SEJARAH JAJAN GEBLEG WATES.

 SEJARAH 

JAJAN GEBLEG WATES. 



Oleh Dr Purwadi, M.Hum.

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara, LOKANTARA. 

Hp 087864404347


A. Gebleg Sebagai Menu Utama Kadipaten Adikarto. 


Jajan gebleg selalu menjadi menu utama dalam tiap acara di Kadipaten Adikarto. Juru masak gebleg terpilih didatangkan untuk menjamu tamu. 


Koki yang bertugas untuk masak jajan gebleg mendapat tunjangan dab fasilitas. Mereka berjasa dalam mengharumkan nama Wates. Sewajarnya para koki gebleg mendapat penghargaan yang layak. 


Lagu Gebleg Wates. 


Kutha Yogyakarta mas, wis kondhang gudhege, kanca. 

Geplak Bantul gathot thiwul Gunung Kidul. 

Pancen enak tenan salak pondhoh Sleman. 

Tindak menyang Wates mundhut gebleg sarwa pantes. 

Njajah desa milang kori, nggoleki condhonge ati. 

Pasar Godean kripik welut pinggir dalam. 

Kaliurang jadah tempene kotagedhe jajan yangkowene. 


Tiap wisatawan bisa membawa oleh oleh. Apalagi bandara internasional Kulon Progo, amat dekat dengan kota Wates. Di kota Wates ini para wisatawan dengan mudah membeli jajan gebleg. 


Suburnya daerah Kulon Progo membuat bahan dasar gebleg tersedia. Adanya waduk Sermo mendukung kegiatan pertanian. Waduk Sermo nyata kondang kaloka. Telaga alam ini berada di daerah Sermo Lor, Hargo Wilis, Kokap, Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. 


Gagasan untuk mengelola air secara tepat sudah dimulai sejak tahun 1813. Dipelopori oleh Pangeran Natakusuma. Ide cemerlang ini didukung penuh oleh Gubernur Jenderal Raffles. Pemimpin legendaris ini memang hebat dan memikat. 


Rakyat yang tinggal di daerah Kalibawang tentu beruntung. Tanaman padi, pala wija, pala pendhem, pala kitri, pala kesimpar, pala gumandhul panen berlimpah ruah. Gebleg dan jajan tradisional lainnya mudah dibuat, karena tersedia bahan baku. 


Kali Ngrancah yang dibendung bisa digunakan untuk budidaya perikanan. Ada ikan tambra, gurameh, lele, nila, bader, bawal. Kebutuhan protein ikan bisa tercukupi sendiri. Waduk Sermo memberi kemakmuran. 


Pura Paku Alaman yang berdiri tanggal 17 Maret 1813 menaruh perhatian pada bidang pertanian. Tanaman agrobis menjadi komoditas yang menguntungkan. Sri Paku Alam I berjasa pada rakyat desa. 


Gusti Ratu Adipati Retno Puwoso adalah garwa prameswari Sri Paku Alam VII. Retno Puwoso merupakan putri kesayangan Paku Buwana X. Atas bantuan Sinuwun Paku Buwana X raja Surakarta Hadiningrat, daerah Adikarto pada tahun 1911 mendapat bantuan bibit kopi dan teh. 


Lereng pegunungan Menoreh ditanami aneka ragam buah buahan. Kehidupan rakyat Adikarto benar benar damai makmur. 


Pada tahun 1994 Sri Paku Alam VIII mempunyai gagasan besar. Demi rakyat Kulon Progo, beliau mengusulkan Waduk Sermo dibangun lebih layak. Pemikiran Paku Alam VIII mendapat sambutan hangat. 


Pembangunan waduk Sermo berlangsung lancar. Pada tanggal 20 Nopember 1996 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Waduk Sermo. Peresmian dengan upacara seremoni yang megah mewah. Seni budaya ditampilkan sebagai sarana hiburan. 


Luas waduk Sermo 7156 ha. Kini menjadi sarana pengairan dan hiburan. Pemerintah Kulon Progo yang beribukota di Wates selalu aktif dan kreatif. 


Informasi tentang wisata Sermo dibuat mudah dan ramah. Wates adalah ibukota Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya strategis, alam sekitar indah permai, penduduk ramah tamah. Cocok sekali untuk tujuan wisata. 


Arah timur Kota Wates terdapat kali Progo yang berair jernih. Kali Progo digunakan untuk tapa ngeli oleh Pangeran Natakusuma. 

Kelak beliau bertahta di Pura Paku Alaman pada tahun 1813.


Daerah aliran sungai Progo berasal dari mata air gunung Sundoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Menoreh. Dengan panjang sungai 140 km. Jembatan kali Progo yang menghubungkan kota Wates dibangun kokoh megah. 


Perlu ditelusuri daerah aliran Kali Progo. Dari daerah Ngluwar Magelang terdapat bendungan Ancol Bligo. Lantas air mengalir ke selokan Van Der Wijck. Juga air mengalir ke arah Kali Progo. Bermuara di Pantai Kewaru. 


Anak sungai meliputi kali Krasak, pabelan, Elo, Murung, Tinalah, Bedog, Semawang, Tangso, Merawu, Kuas, Kayangan, Deres dan Belik. 


Penamaan Kali Progo berhubungan dengan faktor historis. Kabupaten Kulon Progo mengalami perkembangan dari masa ke masa. Hal ini terkait dengan pembagian wilayah pada jaman kerajaan masih memiliki kekuasaan teritorial dan administratif. Pada tanggal 17 Maret 1813 ditanda tangani perjanjian Tuntang. Bertempat di tepi Kali Tuntang, sebelah barat Gunung Merbabu, barat lereng gunung Telamaya yang berdekatan dengan Rawapening.


Berdasarkan perjanjian Tuntang, maka berdirilah Kadipaten Pura Paku Alaman. Pangeran Notokusumo dinobatkan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I. Pada waktu itu kasultanan Yogyakarta diperintah oleh Sri Sultan Hamengku Buwono III. 


Terjadilah pembagian wilayah antara kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dengan Pura Paku Alaman. Pangeran Notokusumo yang menjadi Paku Alam I adalah adik Sultan Hamengku Buwono II. Wilayah Kasultanan Yogyakarta meliputi daerah Kulon Progo. Sedangkan wilayah Pura Paku Alaman terdiri dari daerah Adikarto.


 Meliputi Kabupaten Pengasih dan Kabupaten Sentolo yang berdiri secara resmi tahun 1831. Lantas pada tahun 1851 dibentuklah kabupaten Nanggulan. Pemekaran kabupaten Kalibawang terjadi pada tahun 1855. 


Kabupaten Pengasih, Sentolo, Nanggulan dan Kalibawang pada tahun 1812 digabung menjadi satu, dengan nama Kabupaten Kulon Progo. Pada tanggal 16 Februari 1827 kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi dua kawedanan serta delapan kapanewon. Ibukota pindah ke daerah Sentolo. 


Kawedanan di Kulon Progo meliputi daerah Pengasih yang terdiri dari kapanewon Lendah, Sentolo, Pengasih dan Kokap. Sedangkan kawedanan Nanggulan terdiri dari Kapanewon Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh. 


Para bupati yang menjabat di kabupaten Kulon Progo yaitu :


1. KRT Poerbowinoto


2. KRT Notoprajarto


3. KRT Harjodiningrat


4. KRT Djojodiningrat


5. KRT Pringgodiningrat


6. KRT Setjodiningrat


7. KRT Poerwoningrat


Perubahan administrasi terjadi pada tahun 1951. Kadipaten Adikarto dan kadipaten Kulon Progo digabung menjadi satu. Sebagai dasar hukum yaitu undang-undang No. 18 tahun 1951. Sejak itulah Kulon Progo menjadi kabupaten otonom dengan beribukota di Wates.


Kadipaten Adikarto Wilayah Paku Alaman


Adapun wilayah Adikarto merupakan daerah kekuasaan Pura Paku Alaman. KGPAA Paku Alam I mendapat hak kekuasaan sebelah barat sungai Progo. Sepanjang pantai selatan ini disebut dengan nama Pasir Urut Sewu. Daerah kekuasaan Pura Paku Alaman juga mendapat sebutan Kabupaten Karang Kemuning. Sebagai pusat pemerintahan beribukota di daerah Brosot. Penasihat utama Pura Paku Alaman bernama Kyai Demang Kawirejo.


Gebleg dan menejemen penasaran selalu dibina oleh para pemimpin. Para bupati yang pernah memerintah di Kadipaten Karang Kemuning yakni :


1. Tumenggung Sosrodigdoyo


2. R. Rio Wasadirdjo


3. RT Surotani


4. RMT Djayengirawan


5. RMT Notosubroto


6. KRMT Suryaningrat


7. Mr. KRT Brotodiningrat


8. KRT Suryaningrat atau Sungkono


Bupati yang memerintah Kadipaten Karang Kemuning pertama kali dipegang oleh Tumenggung Sosrodigdoyo. Kemudian dilanjutkan oleh Raden Rio Wasadirdjo. Keduanya atas perintah KGPAA Paku Alam V untuk melakukan pembangunan Rawa di Karang Kemuning.


Rawa-rawa ini menjadi wilayah yang indah atau adi. Para petani dapat bercocok tanam dengan subur makmur atau karta. Dari kejadian ini wilayah Karang Kemuning lantas diubah menjadi Kadipaten Adikarto. Ibukota dari Brosot  dipindah ke daerah Bendungan pada tahun 1877.


Daerah Kadipaten Adikarto semakin maju dan sejahtera. Pada tahun 1903 ibukota kadipaten Adikarto dipindahkan ke daerah Wates. Kadipaten Adikator terdiri dari dua kawedanan yaitu Kawedanan Sogan dan Galur. Kawedanan Sogan terdiri dari kapanewon Wates dan Temon. Kawedanan Galur terdiri dari Brosot dan Panjatan. 


Penggabungan Wilayah Kulon Progo dan Adikarto


Pada tahun 1951 kadipaten Kulon Progo dan kadipaten Adikarto digabungkan menjadi satu. Berdasarkan undang-undang no 18 tahun 1951. Yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1951. 


Berurutan bupati Kulon Progo setelah penggabungan wilayah Kulon Progo dan Adikarto adalah sebagai berikut.


1) KRT Suryoningrat 1951 – 1959


2) R Prodjo Suparno 1959 – 1962


3) KRT Kertodiningrat 1963 – 1969


4) R Soetedjo 1969 – 1975


5) R Soeparno 1975 – 1980


6) KRT Wijoyo Hadiningrat 1981 – 1991


7) Drs H Suratidjo 1991 – 2001


8) H Toyo Santoso Dipo – HM Anwar Hamid 2001 – 2006


9) H Toyo Santoso Dipo – Drs. H Mulyono 2006 – 2011


10) dr. H Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) – Drs H Sutedjo 2011 – 2018


11) Drs H Sutedjo 2018 – 2021 


Segenap pemimpin dan rakyat bersatupadu, agar kabupaten Kulon Progo semakin maju. Mereka guyub rukun, gotong royong. 


 Deretan sejarahyang pernah terjadi merupakan pelajaran yang berharga bagi generasi sekarang. masa silam selalu menawarkan pengalaman yang mengandung keteladanan serta kebajikan. Dalam sejarah Wates selalu menjadi bahan perhatian. 


Pertanian perlu air yang cukup. Maka sejak lama daerah Sermo digunakan untuk praktek menejemen pengairan. 


Petani tentu merasa senang. Adanya ragam makanan tradisional seperti gebleg di pasar, menunjukkan produksi petani laku. Tentu saja hidupnya serba untung. 


Bakul gebleg bergairah berjualan di pasar. Dalam sejarah jajan gebleg menjadi menu utama bagi para pemimpin di Kadipaten Adikarto yang tenar. 


B. Gebleg Menyertai Sejarah Berdirinya Adikarto. 


Tanaman yang tumbuh subur berhubungan dengan jajan tradisional. Waduk Sermo dalam lintasan historis terkait dengan makmurnya masyarakat Wates yang memiliki jajan gebleg. 


Jajan gebleg mendapat perhatian penuh dari pendiri Kadipaten Adikarto. Pangeran Natakusuma sebagai pendiri Adikarto amat dekat dengan warga Kulon Progo. Kali Ngrancah dibuat bendungan. Sebagai sarana pengairan kadang tani. 


Daerah Sermo dinilai potensial untuk menejemen air. Rancangan itu dibuat di kota Wates bersama tim ahli. Wates punya nilai sejarah yang panji. Terletak di sebelah barat Kali Progo. Daerah ini tersedia aneka ragam jenis gebleg. 


Dari Wates bisa langsung menuju Purworejo, Kebumen, Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Wonosobo dan Purbalingga. Begitu amat strategis dilihat dari faktor geografis. Gebleg cocok untuk oleh oleh. 


Kali yang terkenal dengan nama Kali Progo ini disebut oleh Pangeran Natakusuma saat tapa ngeli. Kulon berarti barat. Bahasa kawi disebut pracima. Progo berarti peduli jagad lahir. 


Dengan tapa ngeli itulah Pangeran Natakusuma mendapat kesempurnaan lahir batin. Segenap priyayi Mataram kerap melakukan tapa ngeli di sepanjang aliran Kali Progo. 


Kota Wates mendapat perhatian dari Gubernur Jenderal Raffles. Pangeran Notokusumo bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I. 


Kontrak politik diresmikan oleh Gubernur Jenderal Raffles. Selaku wakil pemerintah Kerajaan Inggris Raya. Sejak pagi gendhing Monggang berkumandang. Tanda penobatan Pangarsa istana pura. 


Malam sebelumnya Pangeran Notokusumo tapa kungkum di Kali Serang. Dengan dikawal abdi dalem purwo kinanthi. Layaknya lelaku yang dijalankan oleh Joko Tingkir. 


Siram jamas untuk sesuci diri di kali Serang. Pangeran Notokusumo mulai mantab untuk memimpin pura Paku Alaman. Sejenak peristiwa historis perlu ditinjau ulang. 


Berdirinya Pura Paku Alaman tanggal 17 Maret 1813. Bermula dari diplomasi tingkat tinggi yang dilakukan oleh Trah Mataram. Berada di bawah kaki Gunung Merbabu yang berhawa sejuk. 


Perjanjian Tuntang Salatiga menjadi tanda berdirinya Puro Pakualaman Yogyakarta. Pengesahan ini dilakukan oleh Gubernur Jendral Raffles pada tanggal 17 Maret 1813. Pangeran Notokusumo dinobatkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I.


Keindahan gunung Merbabu memikat hati. Raffess adalah tokoh hebat. Akrab dengan masyarakat Salatiga. Pernah melakukan wisata berkuda. Rute tengaran Susukan, Karanggede. Saat istirahat di Pasar Susukan sempat kuliner sego jagung dengan lawuh bothok teri. Suguhan sayur adas dan kikil jamu. Disantap di pinggir kali Serang sambil mancing. Rasanya serba nyamleng. 


Aliran Kali Serang berair kinclong. Adanya prestasi gemilang kota Salatiga lereng gunung Merbabu amat penting.


 Keberadaan Kadipaten Pakualaman dalam sejarah Kerajaan kerajaan di Jawa tampaknya tidak dapat dipisahkan adanya persaingan elite politik atau bangsawan. Dalam perjalanannya Kadipaten Paku alaman telah mengalami dinamika perkembangan yang ditandai adanya pergantian pemerintahan mulai dari Paku Alam I sampai dengan Paku Alam VIII.


Ibunda Paku Alam bernama Gusti Ratu Adipati Retno Puwoso amat peduli dengan sistem irigasi buat pengairan. Maka beliau begitu populer di daerah Wates. 


Salatiga lereng gunung Merbabu perlu dikenang oleh Dinasti Mataram. Untuk mendapatkan gambaran tentang Kepala Dinasti Kadipaten Pakualaman, maka uraian akan dijelaskan secara rinci dan singkat mulai dari Paku Alam I sampai dengan Paku Alam VIII. 


Yeeldijk yang pernah menjadi Residen Yogyakarta, mengatakan bahwa permasalahan yang dihadapi Pangeran Notokusumo dan RT Notodiningrat masih kurang jelas baginya. Ditambahkan, bahwa Pangeran Notokusumo dan RT Notodiningrat dituduh berkomplot dengan R. Rangga yang memberontak. Tuduhan ini sebenarnya hanya dipergunakan sebagai alasan yang tidak wajar untuk mengelabui mata orang.


Dengan demikian wilayah Salatiga menjadi tempat penting bagi dinasti Mataram. Alasan yang sebenarnya, Pangeran Notokusumo dituduh ingin menjatuhkan Pangeran Adipati Anom dan RT Notodiningrat dituduh akan mendongkel Patih Danurejo. Sementara itu hubungan tidak baik antara GKR Kencono Wulan dengan Pangeran Adipati Anom merupakan latar belakang yang ikut memperburuk situasi politik pada waktu itu.


Semua itu adalah karena Pangeran Adipati Anom mendapat hasutan dari provokator yang ingin menjatuhkan eksekutif. Melalui penderitaan dan perjuangan yang panjang. Beliau dipindah dari satu kota ke kota lain, akhirnya sesudah Pangeran Adipati Anom dinobatkan oleh Gubernur Inggris sebagai Sultan Hamengku Buwono III di Loji, tempat kediaman Minister Residen Inggris. Orang internasional sudah biasa interaksi di kota Salatiga, kaki gunung Merbabu. 


Sebaiknya trah Mataram belajar atas sejarah kota Salatiga dan sekitarnya maka pada esok harinya, Senin 29 Juni 1812 Pangeran Notokusumo dinobatkan oleh Gubernur Jenderal Raffles sebagai Pangeran Merdiko di dalam kraton, dengan gelar KGP Adipati Paku Alam, sedangkan RT Notodiningrat berganti nama menjadi KP Ario Suryaningprang dan RM Salyo, adinda RT Notodiningrat menjadi KP Ario Suryaningprang. Mengenai berdirinya Kadipaten Pakualaman.


 Sekalipun Pangeran Notokusumo secara resmi telah dinobatkan menjadi Sri Paku Alam I pada hari Senin 29 Juni 1812, akan tetapi Politik Kontrak antara Gubernur Inggris dengan Sri Paku Alam baru dibuat dalam bulan Maret 1813. 


Politik Kontrak ini dibuat pada tanggal 17 Maret 1813. Anehnya ialah bahwa berdirinya Kadipaten Pura Mangkunegaran pun terjadi pada tanggal 17 Maret, sebab perjanjian Salatiga antara investor dengan Sri Mangkunegara dibuat pada tanggal 17 Maret 1757.


 Berita penting  tersebut dalam Gedenkschrift 25 jarig bestuurjubileum Paku Alam VII. Tokoh Salatiga yang mewarisi semangat juang leluhur yakni Matori Abdul Jalil. Ketua partai ini pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan. 


Trah Mataram mewarisi budaya Pajang. Gunung Merbabu dianggap wingit wigati. Dengan demikian maka pada tanggal 17 Maret 1813 Pangeran Notokusumo menerima jabatannya sebagai Sri Paku Alam I dari gubernur Inggris, dan dengan demikian pula nama bagi dinasti Pakualaman diletakkan dasar dasarnya. 


Dalam bukunya tentang Verhouding der Vorsten terdapat ulasan menarik. Raffles mengingat jasa jasa Pangeran Notokusumo, mengangkat beliau sebagai Pangeran Merdiko, dengan gelar Pangeran Adipati Paku Alam. Sumbangan wilayah Salatiga bagi perkembangan kerajaan Jawa sungguh besar. Raffles meninggalkan jejak manis di sepanjang aliran Kali Tuntang Tengaran. 


Kesadaran historis ini hendaknya diresapi dengan sepenuh hati. Lara lapa tapa brata. Sejarah menawarkan keutamaan. Komunitas seni budaya sekitar Gunung Merbabu telah menyumbang penulisan Kesusasteraan bermutu tinggi. 


Hulu Merbabu menawarkan kejernihan. Pangeran Notokusumo mengikuti jejak Joko Tingkir. Leluhurnya menjalankan lelaku di gunung Merbabu dan Kali Serang. 


Gebleg makanan yang disukai pembesar Pura Paku Alaman. Pangeran Notokusumo pendiri dinasti Pura Paku Alaman. Pewaris Trah Mataram ini memiliki peristiwa historis di Kali Tuntang dan Kali Serang. Nama Serang amat populer di daerah Wates. Tokoh ini memberi keteladanan. 


Bendungan Kali Ngrancah berada di Hargo Wilis Kokap Kulon Progo. Air mengalir di sawah sawah daerah Kalibawang yang selalu kondang. 


Aneka ragam makanan daerah Wates terkenal enak penak jenak. Gebleg menjadi kebanggaan masyarakat Wates. 


C. Gebleg Makanan Favorit Raffles. 


Kepedulian  Gubernur Jenderal Raffles pada daerah Adikarto tinggi sekali. Terutama makanan gebleg yang menjadi menu favorit. 


Demi pembinaan jajan gebleg, Raffles membangun sarana irigasi yang memadai. Irigasi penting buat kelancaran pertanian. Tanaman tumbuh subur, rakyat bertambah makmur. 


Ide untuk membendung Kali Ngrancah dipikir oleh Gubernur Jenderal Raffles. Gagasan mulia ini dilakukan pada tahun 1814. Setahun setelah perjanjian Tuntang yang membuat rakyat makin bahagia. 


Perjanjian Tuntang merupakan peristiwa historis yang sangat penting. Adapun bunyi Politik Kontrak antara Sri Paku Alam I dengan Gubernur Jenderal Raffles sebagai utusan Negeri Inggris pada tanggal 17 Maret 1813. Traktat politik Tuntang itu selengkapnya adalah sebagai berikut:


Generasi muda perlu belajar sejarah. Perjanjian yang dibuat antara John Crawfurd Residen Yogyakarta, untuk itu diberi kuasa penuh oleh Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal dari pulau Jawa dan sekitarnya di satu pihak dan Pangeran Paku Alam di pihak lain secara rinci bunyi perjanjian itu dapat dibaca dengan saksama :


Pasal 1


Karena Gubernur Inggris sepenuhnya yakin tentang kesetiaan dan jasa-jasa Pangeran Paku Alam, maka Gubernur Inggris akan memberi perlindungan secara langsung kepada Sri Paku Alam dan keluarganya.


Pasal 2


Gubernur Inggris berjanji, selama Pangeran Paku Alam bersikap dengan kehendak Inggris, akan memberikan tunjangan bulanan kepada Sri Paku Alam sebesar 750 real seumur hidup, dan gubermen Inggris akan mengusahakan agar Sri Sultan Hamengku Buwono III memberi tanah kepada Sri Paku Alam sebesar 4000 cacah, dan bahwa tunjangan bulanan dan tanah itu setelah Sri Paku Alam mangkat, akan beralih kepada puteranya yang tertua Pangeran Suryaningrat.


Pasal 3


Pemberian tanah kepada Sri Paku Alam itu akan tetap dijamin oleh gubermen Inggris, dan tanah itu akan diatur serta diperintah sesuai dengan kehendak gubermen Inggris.


Pasal 4


Di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Sri Paku Alam, tidak akan dipungut pajak-pajak baru, dan penghasilan tanahnya tidak boleh ditambah atau dirubah, kecuali jika sudah mendapatkan ijin lebih dahulu dari gubermen Inggris.


Pasal 5


Sri Paku Alam berjanji untuk memelihara korps dragonders sebanyak 100 orang untuk kepentingan gubermen Inggris, berdasarkan syarat-syarat seperti diatur dalam pasal-pasal di bawah ini.


Pasal 6


Korps tersebut dipersenjatai dan diberi uniform oleh gubermen Inggris, sedangkan Sri Paku Alam mengurus tentang kuda dan perlengkapannya.


Pasal 7


Sri Paku Alam berjanji, kecuali akan memberi suplay kepada korps juga untuk memberi gaji bulanan sebagai berikut: Sersan 3 real, Kopral 2 ½ real, Serdadu 2 real.


Pasal 8


Korps secara teratur akan mendapat latihan dari seorang Inggris yang diangkat untuk tugas itu, dan tidak akan ada serdadu yang dapat dipecat oleh Sri Paku Alam tanpa ijin gubermen Inggris.


Pasal 9


Pada akhirnya ditentukan, bahwa kecuali korps di atas Sri Paku Alam atau keluarganya dengan alasan apapun juga tidak diperkenankan untuk memelihara atau mengerahkan sebuah pasukan militer.


Ditanda tangani, dibubuhi segel dan dibikin

di Yogyakarta pada tanggal 17 Maret 1813

Tertanda


(J. Crawfurd)


Perjanjian Paku Alam – Negara Inggris


Contract and Engagement entered into and agreed upon, between John Crawfurd Esq., Resident at the Court of the Sultan of Java, duly authorized there to by the Hon. Th. S. Raffles, Lieut. Governor of the island of Java and its Dependencies, on the one side, and the Prince Pangeran Paku Alam, on the other. 


Art. 1


Whereas the British Government are entertaining a high sense of the fidelity, attachement and public services of the Prince Paku Alam, they are hereby placed to take Him and his family under their own immdiate protection.


Art. 2


The British Government stipulate to pay to the Prince Paku alam during his lifetime and while he conducts himself to their entire satisfaction, a monthly stipend of 753 Sp. Dollars, and they further engage to make arrangements with H.H. the Sultan of Java, by which the Prince shall be placed in possession of lands to the full amount of 4000 Chachas, to be in like mannor hold during his life and good behaviour, and to descend to his eldest son, the Prince Suryo Ningrat, to be held on similar terms and conditions.


Art. 3


The lands in question shall be held under the guarrantee of the British Government, and be subject to which form of administration and government, as the said British Government may be pleased hereafter to establish; and it is more particularly provided that they shall b subject to any modifications that may become necessary in he special arrangements which are in contemplation for the territories of Their H.H. the Soosoohonan and Sultan.


Art. 4


In the lands now given to the Price Paku Alam it shall be fully understood, that no new taxes shall be levied nor shall the present Revenue be in any manner increased or altered without the express consent of the British Government.


Art. 5


In consideration of the benefits conferred upon the Prince Paku Alam, he hereby stipulates, to support and maintain for the service of the British Government a Corps of One hundred Horse, under the terms and conditions specified in the following articles.


Art. 6


The Corps shall be armed and clothed by the British Government, in such manner as they may deem most expedient, the Prince on his part supplying horses, accoutrements and neccessaries.



Art. 7


The Prince Paku Alam stipulates and engages, that, besides the ordinary rations of rice, his Corps shall be paid at the following monthly rates : to a Sergeant 3 Sp. D, to a Corporal 2 ½ Sp. D, to a Private 2 Sp. D.


Art. 8


The Corps shall be regularly mustered by an Officer of the British Government, appointed for this purpose, and no individual, of which it consist, shall be discharged en any account without the express permission of the said Government.


Art. 9


Finally, it shall be fully understood, that except the Corps now alluded to, neither the Prince Paku Alam or any of his family shall directly, on any account, maintain any other species of military force or establishment.


The proposed Engagement is approved and sanctioned.

Batavia, 17 March 1813.


By order of the Hon. Lieutt-Governor,

(Signed) C. Assey, Secretary.


Generasi muda perlu belajar sejarah kota Wates. Dari perkembangan historis dapat dipetik pelajaran yang berharga bagi kehidupan. 


Gubernur Jenderal Raffles turut serta memajukan daerah Kulon Progo. Bahkan berkunjung seminggu di daerah Samigaluh pada tahun 1814. Di sana beliau sempat belanja gula klapa. 


Bahkan Gubernur Jenderal Raffles penggemar gebleg. Tiap ada pertemuan Raffles selalu mengundang koki untuk masak gebleg sebagai menu pokok. 


D. Gebleg Mendatangkan Kemakmuran. 


Kemakmuran Kabupaten Kulon Progo tertera dalam kitab Babad  Karang Kemuning. Kota Wates memberi suasana aman nyaman dengan suguhan gebleg. 


Jajan gebleg tersedia di daerah Wates sebagai tujuan wisata. Misalnya Waduk Sermo sudah dirintis oleh Pangeran Natakusuna. Beliau peduli pada nasib wong cilik yang tinggal di karang padesan. 


Tersebut dalam kitab Babad Karang Kemuning. Adikarta merupakan wilayah Pura Paku Alaman. Sejak tahun 1951 Adikarta digabung menjadi jadi satu dengan Kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Wates. 


Gebleg sebagai jajan khas Wates perlu dilacak asal usulnya. Dalam bahasa Jawa suasana Kulon Progo masa silam tertulis jelas. 


1. Dhandhanggula


Babad Paku Alaman winarni,

hamangeti hadeging kang Pura,  

sinengkuyung Tuwan Raffles,     

kondhang Jendral Gubernur,           

Perjanjian Tuntang sayekti,

mapan ing Salatiga,

Perenging Merbabu,

Pangeran Natakusuma,

Winisuda minangka Gusti Dipati,

Jeng Arya Paku Alam.


Sengkut wadya Karang Kemuning,

Mbata rubuh sorak mawurahan,

Pacak baris suka rame, 

Mila sami amunjuk,

Syukur marang Hyang Maha Widi,

Praja Paku Alaman,

Pasir Urut  Sewu,

mbangun raharjaning Pura,

Abdi dalem sepuh anom kakung putri

Adikarta kuncara.


2. Pangkur


Pangeran Natakusuma,

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati,

Arya Paku Alam tuhu, 

Lenggah dhampar kencana,

Pura Agung Paku Alaman kang luhung, 

Pangayoman pra nayaka,

Sentana kawula dasih.


Manut perjanjian Tuntang, 

tapak asma tepining rawa Pening, 

Sisih ler gunung Merbabu,

Perenging Telamaya,

Wulan Maret tanggal pitulas kasebut, 

sewu sangang tus telulas,

ing praja Karang Kemuning.


3. Pucung


Pura agung Paku Alaman ngrembuyung,

Ngejayeng bawana,

Gagah jumangkah makarti,

Tlatah Tuntang perjanjian ing Semarang,


Wusnya rampung Paku Alam kang linuhung,

Sri Natakusuma,

Tuwan Raffles mandhegani,

Yasa praja kang sinebut Adikarta. 


4. Mas Kumambang


Narapraja ing sakjroning puri,

Pangeran Natakusuma,

Sigra kersa andhawuhi,

Nindakake kewajiban.


Wus kasusra saindhenging jagad raya,

Nama perjanjian Tuntang,

Gusti Kanjeng Adipati,

Paku alam kawisuda


5. Kinanthi


Babad Pasir Urut Sewu,

katelah Karang Kemuning

Pangeran Natakusuma,

Jumeneng dadya Dipati,

Paku Alam kang sepisan,

Sesambetan bangsa Inggris.


Tlatah Tuntang nyata arum,

Cikal bakal tandha yekti,

Tumrap wangsa Adikarta,

Setya tuhu darma bekti,

Sempuluring kawibawan,

mrih bagya mulya lestari.


Bahan pembuatan Gebleg tersedia di sepanjang pegunungan Menoreh. Kali Progo menjadi pembatas Kabupaten Sleman dan Kulon Progo. Mata air dari Gunung Sundoro, gunung Sumbing, gunung Merbabu, Gunung Menoreh dan gunung Merapi.


Kota Wates Kulon Progo menempati jalur strategis. Hadirnya Bandara Internasional Yogyakarta sejak tahun 2020, membuat kota Wates memiliki prospek yang makin cerah. Kulon Progo menjadi pintu utama kawasan Jawa bagian selatan. Kota Wates berperan lebih utama. Terutama dalam suguhan jajanan Gebleg. 


Kuliner mendukung wisata budaya Wates. Wisata juga makin gairah. Misalnya adanya wisata air waduk Sermo di daerah Sermo Lor Hargo Wilis Kokap Kulon Progo. Waduk ini membendung kali Ngrancah. Menjadi sarana irigasi wilayah Kalibawang. 


Waduk Sermo yang dibangun kini telah membawa dampak kesejahteraan. Irigasi lancar, pertanian gancar. Tanaman subur, rakyat bertambah makmur. Gebleg mendukung kuliner Kulon Progo. 


Gebleg Wates begitu populer di kalangan masyarakat Kulon Progo. Jajanan tradisional bahannya mudah, harganya murah, untungnya berlimpah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARASEHAN PUSAKA BEDAYA KETAWANG

Macapat Mahargya Dr Sudarmaji M.Pd.

SUGENG RIYADI IDUL FITRI.