SEJARAH SMP NEGERI 1 REJOSO NGANJUK JAWA TIMUR

SEJARAH 

SMP NEGERI 1 REJOSO 

NGANJUK JAWA TIMUR




Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum, ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA, hp: 0878 6440 4347



1. Pengalaman Masa Silam 


Ilmu iku kelakone kanthi laku. Pengetahuan seseorang terasah dalam hidup kenyataan. Sejarah telah memberi pelajaran yang berharga. Siswa sisiwi SMP Negeri 1 Rejoso sadar terhadap pengalaman masa silam. SMP Negeri 1 Rejoso berdiri pada tahun 1957. Terletak di desa Banjarejo Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk propinsi Jawa Timur. 


Jumlah SMP Negeri di Rejoso cuma satu. Belum ada SMP Negeri 2 Mojorembun dan SMP Negeri 3 Mlorah. Ingat Mlorah ingat pula dua Jumini yang tinggal di Tulungagung dan Trenggalek. Dulu orang menyebut SMP Negeri 1 Rejoso dengan istilah SMP Banjar. Kalau menyebut SMP I pasti mengarah SMP Negeri I Kota Nganjuk, lor alun-alun. Golongane bocah kutha. Memang tiap kecamatan baru keduman satu SMP Negeri. 


Untuk bisa diterima sebagai siswa sekolah negeri, sulitnya minta ampun. Harus bersaing ketat, karena jumlah kursi tidak sebanding dengan jumlah peminat. Jika tidak lulus seleksi, terpaksa belajar di sekolah swasta. Biasanya milih SMP PGRI. Gedungnya nunut di SD Rejoso I. Jadwal masuknya mesti sore hari.

Murid SMP berseragam biru putih. Celana biru, diikat dengan sabuk hitam, sepatu berwarna gelap, beralas kaos kaki putih. Baju dengan bed saku berlogo OSIS, berkalung dasi. Bagi siswa pria berdasi mirip anggota DPR. Sedang siswa putri dengan dasi kupu-kupu. Atribut lainnya yaitu topi peci. Kelihatan cakap sekali.


Perlengkapan itu wajib dipakai setiap hari. Upacara setiap hari Senin, mau masuk berbaris satu-satu, pelajaran dimulai dengan hormat bendera merah putih. Akan keluar pulang pun harus hormat bendera yang dipimpin ketua kelas. Setelah diakhiri dengan doa bersama, lantas diperkenankan pulang. Lega sekali rasanya. 


Ritual rutin lainnya yaitu pembacaan tata tertib sekolah. Butir-butirnya panjang sekali, jenuh, bosan dan letih. Tapi tetap dijalankan dengan sepenuh hati. Takut dihukum. Terus terang negara kita mempraktekkan sistem pendidikan militer. Serba komando. Sing penting manut. Banyak yang wegah dan kepeksa.

Dalam hati gerundelan untuk apa tata tertib yang panjang itu dibaca semua. Mesakke, para siswa berharap cepat rampung. Bila dipikir kok ya lucu. Sistem seperti itu sekarang jelas tidak laku. Bisa-bisa siswa demonstrasi. Jaman memang berubah, owah gingsiring kahanan.  Olah fakta untuk siswa SD. Olah faktor untuk siswa SMP. Olah fungsi untuk siswa SMA. Olah peran untuk mahasiswa perguruan tinggi.



2. Wibawa Kepemimpinan Sekolah


Kepemimpinan sekolah berprinsip pada ajaran leluhur yang telah diwariskan secara turun temurun. Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.


Kepala sekolah SMP Negeri 1 Rejoso pada tahun 1984-1987 dipegang oleh Bapak Soekardjo, BA. Dedeg piadeg sembada wiratama. Apa maksudnya? Bila berdiri bersama dengan orang berbadan tinggi, Pak Kardjo tidak kelihatan rendah. Jika berdiri dengan orang yang berbadan rendah, Pak Kardjo pun tidak tampak terlalu tinggi. Sikapnya sempurna, khas pejabat Kepala Sekolah jaman Orde Baru.


Kewibawaan seorang kepala sekolah terasa betul. Berbicara seperlunya, berjarak dengan bawahan dan terlalu serius. Diajak komunikasi oleh kepala sekolah, guru, TU dan murid harus bisa menempatkan diri. Tangan ngapurancang, sedikit agak menunduk amarikelu.


“Inggih, Pak”


Campuran bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia kerap mewarnai sistem dialog atasan dan bawahan. Bagaimana pun juga penggunaan bahasa Indonesia tidak dapat meninggalkan peran bahasa Jawa krama inggil. Sebuah proses kebahasaan yang tetap bertumpu pada akar tradisi. Sebagai orang Jawa tetap memperhatikan unggah-ungguhing basa, kasar alusing rasa, jugar genturing tapa. 


Ciri-ciri Pak Soekardjo dalam pidato yaitu terlalu banyak menggunakan kata ialah.


“Kita ini ialah warga negara. Kita ini ialah pelajar SMP Banjar. Kita ini ialah wajib bekerja keras. Kita ini ialah pelajar yang harus tekun belajar. Kita ini ialah, ialah, ialah …..”.


Saat menjadi inspektur upacara, para peserta sebagian menghitung kata ialah. Tapi kepribadian beliau yang luwes, santun, responsif, momong, momor, momot, akomodatif, komunikatif dan persuasif merupakan warisan yang bernilai tinggi. 


Pengganti kepala sekolah selanjutnya yakni Bapak Darijono. Postur tubuhnya gagah perkasa, gedhe dhuwur, cakap, ganteng, alus dan jatmika. Begitulah Pak Darijono, priyayi yang berasal dari Warujayeng. Gaya kepemimpinannya selalu mengutamakan suasana selaras, serasi dan seimbang.


Rekrutmen kepemimpinan pada era 80-an sangat menekankan hirarki dan profesionalisme. Tidak ada kasak-kusuk, blok-blokan, kubu-kubuan. Intrik-intrik politik tidak mungkin terjadi. Apalagi bagi-bagi duit untuk mempengaruhi keputusan. Guru, TU, murid menyerahkan sepenuhnya pada Depdikbud, selaku pemegang otoritas. Semua tinggal sendika dhawuh.


Pergantian kepala sekolah dari Pak Soekardjo kepada Pak Darijono berlangsung dengan mulus, enak, mengalir. Tidak ada protes, gejolak apalagi unjukrasa. Masyarakat pendidikan menjunjung tinggi etika dan sopan santun. Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi amat dihormati. Mustahil bertindak clelekan, clotehan, pliyekan, yak-yakan, bedhigasan. Pimpinan sekolah tingkat SD sampai SMA kajen keringan mendapat perlakuan yang penuh dengan penghormatan.  


Jangankan kepala sekolah, staf pengajar saja amat dihormati. Guru naik sepeda, sang murid menyapa dengan anggukan. Tanda sungkem pangabekti. Murid di kelas dengan sadar dan sukarela menghapus papan tulis sampai bersih. Tulisan kapur dibersihkan dengan penghapus atau gosok yang terbuat dari bungkusan kapuk. Bentuknya mirip bantal kecil. Alat-alat tulis dulu tidak semewah sekarang. Tetapi hebat karena ramah lingkungan.


3. Mbangun Turut pada Bapak Ibu Guru 

Bapak Ibu Guru yang berasal dari Sidokare ada tiga : Pak Djikan, Pak Sumardji, Bu Nurul. Dari desa Sukorejo Bu Sulastri, yang selalu bersama dengan murid-muridnya pakai pit. Para murid pasti sungkan, ewuh pakewuh. Bu Lastri biar duluan. Kami para murid pura-pura pelan.


Bu Mundayati, guru Bahasa Indonesia. Favorit sekali kalau mengajarkan sejarah sastra Indonesia. Apresiasi sastra diajarkan dengan hidup. Lebih-lebih bila membaca syair Amir Hamzah, siswanya terpesona. Dari kawasan selatan beliau naik honda bebek. Kos di rumah Pak Ramelan, ayahanda Mbak Sri Wahyuni. Beliau putri Pak Lurah Tiriban Brebeg.


Pengajar IPS yang micara adalah Bu Emmy Herwiati. Sejarah ASEAN hafal. Ekonomi dan koperasi urut diajarkan. Materi geografi dunia dijelaskan dengan gamblang dan terang. Apalagi kalau sedang menerangkan arti penting transmigrasi, Bu Emmy semangat sekali. 


Seolah-olah humas Departemen Transmigrasi. Beliau menerangkan peran IGGI dalam memberi kredit pembangunan kepada Indonesia. Tapi sayang tahun 1991 IGGI dibubarkan oleh Presiden Soeharto, akibat intervensi JP Pronk.


Bidang kebangsaan, Pak Djajid Setyo Utomo adalah handalan. Rasa cinta tanah air dan bangsa ditanamkan pada generasi muda. PMP dan PSPB diberikan kepada murid dengan penuh penghayatan. Setiap hari Minggu masih sempat memberi latihan Pencak Silat SH Teratai. Di perkumpulan olah raga ini beliau amat populer hingga sekarang. Pribadi yang sepuh dan tangguh.


Tokoh IPA yang mumpuni adalah Bu Sofwatin. Biologi diuraikan dengan sistematis, integral dan komprehensif. Tata surya dijelaskan dengan penuh keyakinan. Seolah-olah astronot. Kami dibuat kagum. 


Pengetahuan planet, bumi, matahari dan bintang-bintang di angkasa dipaparkan detail. Tiga tahun lamanya meguru Bu Sofwatin, pengajar yang berhati mulia. Waktu duduk di kelas I D, Bu Sofwatin sempat mengajak debat soal mamalia, vertebrata, omnivora, herbivora dan karnivora. Tampak beliau amat puas dan bahagia.


Diskusi, sekak dan hobi nonton wayang adalah Pak Jamzuri. Beliau agen Majalah Jayabaya dan Penyebar Semangat. Adiknya bernama Mbak Siti Aminin, yang cerdas, lincah dan ramah. Keluarga ini sungguh ideal. Akulturasi antara santri, Jawa dan nasionalis berjalan seiring dengan daya intelektualitas. Boleh dibilang Pak Jam bagi kami adalah oboring jagad raya.

Pak Suparmin dan Pak Parsi mengajar Matematika, Pak Gendhut dan Pak Sutjipto mengajar Olah Raga dan Kesehatan, Pak Yoto Yatmin dan Bu Titik mengajar Kesenian, Bu Karni mengajar Bahasa Daerah, Pak Sutardjo mengajar Bahasa Inggris. Bu Partiwi sampai sekarang mengajar IPS. Suaranya melengking nyaring. Bagi kami beliau adalah lampu kehidupan. Dengan caranya masing-masing telah mewarnai pikiran kami, ilmu laku – jangka jangkah.


4. Pekarangan Sekolah Nan Asri


Pekarangan sekolah tampak endah asri edi peni. Di tengah halaman SMP Banjar tumbuh pohon waru. Ngrembuyung dan sejuk. Pohon waru sungguh multi guna. Pang-pangnya tak mudah coklek, putung dan sempal. Karena ulet. Kulitnya untuk tampar, uwet dan tali yang disebut dharat. 


Sebenarnya dharat itu tali yang sangat bagus. Sifatnya pered dan tidak licin. Jelas lebih bermutu dibanding dengan tali plastik. Daun waru dapat digunakan untuk membungkus sego pecel. Godhong waru dan godhong jati dapat menambah cita rasa nasi. Sego menjadi gurih dan buket.


Di belakang gedung tumbuh tanaman turi. Berjajar-jajar pating trucuk kaya megaring jamur barat. Kembang turi untuk campuran kulupan. Sego pecel dengan kulupan kembang turi, rasanya mesthi nyamleng. 


Buah turi yang masih muda untuk tambahan jangan asem, bersamaan dengan godhong tela rambat, capar kedhele dan kacang tunggak. Lawuhe gorengan tahu lan balur. Sambele trasi lan tomat. Byuh-byuh jagad kemput, nemu swarga donya. Urip ayem tentrem, guyub rukun karo tangga teparo. 


Gedung SMP Banjar cuma ada tiga bagian. Ruang kantor, ruang kelas dan kamar mandi. Ruang kantor berada di tengah. Untuk menjalankan administrasi. Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah dibantu oleh staf Tata Usaha. Meskipun bentuknya sederhana, prasaja dan biasa-biasa saja, tetapi gedung kantor ini cukup memancarkan kewibawaan.  Barangkali pengaruh pemerintahan Orde Baru yang masih kokoh, kuat dan tertib.


Di sebelah kiri dan kanan adalah ruang kelas. Sebelah utara empat kelas, sebelah selatan empat kelas. Deretan kelas sisih kidul ini tampak bangunan klasik. Masih asli dan merupakan gedung pertama. Bangku dan kursinya juga gagrak lama. Terbuat dari kayu jati. Jadi terasa enak, penak dan jenak. 


Pojok kidul kulon adalah kamar mandi. Airnya berasal dari sumur kompa atau populer dengan sebutan sumur oklekan. Kadangkala mogok dan seret, maka perlu diberi pancingan. Digrojok dulu baru pelan-pelan keluar airnya. Bisa dibayangkan saat sumur oklekan macet. Kamar mandi dan WC berbau. Ambune pesing. Tapi kami sudah kebal. 

Selatannya terdapat kantin sekolah, yang dikelola Bu Sipan. Menu khas ote-ote, gandhos, bolang-baling, ondhe-ondhe, tahu, tempe. Ditemani lombok utuh. Kalau diceplus, pedhesnya tak ketulungan. Minumannya es teh, teh anget, es degan dan kacang ijo. Rata-rata harganya Rp. 25. Dhuwit masih aji. Uang saku siswa Rp. 50 per hari dirasa sudah cukup. Sangu Rp. 1500 untuk sebulan. Ngirit dan mlirit.  


Harga sego pecel Rp. 50 sudah enak, lengkap dengan lauk pauknya. Uang pecahan terdiri dari Rp. 5 gambar manuk derkuku. Rp. 20 gambar manuk sriti. Rp. 25 gambar manuk genthilan. Rp. 50 gambar manuk bangau. Rp. 100 gambar gunungan dan rumah gadhang. Lima ratus, seribu dan tertinggi sepuluh ribu. Pecahan Rp. 20.000, Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 belum dikenal. Punya uang Rp. 10.000 untuk beli gethuk dapat 1 obrok. Harga barang saat itu memang elok tenan.

Sekarang harga barang serba larang, mahal-mahal. Sego pecel satu pincuk Rp. 2.000. Dibanding dulu, harga menjadi 20 kali lipat. Tikel matikel. Nilai rupiah melorot. Gaji pegawai golongan III hanya cukup untuk 3 minggu, golongan II untuk 2 minggu, golongan I untuk satu minggu. Semangat kerja jadi nglokro. Tapi tidak boleh putus asa alias mutung. Langit tidak selamanya mendhung. Wis jamak lumrahe, bungah susah gonta-ganti. Cokro manggilingan, roda itu berputar. 


5. Lonceng Berbunyi


Theng … theng theng theng theng theng. 

Suara lonceng mirip tabuhan kenthongan itu tanda masuk kelas. Terlebih dulu berbaris di halaman, dengan formasi berbanjar. Ketua kelas memberi aba-aba. 

“Siap grak!” 

“Lencang depan grak!” 


“Luruskan!”


Banjaran paling kiri masuk kelas dengan tertib. Ritual selanjutnya yaitu hormat pada sang saka merah putih. Doa bersama dipimpin oleh seorang siswa secara bergilir. Pelajaran pun dimulai. Di bawah ini kurikulum pelajaran yang ditetapkan oleh Depdikbud untuk  SLTP yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, IPS, IPA, Matematika, Pendidikan Agama, PMP (Pendidikan Moral Pancasila), Bahasa Inggris, Pendidikan Sejaran dan Perjuangan Bangsa , Olah Raga dan Kesehatan, Pendidikan Kesenian.


Theng. 


Bunyi lonceng satu kali adalah tanda panggilan untuk ketua kelas. Pengumuman penting dari sekolah cukup diwakili oleh perwakilan kelas. Berita penting lantas disampaikan kepada kelas masing-masing. Informasi secara lisan ini mengharuskan ketua kelas agar berlatih bicara di depan umum. Proses pembelajaran ini memang efektif untuk melakukan latihan kepemimpinan.


Theng – theng.


Bunyi lonceng dua kali adalah tanda pergantian jam pelajaran. Siswa akan lega dan kendur urat syarafnya bila gurunya berganti dari guru yang kaku ke guru yang luwes. Pelajaran matematika yang ruwet umumnya dipegang oleh guru yang kaku. Tegang, cemas, tertekan kumpul jadi satu. Apalagi gurunya marah-marah terus. Murid terasa seperti dihajar.


Tapi kalau dipikir-pikir, matematika itu pelajaran yang tidak terlalu penting. Masa depan seseorang sedikit sekali yang berhubungan dengan matematika. Dunia kerja tak terkait dengan matematika. Pedagang di pasar tak tahu matematika, tapi bisa berhitung. Bakul-bakul kuwi etungane awangan. Tapi pasti betul. Hitungan praktis itulah yang penting buat masyarakat kita. Contoh beli sepuluh atau sejinah, minta imbuh atau welasan.


Theng – theng – theng. 


Bunyi lonceng sebanyak tiga kali adalah tanda istirahat. Lamanya 30 menit. Kesempatan siswa untuk sholat Ashar. Tapi jumlah siswa yang beribadah sangat sedikit. Bisa dihitung dengan jari. Padahal jumlah kelas I sebanyak 250, yang terbagi menjadi 7 kelas. Kelas IA, IB, IC, ID, IE, IF dan IG.


Kehidupan beragama saat itu memang masih kurang. Kebanyakan siswa dan guru menganut paham abangan, Islam KTP. Ada yang ngarani mbedudak. Jarang sekali guru dan siswa menjalankan syareat agama. Busana jilbab tidak dikenal. Jilbab atau mukena itu milik para santri di pondok. Siswi yang tertib shalat, bernama Siti Kholifah. 


Theng – theng – theng – theng – theng – theng. 


Pukul 17.00 sore. Suara lonceng kembali nitir. Tanda pelajaran rampung. Siswa pulang dengan nggenjot sepeda. Rutinitas kelas I yang masuk sore selama satu tahun. Jika hujan deras, siap-siap tas kresek. Supaya bukunya tidak basah.  


6. Nguri-uri Seni Edi Peni

Kecintaan siswa-siswi SMP Banjarejo mesti terpengaruh oleh lingkungan budaya yang kondusif. Ludruk, kethoprak, tayuban dan pedalangan menjadi inspirasi untuk turut serta melestarikan seni. 


Sejak semester I dibuatkan kegiatan ekstra kurikuler, yaitu seni karawitan. Pelatihnya Pak Djianto dari Talang. Tempat gladhen karawitan di pendopo kelurahan Rejoso. Itu saja tidak jangkep. Cuma laras slendro. Mirip gong janggrung.


Mereka yang ikut latihan yaitu : Arif Supriyanto: bonang barung, Achmad Karyanto : bonang penerus, Mursidi : Demung, Jamingan : Peking, Suparno : Saron, Darsono : Kenong, Suminem : Gong.


Pinjaman tempat dan gamelan itu berkat kerjasama yang baik antara SMP dengan kelurahan. Awal tahun 1985 SMP Banjar mampu membeli seperangkat gamelan. Larasnya jangkep, Laras Pelog Slendro. Para murid semakin semangat berkesenian. Gabungan antara tari dan karawitan bisa berlangsung. Tari Gambyong diiiringi dengan Gendhing Ladrang Ayun-ayun Laras Pelog.


Acara penting sekolah mesti disuguhi dengan atraksi pentas seni. Terakhir saat perpisahan tahun 1987 diadakan pentas kethoprak dengan iringan gamelan. Para paraga yang didapuk yaitu :


1) Mariyanto

Dhapuk raja Suryo Kencono. Gagah sekali. Seolah-olah dia menjadi penguasa besar di sebuah negeri kerajaan.


2) Suyanto

Dhapuk sebagai Begawan Cipto Kawedhar. Berpakaian seorang brahmana yang bertugas menyampaikan wejangan luhur buat cantriknya.


3) Joko Winarno

Dhapuk sebagai Pangeran Kusumoyudo yang selalu tampil perkasa. Berani membela kebenaran dan keadilan.


4) Tridian Heraning Tyas

Dhapuk sebagai prameswari Ratu Kencono. Peran ini merupakan kelanjutan dia menjadi Pertiwi Karnaval.


5) Sri Wahyuni 

Dhapuk sebagai Dewi Rara Rukmi, yang menjadi sekar kedhaton. Dipilih berperan putri raja memang dia ayu rupawan. Tidak usah dandan pun pasti berkilauan mubyar. Bintang Banjarejo yang tampil populer.  



7. Piranti Kelas


1) Blabag


Papan tulis terbuat dari blabag, lempengan kayu. Bercat hitam, ukuran 2 x 1,5 m. Diletakkan di depan kelas, ditumpangkan pada jagang yang ada pantek dan kakinya. Guru menerangkan materi pelajaran di samping papan tulis, sambil membawa tuding.


Pelajaran matematika sering membuat sasaran para guru yang pusing karena marah. Blabag digedor-gedor, supaya murid memperhatikan. Kadang-kadang sampai membentak, misuh. 


“Goblog!!”


Tuding atau penggaris dipukul-pukulkan papan tulis. Kelas menjadi panik. Terlebih-lebih murid yang kurang mengerti, hatinya gemetar, wel-welan, ndhredeg. Kejadian ini sebaiknya segera dihentikan. Percaya saja, nanti ilmu matematika itu jarang digunakan. Tirulah cara berhitung para blantik di Pasar Wage.

  

2) Tuding


Tongkat yang dibuat dari bambu. Berfungsi untuk memperlancar proses belajar mengajar. Semacam tongkat penunjuk. Setiap kali memberi keterangan, seorang guru merasa mantap bila pegang tuding.


Ukuran tuding sekitar 1 m, dengan diameter 1,5 cm. Walaupun wujudnya lencir, ramping dan manis, tetapi untuk sebagian murid memang menakutkan. Guru-guru yang tidak dapat mengendalikan emosi, tuding bisa berubah fungsi. Tidak jarang menjadi alat pemukul. Tuding kerap untuk nggebugi badan siswa yang ndableg. 


Perlu ada penjelasan bahwa alat peraga pendidikan tidak boleh dipergunakan untuk kekerasan. Harus dengan cara yang beradab. Sistem edukatif digabung dengan sistem rekreatif. Hasilnya senang sinau dan sinau senang.


3) Garisan


Garisan berasal dari kata dasar garis. Seperti tuding, kadang-kadang garisan kerap disalahgunakan untuk cambuk. Berhubung tipis, sudah barang tentu kalau mengenai tubuh cepat patah. Mudah-mudahan kebiasaan buruk itu tidak berulang.


Kata garisan sekarang lebih dikenal dengan istilah penggaris. Terbuat dari kayu. Bercat kekuning-kuningan. Ukurannya 30 cm, 50 cm dan 100 cm.  Murid-murid biasanya suka memiliki garisan dengan ukuran 30 cm.


Pabrik garisan dan papan tulis cukup dikerjakan oleh tukang-tukang lokal. Belum ada papan tulis dan garisan terbuat dari plastik. Kira-kira sangat mulia jika bahan alat tulis berasal dari alam sekitar.

 

4) Gosok


Penghapus terbuat dari kapuk randu, yang dibungkus dengan kain. Besarnya kira-kira 15 cm x 10 cm. Di pojoknya dikasih gelang untuk centhelan. Disebut gosok karena penghapus ini digosok-gosokkan di papan hitam untuk menghilangkan tulisan dari kapur.


Pada saat-saat tertentu, gosok yang tertempel warna putih kapur digunakan untuk mupuri kancane. Mukanya meluk-meluk, pating cloneh. Teman-teman terbahak-bahak, ngguyu ngakak. Ini guyon yang tidak perlu diterus-teruskan. Muka orang lain kok digarapi. Melihat kawannya susah kok bungah. Keliru itu.


Gosok dan tuding bisa dibuat oleh para murid. Masuk dalam pelajaran hasta karya atau kerajinan tangan. Pelajaran ketrampilan harus diberikan kepada siswa sejak dini.


5) Kesed


Murid-murid diajari untuk menjaga kebersihan. Sebelum masuk kelas, sepatu harus dibersihkan dengan menginjak kesed. Supaya gedibal dan kotoran tidak dibawa masuk.


Membuat kesed amat mudah. Bahannya dari sepet krambil. Sepet di oset sampai lembut. Disuwir-suwir, lantas dibuat tali yang memanjang. Dienam hingga membentuk ukuran 40 x 20 cm. Berhubung setiap desa tumbuh pohon kelapa, maka bahan dasar kesed tidak sulit untuk diperoleh. Caranya mudah harganya murah.


Sebaiknya sekolah-sekolah kita sekarang menjadi konsumen kesed alami. Jangan memakai kesed plastik. Nanti yang untung cuma pengusaha pabrik. Produsen lokal perlu diopeni supaya tumbuh dan lestari.  


6) Sapu Korek


Terbuat dari sada yang diikat tali. Kadang-kadang supaya lebih indah menggunakan suh, rotan yang dienam rapi. Sapu korek ini juga dinamakan sapu lidi. Sada adalah balung blarak, daun kelapa.


Siswa-siswa ditugasi untuk membuat sapu lidi. Siswa pria menek krambil, memanjat pohon kelapa. Untuk mengambil blarak. Disisir satu per satu untuk diambil lidinya. Kira-kira satu gengaman, siap untuk diikat. Cara membuatnya sangat sederhana.


7) Sapu Kelud


Sepet atau kulit kelapa menjadi bahan baku pembuatan sapu kelud. Sapu ini berguna untuk membersihkan lantai mester atau tegel. Sapu lidi untuk jogan atau lantai tanah, sedang sapu kelud berguna untuk membersihkan dasaran halus.


Dua ragam sapu kelud, yaitu ukuran besar dan kecil.  Ukuran besar berguna untuk membersihkan lantai, ukuran kecil untuk membersihkan meja, kursi, jendela, pyan atau langit-langit. Para murid tidak sulit membuat sapu kelud.


8) Sulak


Bahan baku sulak yaitu penjalin dan lar atau bulu ayam. Lar-lar itu bermacam-macam bentuk dan warnanya. Dironce, direntengi disambung-sambung. Panjang sekali, sehingga cukup untuk memenuhi batangan penjalin.


Diatur sedemikian rupa, sehingga sulak tersebut siap digunakan untuk piranti kebersihan. Siswa-siswi hendaknya belajar ketrampilan ini sebagai kegiatan pengembangan industri rumah tangga.


9) Bangku


Bangku berbentuk agak istimewa. Dibuat sedikit miring, supaya enak dipergunakan untuk membaca dan menulis. Di sela-selanya ada tempat tas. Fungsinya agar bangku tampak bersih dan rapi. Ada lubang lingkaran, sebagai angin-angin.


Cara membuat bangku belajar ini tentu membutuhkan keahlian khusus. Hanya tukang yang berpengalaman saja yang dapat mengerjakan. Terbuat dari kayu jati terpilih dan berkualitas bagus.


10) Dhingklik


Dhingklik adalah tempat duduk yang terbuat dari kayu, berbentuk memanjang. Bisa untuk duduk 2 orang atau lebih secara berjajar. Warung-warung sering menggunakan dhingklik untuk bersantai. Lungguh jigrang dan merokok, wah emat-ematan betul. 


Namun untuk siswa yang sedang belajar, lungguh jigrang tidak diperkenankan. Dianggap kurang sopan, melanggar etika. Berbeda sekali di warung dan di sekolah. Empan papan. Kayu sebagai bahan baku pembuatan dhingklik lebih utama dibanding dengan kursi plastik. Dhingklik terasa lebih empuk, nyaman dan bikin kerasan.


11) Taplak


Rupa warna taplak untuk penghias meja guru dirajut sesuai dengan unsur keindahan. Murid-murid diberi tugas untuk mengatur meja guru secara bergiliran. Merah, biru, kuning, hijau dan putih. Di tengahnya ada gambar bunga, burung dan kupu-kupu. Untuk lebih segar, maka ditaruh pula kembang hidup. Ditaruh di atas pot kecil. Taplak memberi peluang untuk pengembangan industri kecil dan bermodal murah. 


8. Belajar dengan Lampu Ting Teplok Cublik

Kecamatan Rejoso belum ada penerangan listrik. Kalau toh ada, paling-paling listrik dengan menggunakan tenaga diesel. Selebihnya memakai damar, cublik, teplok, dan senthir. Bagi mereka yang ekonominya mapan memasang lampu strongking atau petromax. Di jalan-jalan pating kerlip lampu ting yang diletakkan di sebelah pintu gawangan.


Nganjuk dikenal sebagai kota angin. Bisa dibayangkan repotnya bila angin berhembus kencang. Byar pet, byar pet, byar pet. Capai sekali nyumet cublik. Beruntung jika lampunya ada torong. Tapi biasanya tidak tlaten. Karena cepat kotor. Asap api atau langesnya sering menggumpal. Keluknya hitam legam. Supaya tidak padam, cublik kerap ditempatkan dalam rinjing. Sekedar untuk panjeran.

Lampu strongking dan petromax lambang orang kaya atau wong sugih. Sinarnya terang. Tiap dua jam sekali harus dikumpa. Untuk bisa menikmati gemerlapnya petromax memang perlu wragat, biaya yang tidak sedikit. Minyak tanah harus tersedia. Cara menyalakannya yaitu dibakar dengan spiritus. 


Warnanya biru. Kalau netes terasa dingin. Mak cles. Sekitar dua menit lantas dikumpa. Kaos lampu pun menyala terang. Lampu petromax digantung di canthelan. Wah, byar padhang. 



Bagaimana keadaan SMP Banjar. Setiap malam boleh dibilang peteng dhedhet. Cuma di bagian kantor tengah dipasang lampu ting. Kelip, kelip, kelip, cahayanya menemani Pak Supar ayahnya Sukarji yang bertugas jaga malam. Asyik sekali. Ditambah dengan suara krik-krik-krik jangkrik ngerik. Theot theblung theot theblung suara kodok ngorek. Saat hujan gerimis tak ketinggalan suara gareng pung.


10. Tlatah Kidul Kulon


1) Riki Trisnadi 

Berperawakan tinggi, lencir, periang. Menikah dengan gadis Nglaban tahun 1995. Nanggap tayub, meriah. Dia teman yang grapyak semanak. Cepat kaki ringan tangan, tulus hati, ramah tamah. 


2) Siti Romlah

Kerap belajar kelompok. Dari keluarga besar santri. Bapaknya menjabat Kebayan. Kini tinggal di ibukota Jawa Timur. Bersama Suparti Turi dia menulis karya dengan judul “Borobudur Warisan Pusaka Nusantara”. Mendapat juara III.


3) Samidi

Kreatif dan banyak inisiatif. Mudah diajak rembugan. Suka mengarahkan kawan-kawannya. Layak menjabat sebagai Kamituwo. Kawan kita ini suka berpikir komparatif. Tajam membaca situasi.


4) Sundari

Sekarang tinggal di kota besar Jawa Timur. Makmur dan sejahtera. Bapaknya Mbah Madi, ahli petungan kejawen. Konsultan mendirikan rumah, tetakan dan mantenan. Suka tirakat dan lek-lekan.


5) Lilik Supriyati

Ramah, luwes, enthengan dan suka mengunjungi teman. Tertawa lepas dan menggelegar. Putri kesayangan bapaknya. Betah diajak diskusi dengan beragam topik.


6) Parinten

Belajar kelompok dipimpin oleh Parinten. Kawan-kawannya sama berkumpul di rumah untuk membicarakan permasalahan sekitar sekolah. Mulai dari catatan, pengumuman, PR, dan soal ujian. Rumah Parinten ibarat pusat segala informasi.


7) Nanik

Setelah tamat SMP Banjar, dia sekolah di SMEA Negeri Nganjuk. Kini menempuh hidup yang bahagia, selamat dan sentosa. Berprinsip mbanyu mili tak kenal keluh kesah. 


8) Wardoyo

Kegiatan apa saja diikuti. Pramuka, keagamaan, bakti sosial. Boleh dibilang mobilitas tinggi. Dalam segala cuaca tetap riang gembira. Ampuh!!!


9) Mursidi

Andhap asor, wani ngalah, dan pemurah. Dengan sepeda tromol selalu berboncengan dengan teman-temannya. Semangat sekali latihan karawitan. Lagunya KB Lestari, terutama bagian umpak.


10) Paryanto

Sumeh, humoris dan kumraket. Bakat alamnya yaitu ngeplak kendhang. Terutama untuk pentas jathilan. Di rumahnya kerap digunakan untuk latihan tari jaran kepang. Boleh juga, sekali tempo mendapat order tanggapan.


11) Sukamto

Pelopor wiraswasta ulung. Sejak tahun 1990-an bertekad kuat untuk mengembangkan laskar ekonomi mandiri. Mudah-mudahan jaya dan sejahtera. Asam di gunung garam di laut, Sutarno menjadi iparnya.


12) Nyuwito

Naik sepeda jengki. Kulitnya kuning bersih. Dedeg piadeg sedheng. Berpakaian rapi. Gaya hidupnya tenang. Lama tidak berjumpa, semoga bahagia selalu. Rumahnya timur masjid.


13) Dwi Palupi

Rajin, tekun dan luwes bergaul. Begitulah penampilan dia dalam bergaul sehari-hari. Teman-temannya cocok berdialog dengannya. Bapaknya pegawai di SD Negeri 2 Mojorembun. Tinggal di Bulurejo paling timur.


14) Priyatmoko

Satu keluarga punya semangat menuntut ilmu. Kakak dan adik-adiknya bersatu padu untuk meraih kemajuan. Bapak dan ibunya penuh dengan nilai keteladanan. Sukses gemilang semoga berlanjut terus. Suka duka sudah biasa.


10. Milang Kori




1) Ngadiboyo

Khusus siswa SMP Banjar yaang berasal dari Desa Ngadiboyo teringat nama Sukiman. Orangnya manut dan ngalahan. Bapaknya menjabat Jagatirta. Keluarga ini kerap nanggap wayang. 


Deretan siswa SMP Banjar dari Ngadiboyo: Sukiman, Paryadi, Pertiwi, Satiyem, Joko Sutikno, Setyaningsih, Nyaminem, Sutopo. Dari Ngadirejo: Juwadi. Dari Basri Turi: Gathot, Samidi, Suparti, Endah Suwarni dan Sri Karyawati. Kedhungbulu diwakili Mujiono, Siti Karmilah dan Yunarni. Watudhakon: Sumarno dan Jawi.


2) Sidokare


Desa ini terkenal rapi, tertata dan teratur. Pagarnya terbuat dari batu bata. Dicat putih. Gawang atau gapura berbentuk Majapahitan. Dengan tulisan semboyan “Jer basuki mawa beya”. Termasuk desa terpandang. Pengusaha kaya banyak yang muncul dari Sidokare. 



3) Setren


Warga desa Setren yang melanjutkan sekolah di SMP Banjar bisa dikatakan berasal dari Padhukuhan Glokingo. Joko Santoso, Basuki, Yuswanti dan Juwin Astutik mewakili penduduk Setren yang studi di SMP Banjar.


4) Klagen


Bagian dari desa Klagen yaitu padhukuhan Pokak. Perantau Pokak di Surabaya menempati posisi utama di Kebun Binatang Wonokromo. Teman-temannya satu desa bekerja di sini. Gethok tular dan saling nggeret, sehingga terjalin sebuah komunitas rantau atau kelas urbanisasi. Wis jamak lumrahe pahit manis padha dirasakake. Solidaritas sesama Pokak dibangun di ibukota Jawa Timur.


Lantas ingat Laji, Sugiyo, Purwito, Tintrim, Santi Puntoasih, Yasri dari suku Pokak dan Klagen. Jalannya belum diaspal. 


5) Mlorah


Sempat geguyonan, cah Mlorah senengane semangka, njaba ijo njero abang. Beda karo cah Sidokare: rajang-rajang brambang, ethok-ethok mbrebes mili. Begitulah Untung Suparno, Komarudin, Darsi, Jumini Trenggalek dan Jumini Tulungagung saat bercanda ria.


6) Rejoso


Pengguna jasa Dam Jembel di antaranya Minarti, Achmad Karyanto, Arif Supriyanto, Wahyuni, Priyo Wibowo, Jamingan, Budi Jatmiko, Supriyati, Agus Pilianto, Siti Insiyah. Mereka adalah wadyobolo Rejoso Hadiningrat. 


7) Sukorejo


Wakil Sukorejo adalah Subiyono. Seorang yang periang dan selalu bikin senang.


8) Banjarejo 


Kita berharap warga Banjarejo tetep sabar. Khususnya buat Sri Wahyuni, Jasman, Adi Wiyono, Marjoni, Sri Hastutik, Heru Karyawan. Dalemipun pundi Mas? Jawab saja Rejoso. Daripada menjawab Banjarejo ditanya terus. Banjar menika pundi, ta? 


9) Musir


Orang kebanyakan tidak bisa membedakan Rejoso, Banjarejo, Musir Lor dan Musir Kidul. Habis letaknya satu deretan. Sebelah utaranya adalah Ngrapah dan Ngrayung. Diteruskan lagi sampai  Wengkal. Rombongan negara Musir yaitu Erlawatiningsih, Yoni Ismanto, Suyati.


10) Sambikerep


Kawan dari Sambikerep misalnya Daryati, Dwi Astuti, Agus.


11) Talang


Boleh jadi lapangan Talang merupakan alun-alun kecamatan Rejoso yang membanggakan. Gawe gedhe yang berskala besar dipusatkan di sini. Bakul-bakul dolanan, panganan, minuman menjadikan lapangan Talang sebagai sawah ladang. 


12) Ngangkatan


Tokoh guru dari Ngangkatan yaitu Bapak Yoto Yatmin. Priyayi periang, humoris dan menyenangkan. Naik motor udhuk, Honda tahun 70-an. Hidupnya prasaja. Mengajar kesenian, sebuah mata pelajaran yang cocok dengan kepribadiannya. Kehadiran beliau di kelas pasti disambut dengan gegap gempita, ger-geran. Benar-benar mengesankan. Dari Ngangkatan ingat Jajuli.


13) Talun


Letaknya berbatasan dengan kecamatan Gondang. Sebagian anak-anak Talun belajar di SMP Gondang. Malah percaturan dengan SMP Banjar agak kurang. Orientasinya lebih condong ke timur. Bagi kelas menengah langsung menyekolahkan anak-anaknya ke kota Nganjuk.


14) Mungkung


Dekat dengan Kali Widas, yang berhulu dari ereng-erenging Gunung Pandhan. Sungai ini paling besar di Nganjuk bagian barat. Alirannya ke timur, sampai ke kecamatan Patianrowo. Lalu bergabung dengan Kali Brantas. Desa Mungkung bersebelahan dengan Pasar Tawang.


15) Wengkal


Orang Wengkal ahli pertukangan. Maklum sejak kecil sudah kenal dengan ragam kayu jati. Meja, kursi, bayang, amben, dhingklik, lemari, bufet, blabak, cagak, reng, usuk, bisa pesan di desa Wengkal. Ditanggung kualitas ekspor. Sekali tempo perlu dijual ke luar negeri.  


16) Tritik


Wilayah Rejoso yang dikepung oleh hutan belantara adalah desa Tritik. Kayu jati besar-besar, dengan kualitas prima. Pohon jati dijaga dan dilindungi, demi kelestarian lingkungan. Siswa yang berasal dari Tritik yaitu Warsito dan Ernawati.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARASEHAN PUSAKA BEDAYA KETAWANG

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.