatan Imogiri.


Di sebelahnya juga dimakamkan GKR Batang, permaisuri Sultan Agung. Turut serta para abdi dalem setia, seperti Dalang Panjangmas. Orang-orang terdekat ini mendapat kesempatan untuk beristirahat di Hastana Imogiri. 


2. Susuhunan Amangkurat Amral. 


Kemudian putranya menggantikan menjadi raja dengan nama Kanjeng Susuhunan Amangkurat Amral yang bertahta di Kartosuro. Tak lama ia memerintah akhirnya mangkat pada hari Sabtu Kliwon jam 8 malam pada tanggal 23 Jumadilakir tahun Alip 1627 atau 1703 Masehi.


3. Susuhunan Amangkurat Mas. 


Ia digantikan puteranya yang bergelar Kanjeng Susuhunan Amangkurat Mas. Beliau wafat pada tahun 1708.


4. Susuhunan Paku Buwono I. 


Kekuasaan dipegang oleh pamannya yang bergelar Gusti Pangeran Puger dan bergelar Kanjeng Susuhunan Paku Buwono ke 1 (PB I) di Semarang hari Rabu Kliwon tanggal 2 Dukaidah tahun Ehe 1628 (masehi 1708). Beliau mangkat pada hari Senin Legi tanggal 7 Besar tahun Jimakir 1642 atau 1719 Masehi. 


5. Susuhunan Amangkurat Jawi. 


Sesudah kekuasaan Kartasura dipegang oleh Kanjeng Susuhunan Amangkurat Jawi yang jatuh pada hari Ahad Paing tanggal 17 Besar tahun Jimakir 1642 atau 1719 Masehi. Beliau wafat pada tahun 1726 Masehi.


6. Susuhunan Paku Buwono II. 


Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panata Gama Khalifatullah Ingkang Kaping II Ing Negari Surakarta Hadiningrat, putra dalem Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa di Negari Kartasura. 


Lahir Selasa Pahing, 23 Sawal 1634 atau 8 Desember 1711 di Kartasura. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Pangeran Adipati Anom. Menjadi raja pada hari Kamis Legi, 16 Besar 1650 atau 15 Agustus 1726, masih di Kartasura. Permaisurinya yaitu Kanjeng Ratu Mas, putri Kanjeng Panembahan Purbaya di Lamongan. Paku Buwono II wafat pada hari Minggu Kliwon, 11 Sura 1675 Saka atau 20 Desember 1749 Masehi. 


7. Susuhunan Paku Buwono III  


Sinuwun Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panata Gama Khalifatullah Ingkang Kaping III Ing Negari Surakarta Hadiningrat, putra dalem Susuhunan Paku Buwono II. Lahir dari permaisuri GKR Mas, putrinya Panembahan Purbaya, Bupati Lamongan. Panembahan Purbaya adalah putra dalem Susuhunan Paku Buwono I. Nama BRM Gusti Suryadi. 


Lahir pada hari Sabtu Wage, 26 Ruwah 1656, atau 24 Februari 1732. Menjadi raja pada hari Senin Wage, 5 Sura 1675, atau 15 De¬sember 1749. Permaisurinya yaitu Kanjeng Ratu Kencana, putri Ki Tumenggung Wirareja, Bupati Nayaka Gedhong Kiwa. Paku Buwono III wafat pada hari Jum’at Wage, 25 Besar 1714, atau 26 September 1788 Masehi.  


8. Susuhunan Paku Buwono IV. 


Sinuwun Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panata Gama Khalifatullah Ingkang Kaping IV Ing Negari Surakarta Hadiningrat, disebut Sunan Bagus, putra dalem Susuhunan Paku Buwono III, nomor 17 lahir dari permaisuri Ratu Kencana. Nama BRM Gusti Subadya.


 Lahir pada hari Kamis Wage, 18 Rabi’ul Akhir 1694 atau 2 September 1768. Menjadi raja pada hari Senin Paing, 28 Besar 1714, atau 29 September 1788. Permaisurinya Kanjeng Ratu Adipati Anom atau Kanjeng Ratu Kencana, putri dari Raden Adipati Cakraningrat, Bupati Pamekasan, Madura. Paku Buwono IV wafat Senin Paing, 23 Besar 1747, atau 1 Oktober 1820 Masehi. 


9. Susuhunan Paku Buwono V. 


Susuhunan Ingkang Kaping V putra dalem Susuhunan Paku Buwono IV, lahir dari permaisuri GKR Kencana, putrinya Adipati Cakradiningrat, dari Pamekasan Madura. Nama Bendara Raden Mas Gusti Sugandi. Pada usia satu setengah tahun ibunya meninggal dunia, sehingga diasuh oleh ayahandanya sendiri.


 Lahir pada hari Selasa, 5 Rabi’ul Akhir 1711, atau 15 Februari 1785. Dinobatkan menjadi Pangeran Adipati Anom pada hari Senin Legi, 24 Besar 1718. Menjadi raja pada hari Selasa, 3 Muharam 1748, atau 10 Oktober 1820. Wafat pada hari Jum’at, 29 Besar 1750, atau 5 September 1823 Masehi. 


10. Susuhunan Paku Buwono VI. 


Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panata Gama Khalifatullah Ingkang Kaping VI ing Negari Surakarta Hadiningrat atau Sunan Bangun Tapa, putra dalem Susuhunan Paku Buwono V nomor 11, lahir dari garwa ampeyan Raden Ayu Sasrakusuma. Nama GRM Sapardan.


Lahir pada hari Ahad Wage, 18 Sapar 1734, atau 26 April 1807. Dinobatkan menjadi raja pada hari Senin, 10 Sura 1751, atau 15 September 1824. Permaisurinya ada dua, GKR Kencana Raden Ajeng Handaya, putri Adipati Cakradiningrat dari Pamekasan, Madura. Wafat pada hari Ahad Pon, 12 Rejeb 1777 atau 2 Juni 1849 di Ambon. 


11. Susuhunan Paku Buwono VII. 


Susuhunan Paku Buwono Kaping VII Ing Negari Surakarta Hadiningrat, putra dalem Susuhunan Paku Buwono IV, lahir dari permaisuri Raden Ajeng Sukaptinah, putri Adipati Cakradiningrat  dari Pamekasan, Madura. Nama BRM Gusti Malikus Shalihin atau Sunan Purbaya.




 Lahir pada hari Kamis Wage, 16 Muharam 1723 atau 28 Juli 1796. Ketika menjadi pangeran bernama KGPAA Purbaya, menjadi raja pada hari Senin Wage, 22 Besar 1753 atau 14 Juni 1830. Wafat pada hari Senin Legi, 27 Siam 1786 atau 28 Juli 1858 Masehi. 


12. Susuhunan Paku Buwono VIII. 


Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Ngalaga Abdur¬rahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Kaping VIII Ing Negari Surakarta Hadin-ingrat, disebut juga Sunan Bei, putra dalem Susuhunan Paku Buwono IV.


 Lahir dari garwa ampeyan Raden Ayu Rantansari, putri Raden Ngabehi Jayakartika, abdi dalem mantri Kadipaten Anom. Nama GRM Kusen. Lahir pada hari Senin, 20 April 1789. Menjadi pangeran pada hari Kamis 15 Besar 1731 atau 1805, dengan nama KGPH Hangabehi. Wafat pada hari Sabtu Wage, 25 Jumadilakir 1790 Saka atau 28 Desember 1861 Masehi. 


13. Susuhunan Paku Buwono IX.  


Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Negari Surakarta Hadiningrat, putra dalem Susuhunan Paku Bu¬wono VI, lahir dari permaisuri GKR Ageng, putri Adipati Mangkubumi I di Surakarta. Putra dalem nomor 5, nama kecil BRM Gusti Duksina. 


Lahir pada hari Rabu, 7 Saban 1758 atau 22 Desember 1830. Diwisuda menjadi KGPH Prabuwijaya, pada tanggal 21 Juni 1847. Menjadi raja tanggal 30 Desember 1861. Wafat pada hari Jum’at Legi, 28 Ruwah 1822 atau 17 Maret 1893 Masehi. 


14. Susuhunan Paku Buwono X. 


Sampeyan dalem Ingkang Minulya Saha Wicaksana Kanheng Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Kaping X Ing Negari Surakarta Hadiningrat punika putra dalem Susuhunan Paku Buwono IX. 


Lahir dari permaisuri dalem GK Ratu Paku Buwono, Raden Ajeng Kustiyah, putri KPH Hadiwijaya II di Surakarta. Lahir pada tanggal 29 November 1866.


 Menjadi Pangeran Adipati Anom  27 Jumadilakir tahun 1869. Menikah dengan Bendara Raden Ajeng Sumarti tanggal 7 Agustus 1886. Menjadi raja pada tanggal 30 Maret 1839. Wafat pada hari Senin Legi, 1 Sura 1870 Saka atau 20 Februari 1939 Masehi. 


15. Susuhunan Paku Buwono XI. 


Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Kaping XI Ing Negari Surakarta Hadiningrat, Putra dalem Susuhunan Paku Buwono X. Lahir dari garwa ampeyan Raden Ayu Mandayaretna, putri Raden Mas Panji Sumataruna, cucu KGPA Mangkubumi I di Surakarta. Nama GRM Antasena. Lahir pada hari Senin, 25 Rabi’ul Akhir 1815, atau 1 Februari 1886. 


Dewasa menjadi pangeran asma GPH Hangabehi. Dinobatkan menjadi raja pada hari Rabu Legi, 7 Mulud 1878, atau 26 April 1939. Wafat pada hari Sabtu, 21 Jumadilakir 1876 atau 1 Juni 1945 Masehi. 


16. Susuhunan Paku Buwono XII. 


Susuhunan Paku Buwono Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Kaping XII Ing Negari Surakarta Hadiningrat putra dalem Paku Buwono XI lahir dari permaisuri dalem GKR Susuhunan Paku Buwono, putri KRMT Puspadiningrat. Nama kecil GRM Suryaguritna. Lahir pada hari Selasa Legi, 20 Ramelan 1855, atau 14 April 1925. 


Dewasa jumeneng Pangeran KGPH Purbaya. Menjadi raja pada hari Jum’at Pahing, 19 Rejeb 1876 atau 12 Juli 1945. Paku Buwono XII wafat pada tanggal 11 Juni 2004. 


C. Paku Buwana II Memberi Suri Teladan Para Luhur. 


Budi pekerti luhur Paku Buwana II pantas diteladani. Keluarga Kraton Surakarta sebelum melakukan nyadran pada setiap bulan Ruwah, terlebih dulu sowan di Pajimatan Imogiri menjelang upacara tingalan jumenengan. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 April 2016. Pengageng Sasana Wilapa Kraton Surakarta memimpin upacara unjuk uninga di makam Sultan Agung. 


Acara ini diselenggarakan dalam rangka menyambut tatacara jumenengan nata dan pusaka Bedhaya Ketawang. Pengetan jumenengan nata tiba pada tanggal 25 Rajab atau 3 Mei 2016.


Penghormatan pada leluhur memang perlu. Kraton Surakarta yang dikoordinir oleh GKR Wandasari sowan ke makam Kotagedhe. Di sana bersemayam Ki Ageng Pemanahan, Juru Martani dan Panembahan Senopati. Untuk menghemat energi dan waktu, pajimatan Kotagedhe dipimpin oleh GKR Galuh Kencono. Acara ini tiap tahun dilakukan menjelang penobatan raja, boleh dibilang acara unjuk uninga bersifat sederhana. Hanya diikuti oleh sebagian abdi dalem.


Sedangkan acara Nyadran berlangsung lebih semarak, dengan menyertakan abdi dalem dari berbagai daerah setiap kompleks makam dikunjungi oleh para pengageng Kraton Surakarta. 


Kompleks makam Imogiri khusus buat raja, istri, anak dan menantu. Untuk tingkat cucu sudah tidak berhak. Cucu cicit raja mendapat jatah pemakaman di Astana Laweyan. Begitulah tradisi yang sudah berlangsung selama berabad-abad.


 Kraton Surakarta dengan konsekwen dan kontinyu menyelenggarakan upacara adat. Eksistensi kekuasaan tradisional harus dibangun melalui aktivitas kultural dan ritual.Kira-kira pukul 12.30 WIB, upacara unjuk uninga dimulai. Abdi dalem yang bertugas di makam Imogiri segera bersiap-siap. Bunga melati, mawar, kenanga diiris halus. Abdi dalem Purwa Kinanti membawa kembang yang diwadhahi baki. Abdi dalem berbusana Jawa berjalan menuju makam Sultan Agung. Berjalan di depan GKR Wandansari yang diikuti barisan abdi dalem.


 Para abdi dalem putri mengenakan kemben. Putri raja boleh memakai kebaya. Abdi dalem kakung mengenakan baju beskap, blangkon, samir, jarik, bebedan, stagen, sabuk wala. Di makam tanpa memakai keris.

Jarak kompleks Sultan Agung dengan transit Paku Buwono sekitar 200 m. Makam Sultan Agung menduduki tempat yang paling tinggi. Dari tangga makam yang jumlahnya 450 langsung naik ke makam Sultan Agung. 


Saat itu hujan baru saja reda. Hawa sejuk, angin semilir langit berawan. Selama upacara berlangsung tidak ada halangan serius. Cuaca boleh dikatakan amat cerah dan ucara segar. GKR Wandansari memberi dhawuh kepada abdi dalem ulama. Mereka segera memberi doa untuk seluruh para raja Mataram dan khususnya Kraton Surakarta. Tampak dalam acara ini yaitu KP Wirobumi dan KMT Fitri Pusponegoro. Beliau diantar oleh KRT Dalijo Renggowacono. Bau dupa wangi dengan diuntai alunan syair yang merdu.


Pintu makam Sultan Agung dibuka. GKR Wandansari dan abdi dalem bertafakur nyuwun pangestu.

 Tiang dan dinding terbuat dari kayu jati. Lantai terbuat dari tegel kuno. Ditata rapi, asri. Jeng Esti betul-betul khidmat mengikuti acara ini. Semoga doa terkabul sekalian warga mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Waktu jam telah berlalu. Kira-kira pukul 13.30 rombongan menuju kompleks makam Paku Buwono X, XI, XII. 


Dibanding dengan tempat lain, kompleks makam ini teramat rapi, megah dan mewah. Transit dan salin pakaian amat nyaman. Kamar mandi dan paturan bersih. Seolah-olah tinggal di istama. Hawa sejuk, betah istirahat. Tempat asri anglam-lami, serba elok dari segala sudut.


Kukusing dupa kumelun, arum wangi ke kanan dan ke kiri. Di isni terdapat makam anggota BPUPKI. Mereka adalah Suryohamijoyo, Sosroningrat, Wuryaningrat. 


Beliau adalah pembesar Kraton Surakarta yang turut serta dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jasa mereka amat besar. Sinuwun Paku Buwono X, XI dan XII memberi fasilitas guna membentuk NKRI. Dimulai dari Budi Utomo, Sarikat Islam, Perguruan Muhammadiyah dan ormas kebangsaan berhutang budi kepada ketiga raja Surakarta. 


Paku Buwono XI menjadi dewan penasihat Sarikat Islam. Paku Buwono  XII memberi bantuan uang kepada pemerintah RI. Hingga sekarang Kraton Surakarta memberi bantuan yang besar pada NKRI.


Masyarakat tiap hari ziarah pada Sinuwun Paku Buwono X, XI. XII merupakan bentuk penghargaan. Sebenarnya orang hidup tidaklah sulit guna menghormati orang lain. Terlebih bagi masyarakat atau pihak yang berjasa pada nusa dan bangsa, wajib kiranya untuk memberi penghormatan. 


Pola bangunan kompleks makam Sinuwun Paku Buwono X, XI dan XII boleh dibilang megah mewah. Lantai marmer berkelas tinggi, atap rapi, tiang dinding kayu jati. Fentilasi, pengaturan udara, tata ruang dengan menggunakan arsitektur yang berkualitas.


 Barangkali di seluruh Asia Tenggara makam ini paling mengesankan. Daya magis, nilai spiritual dan keindahan terpancar dari pajimatan Imogiri.


Lama waktu ziarah hari Kamis, 14 April 2016 ini selesai pukul 14.30. Dilanjutkan makan siang. Semua pendherek begitu lahap, mat-matan, gembira ria, suka hati. Sejak siang memang belum makan. 


Ditambah tenaga ekstra untuk perjalanan naik turun tangga yang lumayan tinggi. Energi jelas terkuras. Begitu makan siang dihidangkan maka terasa enak dan nikmat. 


Pesareyan Imogiri terdapat masjid, padasan (tempayan), gapura, tangga naik, kelir, dan cungkup. Berdasarkan tinggalan yang ada didalamnya Pemakaman Imogiri dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 


Tingalan yang terdapat di halaman dalam tembok keliling makam terdapat gapura, kelir, cungkup, padasan (tempayan), dan makam. Tinggalan yang terdapat di halaman luar tembok keliling makam terdapat masjid, tangga naik, dan padasan (tempayan).


 Pasareyan Imogiri dikelilingi tembok bata yang tinggi dan terdiri dari empat halaman. Untuk memasuki halaman  pertama terlebih dahulu  melewati gapura candi bentar (supit urang) dan di halaman ini ada kelir, bangsal, padasan (tempayan), dan makam. 


Bagian halaman kedua, ketiga, dan keempat terdapat kesamaan unsur yang ada di dalamnya, yaitu terdapat pintu penghubung di tiap-tiap halaman makam berupa gapura paduraksa, kelir di depan gapura, juga makam yang terdapat di tanah terbuka serta terdapat makam yang terletak di dalam cungkup.


 Makam yang terletak di tanah terbuka, yaitu makam penghulu Ketagen, makam Patih Singoranu. Adapun makam yang terletak di dalam cungkup, misalnya saja makam Sultan Agung. 


Selain bercungkup, makam Sultan Agung ini juga diberi tempat sesaji. Lokasi makam Sultan agung terletak pada posisi di bagian paling dalam karena pada bagian tersebut dianggap memiliki tingkat kesakralan yang paling tinggi.  


Kraton Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh Pengageng Sasana Wilapa, GKR Wandansari melakukan tata cara nyadran. Upacara ini bertempat di Pajimatan Imogiri, yang digunakan sebagai makam raja-raja Jawa. Kegiatan nyadran ini diselenggarakan pada hari Kamis Wage, tanggal 19 Mei 2016.


Astana Pesareyan Imogiri dibangun oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Beliau adalah raja ketiga Mataram yang memerintah tahun 1613-1645. Para Raja Mataram pendahulunya yaitu Panembahan Senopati (1575-1601) dan Prabu Hadi Hanyokrowati (1601-1613) dimakamkan di Hastana Kota Gedhe.


Sultan Agung Hanyokro Kusumo selalu menjalankan sholat Jumat di Mekkah. Pulang ke Kraton Mataram membawa batu dari Tanah Suci. Batu sakti tersebut dilempar dari Tanah Arab. 


Jatuhlah batu ajaib tersebut di atas Gunung Merak Imogiri pada tanggal 30 Juni 1640. Sultan Agung mulai membangun makam untuk keluarga dan keturunan Kraton Mataram. Pada tanggal 1 Januari 1641 Sultan Agung mendapat gelar Khalifatullah dari Kasultanan Turki. 


Selama pembangunan Hastana Pajimatan Imogiri, Sultan Agung mendapat bantuan dari Raja Mesir, Persia, Yaman, Gujarat, Samudra Pasai, Delli Serdang dan Kasultanan Melayu. Sejak itu tanah di Pajimatan Imogiri selalu meniupkan bau harum wangi semerbak.


Sesungguhnya kraton Surakarta selalu sowan di pesareyan para leluhur yang tersebar di seluruh tanah Jawa dan Madura. Misalnya : makam Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Enis, Ki Ageng Ngerang, Panembahan Senopati, Sri Susuhunan Amangkurat Tegal Arum dan Bathara Katong Ponorogo.  



Tata cara nyadran yang dilakukan Kraton Surakarta Hadiningrat melibatkan abdi dalem, sentana dan pengageng kraton. Setiap tahun diselenggarakan secara rutin. Adapun makam para raja yang disowani yaitu para raja Mataram dan raja Surakarta Hadiningrat. Para abdidalem yang tergabung dalam Paguyuban Kawula Kraton Surakarta (Pakasa) dengan setia mengikuti jalannya upacara. Mereka berasal dari Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten, Ngawi, Ponorogo, Kediri, Nganjuk, Blitar, Malang, Surabaya, Tuban, Grobogan, Semarang, Cilacap, Jakarta dan Banyumas.


Para abdidalem Pakasa dibagi menurut kelompok dan tugasnya. Hal ini mengingat jumlah peserta yang banyak, maka demi efektifitas dan efisiensi,  pembagian itu dilakukan pada masing-masing kompleks makam. Untuk pertama kalinya doa bersama ditujukan kepada makam raja Sultan Agung. Kemudian upacara nyadran dilakukan di masing-masing raja sesuai dengan urutan waktu saat memerintah.


Keluarga Kraton Surakarta sebelum melakukan nyadran pada setiap bulan Ruwah, terlebih dulu sowan di Pajimatan Imogiri menjelang upacara tingalan jumenengan. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 April 2016. Pengageng Sasana Wilapa Kraton Surakarta memimpin upacara unjuk uninga di makam Sultan Agung. 


Acara ini diselenggarakan dalam rangka menyambut tatacara jumenengan nata dan pusaka Bedhaya Ketawang. Pengetan jumenengan nata tiba pada tanggal 25 Rajab atau 3 Mei 2016.


Penghormatan pada leluhur memang perlu. Kraton Surakarta yang dikoordinir oleh GKR Wandasari sowan ke makam Kotagedhe. Di sana bersemayam Ki Ageng Pemanahan, Juru Martani dan Panembahan Senopati. 


Untuk menghemat energi dan waktu, pajimatan Kotagedhe dipimpin oleh GKR Galuh Kencono. Acara ini tiap tahun dilakukan menjelang penobatan raja, boleh dibilang acara unjuk uninga bersifat sederhana. Hanya diikuti oleh sebagian abdi dalem.


Sedangkan acara Nyadran berlangsung lebih semarak, dengan menyertakan abdi dalem dari berbagai daerah setiap kompleks makam dikunjungi oleh para pengageng Kraton Surakarta. 


Kompleks makam Imogiri khusus buat raja, istri, anak dan menantu. Untuk tingkat cucu sudah tidak berhak. Cucu cicit raja mendapat jatah pemakaman di Astana Laweyan. Begitulah tradisi yang sudah berlangsung selama berabad-abad.


 Kraton Surakarta dengan konsekwen dan kontinyu menyelenggarakan upacara adat. Eksistensi kekuasaan tradisional harus dibangun melalui aktivitas kultural dan ritual.


Kira-kira pukul 12.30 WIB, upacara unjuk uninga dimulai. Abdi dalem yang bertugas di makam Imogiri segera bersiap-siap. Bunga melati, mawar, kenanga diiris halus. Abdi dalem Purwa Kinanti membawa kembang yang diwadhahi baki. Abdi dalem berbusana Jawa berjalan menuju makam Sultan Agung. Berjalan di depan GKR Wandansari yang diikuti barisan abdi dalem.


 Para abdi dalem putri mengenakan kemben. Putri raja boleh memakai kebaya. Abdi dalem kakung mengenakan baju beskap, blangkon, samir, jarik, bebedan, stagen, sabuk wala. Di makam tanpa memakai keris.


Jarak kompleks Sultan Agung dengan transit Paku Buwono sekitar 200 m. Makam Sultan Agung menduduki tempat yang paling tinggi. Dari tangga makam yang jumlahnya 450 langsung naik ke makam Sultan Agung. 


Saat itu hujan baru saja reda. Hawa sejuk, angin semilir langit berawan. Selama upacara berlangsung tidak ada halangan serius. Cuaca boleh dikatakan amat cerah dan ucara segar. GKR Wandansari memberi dhawuh kepada abdi dalem ulama. 


Mereka segera memberi doa untuk seluruh para raja Mataram dan khususnya Kraton Surakarta. Tampak dalam acara ini yaitu KP Wirobumi dan KMT Fitri Pusponegoro. Beliau diantar oleh KRT Dalijo Renggowacono. Bau dupa wangi dengan diuntai alunan syair yang merdu.


Pintu makam Sultan Agung dibuka. GKR Wandansari dan abdi dalem bertafakur nyuwun pangestu.


 Tiang dan dinding terbuat dari kayu jati. Lantai terbuat dari tegel kuno. Ditata rapi, asri. Jeng Esti betul-betul khidmat mengikuti acara ini. Semoga doa terkabul sekalian warga mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Waktu jam telah berlalu. Kira-kira pukul 13.30 rombongan menuju kompleks makam Paku Buwono X, XI, XII. 




Dibanding dengan tempat lain, kompleks makam ini teramat rapi, megah dan mewah. Transit dan salin pakaian amat nyaman. Kamar mandi dan paturan bersih. Seolah-olah tinggal di istama. Hawa sejuk, betah istirahat. Tempat asri anglam-lami, serba elok dari segala sudut.


Kukusing dupa kumelun, arum wangi ke kanan dan ke kiri. Di isni terdapat makam anggota BPUPKI. Mereka adalah Suryohamijoyo, Sosroningrat, Wuryaningrat. 


Beliau adalah pembesar Kraton Surakarta yang turut serta dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jasa mereka amat besar. Sinuwun Paku Buwono X, XI dan XII memberi fasilitas guna membentuk NKRI. Dimulai dari Budi Utomo, Sarikat Islam, Perguruan Muhammadiyah dan ormas kebangsaan berhutang budi kepada ketiga raja Surakarta. 


Paku Buwono XI menjadi dewan penasihat Sarikat Islam. Paku Buwono  XII memberi bantuan uang kepada pemerintah RI. Hingga sekarang Kraton Surakarta memberi bantuan yang besar pada NKRI.


Masyarakat tiap hari ziarah pada Sinuwun Paku Buwono X, XI. XII merupakan bentuk penghargaan. Sebenarnya orang hidup tidaklah sulit guna menghormati orang lain. Terlebih bagi masyarakat atau pihak yang berjasa pada nusa dan bangsa, wajib kiranya untuk memberi penghormatan. 


Pola bangunan kompleks makam Sinuwun Paku Buwono X, XI dan XII boleh dibilang megah mewah. Lantai marmer berkelas tinggi, atap rapi, tiang dinding kayu jati. Fentilasi, pengaturan udara, tata ruang dengan menggunakan arsitektur yang berkualitas.


 Barangkali di seluruh Asia Tenggara makam ini paling mengesankan. Daya magis, nilai spiritual dan keindahan terpancar dari pajimatan Imogiri.


Lama waktu ziarah hari Kamis, 14 April 2016 ini selesai pukul 14.30. Dilanjutkan makan siang. Semua pendherek begitu lahap, mat-matan, gembira ria, suka hati. Sejak siang memang belum makan. 


Ditambah tenaga ekstra untuk perjalanan naik turun tangga yang lumayan tinggi. Energi jelas terkuras. Begitu makan siang dihidangkan maka terasa enak dan nikmat. 


D. Paku Buwana II Mewariskan Tradisi di Imogiri .


  Pesareyan Imogiri terdapat masjid, padasan (tempayan), gapura, tangga naik, kelir, dan cungkup. Berdasarkan tinggalan yang ada didalamnya Pemakaman Imogiri dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 


Tingalan yang terdapat di halaman dalam tembok keliling makam terdapat gapura, kelir, cungkup, padasan (tempayan), dan makam. Tinggalan yang terdapat di halaman luar tembok keliling makam terdapat masjid, tangga naik, dan padasan (tempayan).




 Pasareyan Imogiri dikelilingi tembok bata yang tinggi dan terdiri dari empat halaman. Untuk memasuki halaman  pertama terlebih dahulu  melewati gapura candi bentar (supit urang) dan di halaman ini ada kelir, bangsal, padasan (tempayan), dan makam. 


Bagian halaman kedua, ketiga, dan keempat terdapat kesamaan unsur yang ada di dalamnya, yaitu terdapat pintu penghubung di tiap-tiap halaman makam berupa gapura paduraksa, kelir di depan gapura, juga makam yang terdapat di tanah terbuka serta terdapat makam yang terletak di dalam cungkup.


 Makam yang terletak di tanah terbuka, yaitu makam penghulu Ketagen, makam Patih Singoranu. Adapun makam yang terletak di dalam cungkup, misalnya saja makam Sultan Agung. 


Selain bercungkup, makam Sultan Agung ini juga diberi tempat sesaji. Lokasi makam Sultan agung terletak pada posisi di bagian paling dalam karena pada bagian tersebut dianggap memiliki tingkat kesakralan yang paling tinggi.  


Tata ruang makam Imogiri di dalamnya memiliki benteng yang cukup tinggi, serta memiliki empat halaman. Halaman pertama terdapat kelir, bangsal, padasan (tempayan), dan makam itu sendiri. 


Pada bagian halaman kedua, ketiga, keempat terdapat kesamaan unsur bangunan yaitu ada pintu penghubung pada tiap-tiap halaman makam yang berupa gapura paduraksa, kelir yang selalu ada di depan gapura, dan cungkup.


 Masing-masing kompleks makam tersedia ruangan untuk transit dan berfungsi sebagai markas para abdidalem juru kunci. Barangkali tempat transit ini semacam peristirahatan atau pesanggrahan. Perjalanan untuk menuju makam Imogiri bisa dilewati melalui dua jalur.


1. Jalur tangga.


Pegunjung bisa lewat tangga berundak yang jumlahnya lebih dari 450. Tentu saja diperlukan tenaga besar. 


Bagi mereka yang menjalankan laku ritual, pasti tidak merasakan beban apapun. Para abdi dalem siap untuk memandu, bagaimana cara menempuh tangga supaya terasa agak ringan. Cara jalan dengan maju miring.


2. Jalur jalan barat.


Pengunjung bisa lewar jalur jalan barat. Dari parkiran terminal  naik kira-kira 500 m. Sebelum anik perlu mengisi tenaga. Sudah tersedia jajanan makanan aneka ragam.


 Rupa-rupa makanan kecil yang enak murah. Makanan besar dengan lauk-pauk tradisional, sayur-mayur segar seperti daun ketela pohung, nangka, terong, kacang, kangkung, bayam. Rasanya enak, segar, gurih nikmat.


 Minuman wedang uwuh terkenal segar, nikmat dan bisa untuk obat sakit encok, jimpe, pegal linu dapat diobati dengan minum wedang uwuh. Begitu diminum badan terasa segar sumyah. Bahkan ramuan wedang uwuh tersedia dalam bentuk kemasan, bisa untuk oleh-oleh di rumah. 


Wedang uwuh terkenal dan ramuannya tersedia di mana-mana. Pada masa depan menjadi barang komoditas ekspor. Mutu barang terjamin, kualitas pasti bagus. Perlu tenaga promosi dan marketing. Pasar dunia terbentuk, maka roda ekonomi berputar cepat.


Kira-kira pukul 16.00 rombongan Kraton menuju Pantai Parangkusumo. Kali ini GKR Galuh Kencono yang bertugas memimpin upacara di pajimatan Kotagedhe langsung ke Pantai Selatan. 


 Tampak menyertai KP Satriyo Hadinegoro, KPA Brotodiningrat beserta dengan abdi dalem. Terlebih dulu wedangan di tempat transit. Dengan berbaju Jawa lengkap, tampat merbawani, ngengreng dan bersinar. Jelas keberadaan mereka unggul dibanding dengan kedatangan para turis yang lalu lalang. Satu bertujuan rekreasi, satunya lagi bertujuan meditasi.


Kembang melati dalam bokor kencana dibawa oleh para abdi dalem. Barisan rapi dengan busana kejawen sungguh agung dan anggun. Sinar matahari yang terhalang mega mendung mmbuat hawa tak begitu panas. Angin laut yang berhembus dari Samudera Selatan menyisir berkap dan kebaya. 


Ratusan mata memandang abdi dalem yang mengunjungi pantai Parang Kusumo. Pasir laut yang lembut menjadi alas untuk duduk timpuh. GKR Galuh Kencono mengheningkan cipta. Semua abdi dalem mengikuti. Tanpa alas kaki semua duduk langsung di atas pasir.


Abdi dalem purwo kinanthi membawa bunga melati. Tepat di pinggir pantai ombak berdebur menerima sebaran bunga melati. Sebaran kembang dibawa ombak, terpantul balik kembali ke tepian. Kembang melati berjajar-jajar di tepi bibir pantai. 


Indah sekali. Tampak seperti pembatas antara laut dan darat. Demikianlah prosesi upacara nyadran yang dimaksudkan untuk memuliakan jasa para leluhur, para raja yang pernah memerintah kraton Mataram.

Tujuan upacara nyadran Kraton Surakarta Hadiningrat yaitu untuk memuliakan para leluhur yang telah membangun peradaban masa silam. Kejayaan yang telah dirintis perlu dilestarikan untuk pijakan pada masa kini. Pada masa mendatang segala tindak tanduk dan aktivitas kebudayaan diharapkan memperoleh masa kejayaan. 


Tradisi nyadran yang diselenggarakan oleh Kraton Surakarta Hadiningrat terbukti dapat mengokohkan kepribadian para pendherek yang setia menyertai laku spiritual. Para abdidalem yang selalu siyaga ing gati, sawega ing dhiri benar-benar merasakan kekuatan rohani. Mereka mendapatkan berkah yang berupa ketentraman lahir dan batin.


Jasa dan perjuangan para leluhur Mataram sebenarnya kelanjutan dari cita-cita kerajaan Majapahit, Demak Bintoro dan Kasultanan Pajang. Jejak mulia ini hendaknya selalu diwariskan dan dilestarikan secara nak tumanak run tumurun.




Jaman keemasan Jawa akan menjadi kenyataan dan berwujud dalam sesanti negari kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.


Ini adalah halaman terakhir yang cukup tinggi, serta memiliki empat halaman. Halaman pertama terdapat kelir, bangsal, padasan (tempayan), dan makam itu sendiri. 


Pada bagian halaman kedua, ketiga, keempat terdapat kesamaan unsur bangunan yaitu ada pintu penghubung pada tiap-tiap halaman makam yang berupa gapura paduraksa, kelir yang selalu ada di depan gapura, dan cungkup.


 Masing-masing kompleks makam tersedia ruangan untuk transit dan berfungsi sebagai markas para abdidalem juru kunci. Barangkali tempat transit ini semacam peristirahatan atau pesanggrahan. Perjalanan untuk menuju makam Imogiri bisa dilewati melalui dua jalur.

Jalur tangga.

Pegunjung bisa lewat tangga berundak yang jumlahnya lebih dari 450. Tentu saja diperlukan tenaga besar. 


Bagi mereka yang menjalankan laku ritual, pasti tidak merasakan beban apapun. Para abdi dalem siap untuk memandu, bagaimana cara menempuh tangga supaya terasa agak ringan. Cara jalan dengan maju miring.

Jalur jalan barat.


Pengunjung bisa lewar jalur jalan barat. Dari parkiran terminal  naik kira-kira 500 m. Sebelum anik perlu mengisi tenaga. Sudah tersedia jajanan makanan aneka ragam.


 Rupa-rupa makanan kecil yang enak murah. Makanan besar dengan lauk-pauk tradisional, sayur-mayur segar seperti daun ketela pohung, nangka, terong, kacang, kangkung, bayam. Rasanya enak, segar, gurih nikmat.


 Minuman wedang uwuh terkenal segar, nikmat dan bisa untuk obat sakit encok, jimpe, pegal linu dapat diobati dengan minum wedang uwuh. Begitu diminum badan terasa segar sumyah. Bahkan ramuan wedang uwuh tersedia dalam bentuk kemasan, bisa untuk oleh-oleh di rumah. 


Wedang uwuh terkenal dan ramuannya tersedia di mana-mana. Pada masa depan menjadi barang komoditas ekspor. Mutu barang terjamin, kualitas pasti bagus. Perlu tenaga promosi dan marketing. Pasar dunia terbentuk, maka roda ekonomi berputar cepat.


Kira-kira pukul 16.00 rombongan Kraton menuju Pantai Parangkusumo. Kali ini GKR Galuh Kencono yang bertugas memimpin upacara di pajimatan Kotagedhe langsung ke Pantai Selatan.  Tampak menyertai KP Satriyo Hadinegoro, KPA Brotodiningrat beserta dengan abdi dalem. Terlebih dulu wedangan di tempat transit. Dengan berbaju Jawa lengkap, tampat merbawani, ngengreng dan bersinar. Jelas keberadaan mereka unggul dibanding dengan kedatangan para turis yang lalu lalang. Satu bertujuan rekreasi, satunya lagi bertujuan meditasi.


Kembang melati dalam bokor kencana dibawa oleh para abdi dalem. Barisan rapi dengan busana kejawen sungguh agung dan anggun. Sinar matahari yang terhalang mega mendung mmbuat hawa tak begitu panas. Angin laut yang berhembus dari Samudera Selatan menyisir berkap dan kebaya. 


Ratusan mata memandang abdi dalem yang mengunjungi pantai Parang Kusumo. Pasir laut yang lembut menjadi alas untuk duduk timpuh. GKR Galuh Kencono mengheningkan cipta. Semua abdi dalem mengikuti. Tanpa alas kaki semua duduk langsung di atas pasir. Abdi dalem purwo kinanthi membawa bunga melati. Tepat di pinggir pantai ombak berdebur menerima sebaran bunga melati. Sebaran kembang dibawa ombak, terpantul balik kembali ke tepian. Kembang melati berjajar-jajar di tepi bibir pantai. 


Indah sekali. Tampak seperti pembatas antara laut dan darat. Demikianlah prosesi upacara nyadran yang dimaksudkan untuk memuliakan jasa para leluhur, para raja yang pernah memerintah kraton Mataram.

 Memuliakan Para Leluhur. Tujuan upacara nyadran Kraton Surakarta Hadiningrat yaitu untuk memuliakan para leluhur yang telah membangun peradaban masa silam. Kejayaan yang telah dirintis perlu dilestarikan untuk pijakan pada masa kini. Pada masa mendatang segala tindak tanduk dan aktivitas kebudayaan diharapkan memperoleh masa kejayaan. 


Tradisi nyadran yang diselenggarakan oleh Kraton Surakarta Hadiningrat terbukti dapat mengokohkan kepribadian para pendherek yang setia menyertai laku spiritual. Para abdidalem yang selalu siyaga ing gati, sawega ing dhiri benar-benar merasakan kekuatan rohani. Mereka mendapatkan berkah yang berupa ketentraman lahir dan batin.


Jasa dan perjuangan para leluhur Mataram sebenarnya kelanjutan dari cita-cita kerajaan Majapahit, Demak Bintoro dan Kasultanan Pajang. Jejak mulia ini hendaknya selalu diwariskan dan dilestarikan secara nak tumanak run tumurun. Jaman keemasan Jawa akan menjadi kenyataan dan berwujud dalam sesanti negari kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja.


E. Tata Cara Hastana Pajimatan Imogiri. 


Untuk melengkapi keterangan kita ambil tata cara yang berlaku. GKR Galuh Kencono putri Sinuwun Paku Buwana XII. Sugih pengalaman, kawruh lan grapyak sumanak. Remen tetulung, prigel titis wasis ing samukawis. 


Jejering pengageng keputren ing Karaton Surakarta Hadiningrat, nami jamak lumrah. Sangunipun pepak jangkep. GKR Galuh Kencono utawi GRAy Koes Supiyah saestu jembar wawasan, gampil srawung, mersudi kasusilan. Amemangun karyenak tyasing sesama. 


Rikala taksih timur GRAy Koes Supiyah mandhegani Dara Istana. Group penyanyi ingkang populer tahun 1960 an. Kerep pentas ing Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta lan Solo raya. Penonton mesthi kebak njejel riyel. 


Dangu mapan ing Palangkaraya. Minangka ketua Darma Wanita lan ketua PKK Propinsi Kalimantan Tengah. Lajeng dedalem ing Jakarta. Urun udhu bahu suku, labuh labet marang praja. 




Dinten Kamis, 31 Oktober 2019 GKR Galuh Kencono kondur ing tepet suci, manjing ing suwarga jati. Abdi dalem lan sentana caos pakurmatan ingkang mirunggan. 


Trahing kusuma rembesing madu. Leluhur Mataram sumare ing Puralaya Kotagedhe, Pasareyan Girilaya lan Pajimatan Imogiri. Kanjeng Panembahan Senapati lan Sinuwun Hadi Prabu Hanyakrawati sumare ing Puralaya Kotagedhe.


Wondene Kanjeng Ratu Banuwati sumare ing Pasareyan Girilaya. Ingkang sumare ing Girilaya sanesipun nenggih Sultan Abdul Karim raja Cirebon. Lajeng Ratu Mas utawi Pembayun Ratu Kulon, garwa dalem Sinuwun Amangkurat Agung. Lajeng peputra Sri Amangkurat Amral. Mila Pasareyan menika kalebet pepundhen Mataram.


Gegadhangan kalian tata cara, katindakaken memule leluhur kekalihipun. Upacara Memule lumampah anut paugeran ingkang sampun turun tumurun.


Wanci dinten Ahad Pahing, 18 Oktober 2020 Karaton Surakarta Hadiningrat asung pepenget kagem alusipun GKR Galuh Kencono. Tata cara mendhak kapandhegan dening Pangageng Sasana Wilapa, GKR Wandansari. Kadherekaken sentana lan abdi dalem.


GKR Galuh Kencono surud ing kasedan jati, manjing ing tepet suci, lajeng sumare ing Pajimatan Imogiri. Lenggah tunggil papan kaliyan Sinuwun Paku Buwana XII dalah Kanjeng Ratu Ageng. Astana Kaping Kalih Welasan, winangun Joglo Kelanggengan.


Lenggah jajar sasana kaswargan sesarengan Sinuwun Paku Buwana X saha Sinuwun Paku Buwana XI. Wondene GKR Galuh Kencono sumare cerak KPH Harya Mataram miwah KGPH Kusumayuda.


Abdi dalem Karaton Surakarta Hadiningrat pacak baris. Sekar sumawur aganda arum kasangkul winadhahan baki. Mawar melathi kenanga rinumpaka edi peni. Dupa garu rasamala angiringi. Lon lonan lumampah nut abaning pangarsa.


Kepareng nyalirani GKR Wandansari, GKR Retno Dumilah, GKR Ratu Timur, KPH Wirobhumi. Sesulih kulawarga KPH Satriya Hadinagoro, Kepareng rawuh Bendara Raden Ayu Salindri lan Ndoro Bimo. Sedaya sami amemuji kagem leluhur ingkang sampun cinandhi ing ngawiyat.


Abdi dalem anon anon ingkang ndherek maneka warni. Saking tlatah Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Klaten. Paguyuban Kawula Karaton Surakarta Hadiningrat utawi PAKASA Nganjuk wiwit enjing sampun siyaga ing gati, sawega ing dhiri.


Minangka pengageng Lembaga Dewan Adat, GKR Wandansari sigra paring dhawuh. KRT Wiradipura kadhawuhan tahlil tahmid takbir. Ndedonga mawi cara Kejawen Islam Kraton. Kanthi nyebat para nata ingkang dados pepundhen ing Tanah Jawi.


Kukusing dupa kumelun, sumundhul ing ngawiyat. Ganda arum sumerbak sajuru juru. Pajimatan regeng ngengreng merbawani. Pendherek saluku juga, lampah manekung. Ngeningken cipta, amepet pancandriya. Satunggal ingkang sinidhikara.


Katarimah sedaya panuwunan. Puji pangastuti kapungkasi, kalajengaken sowan ing Ngarsanipun para nata ingkang sumare. Sinuwun Paku Buwana X 1893 – 1939. Sinuwun Paku Buwana XI 1939 – 1945. Sinuwun Paku Buwana XII 1945 – 2004.


Putri Sinuwun Hamardika, GKR Galuh Kencono saestu priyayi ingkang peng pengan. Wondene GKR Galuh Kencono miyos Maret 1950 –

Oktober 2019. Pusara putra Dalem Sinuwun Paku Buwana XII menika karengga payung ingkup warni jene.


 Kayu tetenger kinalungan melathi rinonce. Ing papan Pasareyan GKR Galuh Kencono kraos adhem ayem. Swargi kagungan kautaman, ingkang akarya sengseme sesami.


Jangkeping tata cara ugi mapan ing kaswargan Girilaya. 

Pasareyan Girilaya dipun pepundhi dening darah nata. Para abdi dalem sami enget luhuring budi. 


GKR Galuh Kencono asring tedhak ing sadhengah papan.

 Welas asih dhateng Kawula dasih. Mila duk rikala surut mesthi kejot ing galih.


Limrah menawi kejot ing raos. Abdi dalem lan sentana nawung dhuhkita. Rumaos kecalan payung pengayoman. Donga pamuji saking sentana tuwin abdi dalem tansah ndherek. GKR Galuh Kencono mapan swarga loka.


Anak cucu Paku Buwana II memuliakan arwah leluhur. Untuk ngalap berkah. Abdi dalem dan sentana Karaton Surakarta Hadiningrat selalu nguri uri tradisi, agar tetap basuki lestari.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARASEHAN PUSAKA BEDAYA KETAWANG

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.