SEJARAH KABUPATEN BANJARNEGARA
SEJARAH KABUPATEN BANJARNEGARA
Oleh Dr Purwadi, M.Hum.
Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara LOKANTARA.
Hp. 087864404347
A. Masa Kraton Pajang
Kerajaan Pajang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir. Beliau dekat dengan rakyat dan sarjana winasis. Beliau merupakan pewaris Trah Pengging, Demak dan Majapa-hit. Beliau raja gung binathara yang sakti mondroguno.
Perguruan Girilangan didirikan oleh Ki Ageng Giring. Tokoh besar yang pantas dijadikan suri tauladan bagi sekalian penghayat kejawen adalah Ki Ageng Giring. Makam Ki Ageng Giring terdapat di desa Gumelem Wetan, kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah.
Sebelah utara adalah Desa Kedawung, sebelah selatannya yaitu kabupaten Banyumas dan Kebumen. Beliau adalah ulama yang menyebarkan agama Islam. Terdapat Masjid Agung yang dibangun atas restu Sunan Kalijaga pada tahun 1587.
Nama kecil Ki Ageng Giring yaitu Raden Mas Abdul Manan. Dilahirkan di Kabupaten Batang. Ayahnya menjabat sebagai Ketib Anom atau penghulu di Kabupaten Batang. Saat itu masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang. Beliau merupakan abdi kinasih Pangeran Benowo. Dalam bidang keagamaan Ki Ageng Giring pernah berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak Bintara.
Sepanjang hidupnya Ki Ageng Giring pernah mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya dari Kraton Pajang. Kemudian ikut Pa-ngeran Benowo untuk mendalami ilmu agama. Lantas berdarma bakti kepada raja Mataram. Terutama pada masa pemerintahan Sinuwun Amangkurat Agung yang memerintah sejak tahun 1645. Amangkurat Agung menikah dengan Kanjeng Ratu Wetan, putri Pangeran Benowo.
Hampir semua raja dan ulama di tanah Jawa adalah murid Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau juga menjadi guru sekalian para spiritualis kejawen, yang pernah datang di Kademangan Gumelem. Sunan Kalijaga adalah putra Adipati Wilwatikta, Bupati Tuban yang masih keturunan Adipati Ronggolawe.
Dalam panggung sejarah nasional, Ronggolawe merupakan orang kepercayaan Raden Wijaya, pendiri dan raja pertama Kraton Majapahit. Dari segi genelaogi, Sunan Kalijaga masih trahing kusuma rembesing madu, darah biru bangsawan besar. Pada masa mudanya, ia bernama Joko Sahid. Karena terlibat dalam dunia gelap, Joko Sahid memakai nama samaran Brandal Lokajaya. Sehari-hari dia suka mencuri dan merampok.
Berkat didikan Kanjeng Sunan Bonang, Brandal Lokajaya bertaubat. Habis gelap terbitlah terang, maka ia menjadi murid yang saleh, zuhud, qana’ah, sabar dan tawakal. Beliau mencapai maqam makrifat tingkat tinggi, sehingga Sunan Bonang memberi gelar Syekh Malaya. Kepribadian sang mursyid ini lantas mengantarkannya menjadi orang yang berjiwa agung.
Kasultan-an Demak Bintara mengangkatnya sebagai salah satu anggota Dewan Wali Sanga yang amat dihormati. Dengan upacara yang hikmat, Syekh Malaya diwisuda dengan sebutan istimewa, Kanjeng Sunan Kalijaga. Masyarakat dari perkotaan, pedesaan dan pegunungan hingga kini menganggap beliau sebagai Guru Suci ing Tanah Jawi.
Secara historis dan sosiologis, Kanjeng Sunan Kalijaga adalah ulama besar yang aktif melakukan dakwah Islamiyah dengan pendekatan kultural, yaitu memadukan antara nilai keagamaan dengan kearifan kebudayaan.
B. Pewaris Peradaban Agung
Pewaris peradaban agung selalu menaburkan kebajikan. Keturunan Ki Ageng Giring menjadi pewaris ajaran luhur yang berada di sekitar kademangan Gumelem Susukan Banjarnegara. Terkait dengan hal tersebut Ki Ageng Giring wasiyat dengan pengageng Martadiwangsa benar-benar telah diikat dengan tali ikatan batin yang kuat.
Keduanya merupakan ‘dwi tunggal yang selalu menjadi panutan rakyat Sembadakarya. Begitu besar kepercayaan petinggi Martadiwangsa kepada Ki Ageng Giring, akhrinya sang pangeran diberi kehormatan memimpin padepok-an dan mendirikan pondok pesantren. Mereka mengembangkan kawruh sangkan paraning dumadi.
Masyarakat Girilangan melestarikan ajaran luhur itu sampai sekarang. Dikisahkan Nyai Sekati palakrama dengan Kyai Karangkobar yang kemudian menurunkan penduduk Karangko-bar. Ki Ageng Giring Wasiyat setelah menjadi pemimpin pondok pesantren dikenal dengan nama Ki Ageng Giring Wasiyat.
Beliau berputra 14 orang. Mereka adalah Kyai Jagawedana Wirabangsa, Kyai Jagawedana Pudakwasa, Kyai Jagawedana Salingsingan, Kyai Jagawedana Dampitan, Kyai Jagawedana Pucang, Nyai Wirangin, Nyai Mantri, Nyai Wiragati, Nyai Patragati, Nyai Kalurahan, Nyai Adipati Kumitir, Nyai Andaka, Nyai Arsagati, Nyai Anggakesuma. Mereka selalu melanjutkan cita-cita luhur Ki Ageng Giring.
Generasi muda perlu memperhatikan dan mempelajari silsilah para sesepuh yang sumare di Kademangan Gumelem. Putra kedua, yaitu Kyai Jagawedana Pudakwasa berputra Nyai Sutakerta yang dinikahkan dengan putra Ki Ageng Giring Banjar dari perkawinannya dengan putri Kyai Lindungan Wanasraya. Putra Kyai Sutakerta, Nyai Sutajaya, dinikahkan dengan putra Kyai Pawelutan. Lantas menurunkan Nyai Ageng Putri Merto-yudo Banjarmetakanda.
Keluhuran budi serta kecantikan Nyai Ageng Putri mena-rik hati priyagung Banyumas sehingga diangkat menjadi garwa padmi Raden Tumenggung Mertoyudo. Kelak menjadi bupati Banyumas kelima bergelar Kyai Raden Adipati Yudonegoro I, dan Raden Ngabei Banyakwide yang kemudian diangkat menjadi pengageng Banyumas, bermukim di Banjar. Para leluhur terse-but suka menjalankan ilmu laku dan jangka jangkah.
Para sesepuh Girilangan menjadi konsultan spiritual bagi para penguaa Banjarnegara dan Banyumas. Kemampuan mistik mereka memang tinggi. Sampai sekarang para sesepuh Giri-langan kerap melakukan tapa brata, mahas ing asepi.
Sinom Ada-ada Pelog Lima
Saben mendra saking wisma,
Lelana laladan sepi,
Ngingsep sepuhing supana,
Mrih pana pranaweng kapti,
Tis tising tyas marsudi,
Mardawaning budya tulus,
Mesu reh kasudarman,
Neng tepining jala nidhi,
Sruning brata kataman wahyu dyatmika.
Tembang sinom Ada-ada Pelog Lima iku uga kapethik saking serat Wedhatama. Tembang iki cocok kanggo ngrenggani kahanan kang nyritakake papan sepi. Priyagung kang nembe nglakoni lara lapa tapa brata perlu nulad Panembahan Senapati kang lagi laku semedi ing samodra kidul. Megeng napas bendung swara jroning nindakake tapa brata temah pikantuk kanugrahan agung, kang sinebut wahyu jatmika. Nyatane tedhak turune Panembahan Senapati kuat drajad mengkoni tanah Jawa.
C. Bupati Banjar Patambakan
1. KRT Wiroyudo (1569-1594)
Sinom Wana Wasa
Anelasak wana wasa
Tumurun ing jurang terbis
Kang ri bandhil bebondhotan
Ginubet penjalin cacing
Wau ta sang apekik
Gumregut sangsaya sengkut Sayekti datan nyipta
Pringga bayaning margi
Apan nyata satriya trah witaradya
Kabupaten Banjar Patambakan berdiri pada jaman Kra-ton Pajang. Rajanya bernama Joko Tingkir atau Mas Karebet. Nanti bergelar Kanjeng Sultan Hadiwijaya. Perpindahan kekua-saan dari Kraton Demak ke tangan Kraton Pajang disertai dengan pindahnya pusaka penting.
Konsolidasi kekuasaan Pajang didu-kung oleh Sunan Prawoto, Pangeran Timur dan Ratu Kalinyamat. Mereka adalah putra putri Sultan Trenggana yang terancam oleh pengaruh Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan. Koalisi kekuatan politik ini cukup berhasil.
Kraton Pajang mengirim beberapa pejabat pusat untuk ditempatkan sebagai kepala daerah. Misalnya Ki Gedhe Sebayu ditugaskan untuk memimpin Kabupaten Tegal. Kabupaten Ban-jarnegara diurusi oleh Joko Kaiman. Beliau adalah pengawal Joko Tingkir saat berperang melawan bajul atau buaya.
Megatruh
Sigra milir sang gethek sinangga bajul
Kawan dasa kang njageni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapi ing kanan kering
Sang gethek lampahnya alon.
Kecakapan dan kesetiaan Joko Kaiman sudah teruji. Ma-ka sudah sepantasnya bila Sultan Hadiwijaya mengangkat Joko Kaiman sebagai Bupati Banjarnegara. Kini bergelar Kanjeng Ra-den Tumenggung Wiroyudo. Kabupaten Banjarnegara memiliki sejarah yang beriringan dengan Kraton Pajang, Mataram, Karta-sura dan Surakarta. Banjar Patambakan-Banjar Watu Lembu-Banjarnegara.
Setelah Raden Joko Kaiman mendapat anugerah dari sultan Pajang Hadiwijaya daerah Kadipaten Wirasaba menjadi 4 daerah yaitu: Wirasaba, Merden, Banjar Patambakan dan Banyumas. KRT Wiroyudo telah melakukan babat atau mele-takkan dasar-dasar birokrasi dan kepemimpinan di Kabupaten Banjar. Berdirinya kabupaten Banjar Petambakan selalu berhu-bungan dengan sejarah Kademangan Gumelem.
2. KRT Wargohutomo (1594-1620)
Beliau diangkat menjadi Bupati Banjar Patambakan pada masa pemerintahan Panembahan Senopati dan Sinuwun Hadi Prabu Hanyokrowati. Kraton Mataram memegang kendali kekua-saan. Pengganti KRT Wiroyudo (1569-1594) adalah KRT Wargohutomo (1594-1620).
Kekuasaan Pajang bergeser ke Kra-ton Mataram. KRT Wargohutomo mengabdi pada Panembahan Senopati, Prabu Hanyakrawati dan Sultan Agung. Banjarnegara lantas dipimpin oleh KRT Wirokusumo (1620-1647), KRT Wirowijoyo (1647-1659), KRT Purwonagoro (1659-1680). Ketiganya sempat membantu Sinuwun Amangkurat Agung yang membangun pelabuhan Tegal.
Panembahan Senopati sebagai atasan Bupati Banjar Petambakan, sering mengajak KRT Wargohutama melakukan meditasi di pantai Parangkusuma. Keduanya bertukar pikiran soal spiritual, terutama tentang hubungan penguasa Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul. Perlu kiranya bicara tentang sejarah penguasa laut selatan. Kanjeng Ratu Kidul sebenarnya adalah Dewi Ratna Suwida, putri Prabu Mundingsari raja Kraton Pajajaran. Ibunya bernama Dewi Suwedi, putri Sang Hyang Suranadi raja Galuh yang menguasai sekalian makhluk halus di Tanah Jawa bagian barat.
Dewi Ratna Suwida bertapa di Gunung Kombang. Berkat kesaktiannya Dewi Ratna Suwida dapat menguasai jagad gume-lar (makrokosmos) dan jagad gumulung (mikrokosmos). Setelah menjadi raja di Laut Selatan bergelar Kanjeng Ratu Kidul atau Kanjeng Ratu Kencono Sari. Untuk menghormati kekuasaan penguasa laut selatan ini setiap tahun diselenggarakan upacara labuhan di pantai Parangkusumo.
Kraton Kanjeng Ratu Kidul disebut Soko Domas Bale Kencono. Istana di dasar samudra yang elok indah permai, karena terbuat dari emas, intan, mutiara, berlian yang berkilauan. Semua keturunan Panembahan Seno-pati yang menjadi raja di kraton Mataram menjalin kasih asmara dengan Kanjeng Ratu Kidul. Perjanjian kultural yang berlaku secara turun temurun.
3. KRT Wirokusumo (1620-1647)
Beliau lama menjadi anak buah Sultan Agung Hanyokro-kusumo. Dilibatkan dalam penyusunan kitab Sastra Gendhing dan penyelarasan kalender Jawa. Selama kepemimpinannya Kabupaten Banjar Petambakan aktif mengadakan kegiatan peng-hijauan atau reboisasi.
KRT Wirokusumo memimpin program reboisasi di bagian selatan Kabupaten Banjar Petambakan yang terdapat pegunungan. Pegunungan Serayu yang membujur dari Kabupaten Banyumas, Kebumen, Wonosobo dan Purworejo. Wilayah ini memberi suasana sejuk magis. Cocok untuk kon-templasi spiritual.
Dalam sejarah pemerintahan lokal, KRT Wirokusumo adalah pimpinan daerah yang ahli dalam bidang pertanian. Bahkan dari hasil pertanian ini dilanjutkan dengan produk-produk kuliner yang menarik bagi sekalian wisatawan. Aneka makanan dan minuman dihidangkan dengan cara khas. Semua penjual makanan dan minuman dibina agar selalu menjaga kebersihan dan kesehatan.
4. KRT Wirowijoyo (1647-1659)
Beliau adalah tangan kanan Sinuwun Amangkurat Agung dalam menggagas kejayaan maritim di wilayah pesisir. Pernah mengusulkan agar Kraton Mataram memiliki kantor di Banyu-mas dan Tegal. KRT Wirowijoyo aktif melakukan kegiatan pena-naman buah-buahan di wilayah Banjar Petambakan bagian utara.
Bagian utara Kabupaten Banjarnegara terdapat gunung Prahu, gunung Pagerkandhang, gunung Pangamun-amun, gunung Gajahmungkur, gunung Patarangan, gunung Ratawu, gunung Raga Jembangan, gunung Condhong, gunung Mandala, gunung Pawinihan.
Dalam sejarahnya KRT Wirowijoyo adalah seorang bupati Banjar Petambakan yang amat menggemari bidang olah raga. Setiap hari kamis beliau mengadkan perlombaan renang di kali Serayu. Beliau kerap hadir dengan menaburkan uang recehan ke dalam kali. Kemudian para peserta berebut uang recehan dengan cara menyelam. Sudah barang tentu acara ini selalu megah, mewah dan meriah.
5. KRT Purwonagoro (1659-1671)
Beliau meneruskan gagaan maritim dengan membangun pelabuhan di Tegal, Semarang, Jepara, Rembang, Tuban, Lamong-an. Pantai Utara Jawa ramai dan makmur. Amangkurat Agung tepat mengangkat sebagai bupati Banjar Patambakan.
Bupati Banjar Patambakan yang bernama KRT Purwo-nagoro pada tahun 1670 diundang oleh Bupati Purwadadi Grobogan. Tujuannya untuk melihat proses pembuatan kecap. Sejak dulu kala Kabupaten Grobogan banyak membuat kecap. Industri kecap bertebaran di mana-mana.
Bahan utama pembuatan kecap adalah kedelai. Industri kecap ini berpangkal tolak dari petani kedelai. Petani dan industri bekerja saling menguntungkan. Bupati Banjar Petambakan berkepentingan untuk meningkatkan ketrampilan warganya. Dengan memiliki tenaga trampil, warganya akan hidup makmur.
Kegiatan berkesenian amat didukung oleh KRT Purwo-negoro. Seni kerawitan, calung, lengger, jaran kepang, topeng ireng, srandil, kethoprak, wayang, berkembang dengan pesat. Setiap tahun bupati Petambakan ini mengirim tim kesenian ke daerah lain sebagai ajang pomosi wisata. Para seniman hidup makmur dan berkecukupan.
6. KRT Wiroprojo (1671-1680)
KRT Wiroprojo diangkat bupati pada masa pemerin-tahan Sri Susuhunan Amangkurat Agung. Beliau merupakan bupati yang mempunyai kedekatan dengan sang raja dan per-maisurinya. Bahkan menjadi penasehat utama Kanjeng Ratu Wetan.
Ketika mengikuti perjalanan dinas Amangkurat Agung dan Ratu Wetan, KRT Wiroprojo rajin melakukan pencatatan. Termasuk menyusun sejarah Amangkurat Agungan. Ingkang Sinuhun Kanjeng Susunan Prabu Mangkurat Agung Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panata Dinan ing Kedhaton Pleret (Mataram) ingkang sumare ing Tegal Arum kala perang Trunajaya jumeneng Nata kala ing Taun 1645 dumugi taun 1677.
Apeputra 22, urut sepuh kados ing ngandhap punika: Raden Mas Rachmat, peparab Raden Mas Kuning, nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Mataram, sareng jumeneng Nata jejuluk Kanjeng Susuhunan Mangkurat Amral, ingkang njumenengaken Inggris Admiral Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panata Dinan ing Kartasura.
Putri dereng nama lajeng seda, ingkang ibu nunten seda. Raden Rachmat wau lajeng kaparingaken dhateng Kanjeng Ratu Wetan, saking Kajoran, inggih ingkang kapendhet anak dening Kyai Saralathi. Raden Mas Derajad, nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Puger, jumeneng nata Mataram jejuluk Kanjeng Susuhu-nan Prabu Ngalaga ngrabaseng Trunajaya kentar ing iring redi Ngantang.
Sareng ingkang raka jumeneng Nata, teluk dhateng Kartasura nama Kanjeng Pangeran Adipati Puger malih, jume-nengipun nata wonten Semarang ngasta panguwaos Kraton Kar-tasura, nama Kanjeng Susuhunan Paku Buwana sapisan Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama ing Kartasuran, anggentosi ingkang putra.
Raden Ajeng Putih, nama Raden Ayu Pamot. Raden Mas Kabula, nama Pangeran Arya Mertasana. Raden Mas Pandonga, nama Pangeran Arya Singasari. Kakung, dereng nama lajeng seda. Raden Mas Subekti, nama Pangeran Arya Selarung. Kakung, dereng nama lajeng seda. Raden Mas Sasika, nama Pangeran Arya Natabrata.
Raden Mas Dadi, nama Pangeran Rangga Satata. Raden Mas Sujanma, jinunjung dening ingkang raka Kanjeng Susuhunan Prabu Ngalaga, nama Pangeran Arya Panular. Raden Ajeng Brungut, Raden Ayu Kaleting Kuning, lajeng nama Raden Ayu Pucang, krama angsal Raden Arya Sindureja, papatih ing Kartasura.
Raden Ayu Kaleting Kuning kaping 2, kaboyong dening Trunajaya, sapejahing Trunajaya katrimakaken dhateng Kyai Tumenggung Martayuda kaping 2, Bupat ing Banyumas, jinun-jung nama Tumenggung Yudanagara I, Raden Ayu Kaleting Ku-ning kaleng jinunjung nama Raden Ayu Bendara. Raden Ayu Kaleting Biru, kakramakaken dening ingkang raka Kanjeng Susuhunan Amangkurat Kartasura angsal Bagus Lembung, nama Tumenggung Mangkuyuda ing Kedhu.
Raden Ayu Kaleting Wungu, nama Raden Ayu Rangga Ka-liwungu, sareng sedaning garwa, katrimakaken dhateng Adipati Mangkupraja pepatih Kartasura. Raden Mas Satapa, jinunjung dening Ingkang raka Kanjeng Susuhunan Amangkurat Kartasura, nama Gusti Pangeran Arya Mantaram. Raden Ajeng Mulat, nama Raden Ayu Kaleting abang, katrimakaken dhateng Ki Ngabehi Kertawangsa Panjer, kaganjar nama Ngabehi Kalapa Aking ing Pananggulan Kebumen.
Raden Ajeng Siram, nama Raden Ayu Kaleting Cemeng, seda. Kakung, dereng nama lajeng seda. Raden Ajeng Tungle, nama Raden Ayu Kaleting Dadu, kakramakaken dening ingkang raka Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I angsal Raden Cakrajaya Bupati Japara. Lajeng dados patih Kartasura, nama Raden Adipati Danurejo, trah Kredhetan. Raden Ajeng Pusuh, nama Raden Ayu Kaleting Ijo, krama angsal Pangeran Adipati Wiramanggala.
7. KRT Tambakyudo (1680-1698)
KRT Tambakyudo ditugaskan Sri Amangkurat Amral un-tuk membangun irigasi kali Serayu. Beliau melakukan studi ban-ding saat membangun Kali Larangan. Ibukota Mataram pindah ke Kartasura pada tahun 1678. Rajanya Sri Amangkurat Amral. Kabupaten Banjarnegara dipimpin oleh KRT Wiroprojo, KRT Tambakyudo, KRT Reksoyudo, KRT Reksowijoyo, KRT Purwowi-joyo, KRT Wironagoro. Jadi pada masa sesudah Amangkurat Agung, para penggantinya kurang begitu semangat dengan dae-rah Mataram.
8. KRT Reksoyudo (1698-1710).
KRT Reksoyudo ditetapkan sebagai Bupati oleh Amang-kurat Emas. Beliau mempunyai usaha mebel dan pelayaran di kota Jepara. Kekayaan ini sebagai modal untuk membangun Banjar Patambakan.
Dari asal usulnya KRT Reksoyudo masih kerabat Pange-ran Pekik penguasa wilayah Surabaya. Kakek moyangnya ketu-runan raja Kahuripan Airlangga. Kerajaan Kahuripan mengalami masa kejayaan di bawah kepemimpinan raja Airlangga. Dia adalah keturunan raja Bali yang diambil menantu oleh Prabu Darmawangsa Teguh.
Berkat kecakapan dan kesaktian Airlangga, rakyat di seluruh kerajaan Kahuripan dapat hidup makmur, sejahtera aman dan damai. Pelayaran perdagangan di kawasan Jawa bagian timur berlangsung lancar. Para saudagar dari Asia Selatan, Asia Barat dan Asia Timur ramai berdatangan untuk bisnis.
Dalam bidang kebudayaan kraton Kahuripan mempunyai seorang empu yang ampuh tangguh, sepuh dan utuh. Dia bernama Empu Kanwa yang menciptakan kakawin Arjuna Wiwaha. Kitab mahakarya ini mengandung filosfis yang luhur serta nilai estesis yang benar-benar agung. Dalam perkem-bangannya kakawin Arjuna Wiwaha disadur dalam bentuk serat wiwaha jarwa.
Cerita pedalangan ini lebih populer menyebut lakon Begawan Mintorogo atau Begawan Ciptaning. Peninggalan kraton Kahuripan yang terpenting saat ini adalah Pelabuhan Tanjung Perak. Kota Surayaba menjadi pusat aktivitas ekonomi dan bisnis di Jawa Timur sesungguhnya berkat jasa kepemim-pinan kerajaan Kahuripan. Sebuah prestasi historis yang amat membanggakan.
9. KRT Reksowijoyo (1710-1723)
KRT Reksowijoyo mengabdi kepada Sinuwun Paku Buwono I. Beliau dilibatkan dalam penyusunan Serat Kandha. Industri rumah tangga mendapat perhatian serius dari Bupati Banjar Patambakan yang bernama KRT Reksowijoyo. Pada tahun 1714 ibu-ibu yang memiliki usaha kerajinan dikirim untuk belajar tentang cara membuat payung. Ada jenis payung untuk bupati, wedana, mantri, demang dan abdi dalem.
Masing-masing payung memiliki lambang hirarkis. Tem-pat pelatihan kerajinan ini di desa Tanjung kecamatan Juwiring Klaten. Sampai sekarang wilayah ini tetap melestarikan industri payung. Mereka mempunyai ketrampilan yang diwariskan secara turun temurun. Bupati Banjar Patambakan berkepentingan un-tuk membuat ketrampilan para wanita untuk menambah tingkat kesejahteraan.
10. KRT Purwowijoyo (1723-1730)
KRT Purwowijoyo diangkat sebagai Bupati oleh Sri Amangkurat Jawi. Beliau diajak untuk memajukan pelabuhan di Semarang. KRT Purwowijoyo benar-benar menunjukkan bupati yang cakap, mumpuni dan berwawasan luas. Segala tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan cemerlang.
Prestasi gemilang KRT Purwowijoyo sebagai teknokrat dan birokrat membuat beliau diajak untuk ikut serta memba-ngun ibukota kerajaan. Baik Amangkurat Jawi dan Paku Buwono II menggunakan tenaga dan pikirannya. Sekedar diketahui bah-wa Kartasura dipilih sebagai ibukota Mataram oleh Sri Susuhu-nan Amangkurat II tahun 1677.
Letak Kartasura amat strategis. Terhubung langsung dengan jalur penting kota di pesisir dan pedalaman. Umbul Cakra dan Pengging mengalir ke Kartasura dan bertemu di Kali Larangan. Tanah subur di bawah kaki Gunung Merapi Merbabu. Mata air dari Gunung Sewu mengalir sampai selat Madura.
Pada masa kejayaan Kraton Mataram Kartasura, berkem-bang pesat kesusasteraan, kesenian dan kerajinan. Kitab-kitab Jawa klasik diolah menjadi sastra dengan metrum macapat. Babad Tanah Jawi, Serat Menak, Serat Kandha dan Serat Panji diproduksi besar-besaran. Kurun waktu antara tahun 1677-1745 Kartasura menjadi pusat pembelajaran seni kerawitan, tari dan pedalangan.
Kerajinan gamelan dan wayang diekspor sampai ke Asia Timur, Selatan, Barat, dan Tengah. Sebagian dipasarkan di negeri Eropa. Puncak-puncak kebudayaan gagrag Kartasura ber-kontribusi besar terhadap peradaban global. Dunia berhutang budi pada produktivitas, kreativitas dan aktivitas kebudayaan Kartasura. Warisan luhur yang mendapat apresiasi.
11. KRT Wironagoro (1730-1738)
KRT Wironagoro diangkat sebagai bupati oleh Sinuwun Paku Buwono II. Pada saat itulah beliau diajak untuk memikir-kan perdamaian di Mataram Kartasura. Beliau berperan dalam pengadilan Syekh Mutamakin.
Demang Ngurawan sebagai ahli hukum keraton Karta-sura bersahabat erat dengan KRT Wironegoro. Ketika ada masa-lah hukum, maka keduanya mendapatkan tugas tentang pro-blematika yuridis.
12. KRT Sosroyudo (Banyakwide) (1738-1780)
KRT Sosroyudo diangkat menjadi bupati oleh Sinuwun Paku Buwono II. Beliau berperan besar dalam pemindahan ibukota dari Kartasura ke Surakarta Hadiningrat. Selanjutnya beliau menjadi penasihat utama Paku Buwono III. Putra Raden Tumenggung Mertoyudo, Bupati Bayumas ke-4 dengan garwa padmi Nyai Embah Mertoyudo dari Banjarmertakanda. Banyak-wide menjadi bupati Banjar I sesudah pemerintahan Ngabei Wiroyudo, adik ipar Wargahutama II.
Kyai Raden Ngabei Banyakwide, adik kandung Raden Ngabei Mertoyudo II, berputra 4 orang yaitu: Kyai Ngabei Mangunyudo (menjadi menantu Kyai Raden Adipati Yudonegoro I). Raden Kentol Kertoyudo. Raden Bagus Brata. Mas Ajeng Basiah. Setelah wafat diganti putranya yang bergelar Raden Nga-bei Mangunyudo I yang kemudian dikenal sebagai Adipati Mangunyudo Seda Loji.
Dalam melaksanakan pembangunan KRT Sosroyudo selalu berkoordinasi dengan penguasa daerah sebelahnya. Misalnya pada tahun 1763 diadakan kerjasama anta-ra kabupaten Banjar Petambakan dengan kabupaten Purbalingga yang dipimpin oleh KRT Dipoyudo. Bahkan beliau turut serta membantu pemindahan ibukota dari Karanglewas.
Bupati Banjarmangu yang bernama KRT Sosroyudo memang gemar bermain teater kethoprak atau sandiwara. Pada tahun 1763 rombongan pemain teater Banjarmangu dikirim oleh Bupati untuk mengikuti pelatihan akting. Kebetulan sekali Sinu-wun Paku Buwana III adalah seorang seniman panggung.
Beliau mengarang Serat Wiwaha Jarwa. Isinya tentang perjuangan Be-gawan Ciptoning yang bertempur melawan Prabu Niwata Kawaca, raja Negeri Hima Himantaka. Para seniman Banjar-mangu merasa beruntung mendapatkan ilmu tata bahasa, tata sastra, tata busana, tata panggung. Mereka menjadi seniman berkualitas.
D. Bupati Banjarmangu
Kabupaten Banjar Petambakan berganti nama menjadi kabupaten Banjar Watu Lembu atau banjar Mangu. Upacara penggantian nama ini dihadiri pula oleh para tokoh Girilangan. Mereka merupakan undangan kehormatan.
13. KRT Mangunyudo (1780-1812)
KRT Mangunyudo diangkat menjadi bupati oleh Sinuwun Paku Buwono IV. Sejak itu pula Banjar Patambakan diubah men-jadi Kabupaten Banjar Watu Lembu atau Banjarmangu. Riwayat Kanjeng Sunan Giri Wasiyat, Kyai Panembahan Giri Pit, Nyai Ageng Sekati dan sebagainya, menyebutkan bahwa pengganti RNg. Mangunyudo I ialah adik kandungnya, Raden Ngabei Kentol Kertoyudo yang bergelar RNg. Mangunyudo II.
Masa pemerintahan ini kabupaten dipindahkan ke sebe-lah barat Kali Merawu dan kemudian dinamakan kabupaten Banjar Watu Lembu. Dalam buku Inti Silsilah dan Sejarah Banyumas yang disusun oleh Raden Mas Brotodirejo dan Raden Ngatidjo Darmosuwondo disebutkan bahwa pengganti Kyai Raden Ngabei Mangunyudo I adalah putranya bergelar Kyai Mangunyudo II atau disebut juga Kyai Raden Ngabei Mangun-yudo Mukti. Kabupaten lau berpindah ke sebelah barat Sungai Merawu dan kemudian dinamakan Banjar Watulembu.
Kerjasama antar bidang dilakukan juga dengan Bupati Purbalingga ke 2 yang bernama KRT Dipokusumo yang meme-rintah antara taun 1787-1811. Kedua penguasa daerah ini beker-jasama dalam bidang perencanaan, perdagangan, pertukangan, perkebunan dan pertanian.
Pada tahun 1784 Bupati Banjarmangu yang bernama KRT Mangunyudo mengikuti pelatihan manajemen pelabuhan di Surabaya. Saat itu penguasa pelabuhan Tanjung Perak adalah Pangeran Pekik. Kegiatan workshop dan training ini diikuti para bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tujuannya agar para kepala daerah memiliki wawasan bisnis dan marketing Bupati Banjar berkepentingan untuk memasarkan produk gula kelapa.
14. KRT Kertoyudo (1812-1831)
KRT Kertoyudo berturut -turut mengabdi kepada tiga raja, yaitu Sinuwun Paku Buwono IV, Paku Buwana V, Paku Buwana VI.
Beliau merupakan Bupati Banjar Watu Lembu yang dilibatkan dalam penyusunan Serat Wulangreh dan Serat Centhini. Kyai RNg. Mangunyudo II kemudian digantikan oleh putranya dengan gelar Kyai RNg. Mangunyudo III lalu berganti nama menjadi Kyai RNg. Mangunbroto, Bupati Anom Banjar Selolembu. Raden Kenthol Kertoyudo putra ke-2 RNg. Banyakwide (kliwon Banyumas), berputra 4 orang: R. Mangkuprojo, menjadi patih Kartosuro dan setelah wafat dimakamkan di Pasarean Pakuncen.
R. Bagus Bengawan. Mas Ajeng Aminah. Mas Ajeng Bariah. Mereka semua adalah trahing kusuma rembesing madu.
Kerjasama dengan kabupaten Banjarnegara dilaksanakan dengan KRT Brotosudiro. Mereka berdua menjadi contoh kepala daerah yang sukses membangun peradaban. Bupati Brotosudiro ini memerintah dari tahun 1811-1831. Setelah wafat Bupati Brotosudiro dimakamkan di Pekuncen Purbalingga.
Tenaga pertukangan dari Banjarmangu dikirim oleh Bupati Banjarmangu yang bernama KRT Kertoyudo untuk belajar ukir-ukiran di Jepara pada tahun 1813. Sejak jaman Majapahit Kabupaten Jepara trampil mengukir kayu. Hasil ukir-ukiran Jepara terkenal di seluruh dunia. Semua istana kerajaan dunia mengundang tukang ukir yang mahir. Jepara dijadikan pusat pelatihan para tukang Banjarmangu untuk meningkatkan ketrampilan. Peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan Bupati Banjarmangu patut dijadikan teladan. Tukang-tukang ini pulang dengan rasa bangga. Mereka telah memiliki wawasan, pengalaman, ketrampilan selama ditugaskan belajar.
Dari nama Banjarmangu kemudian berubah menjadi kabupaten Banjarnegara. Atas saran sesepuh Girilangan nama Banjarmangu atau Banjar Watu Lembu diubah namanya menjadi kabupaten Banjarnegara. Pengubahan ini setelah melalui proses meditasi spiritual. Para leluhur memberi dhawuh demikian.
Kabupaten Banjarnegara letaknya di antara pegunungan. Adapun batas-batasnya adalah sebelah utara Kabupaten Pekalongan, sebelah timur Kabupaten Wonosobo, sebelah barat Kabupaten Purbalingga dan Banyumas, sebelah selatan Kabupaten Kebu-men. Kemudian dibagi menjadi 5 kawedanan: Banjarnegara, Purworejo, Wanadadi, Karangkobar, dan Batur. Adapun bupati yang memerintah selalu menjunjung tinggi paugeran.
15. KRT Dipoyudo (1831-1846)
KRT Dipoyudo ditetapkan sebagai Bupati Banjarnegara oleh Sinuwun Paku Buwono VII. Sejak itu nama Banjar Watu Lembu diubah menjadi Kabupaten Banjarnegara. Menurut ‘Babad Banyumas’, Raden Dipoyudo adalah cucu adik RT Yudonegoro III dan putra RNg. Dipowijoyo, Ngabei Soka, Yogyakarta. Beliau masih keturunan Raden Tumenggung Mertoyudo, bupati Banyumas IV, kakek RNg. Mangunyudo yang kawin dengan Nyai Embah Mertoyudo.
RT Dipoyudo IV adalah putra RNg. Dipowijoyo, cucu Dipoyudo I alias Dipoyudo Seda Jenar atau Seda Ngrana. Ketika kecil beliau bernama Kadirman, yang atas perkenan Kanjeng Susuhunan Paku Buwana IV dijadikan Mantri Anom dan dianugerahi nama R. Atmosukaryo. Kemudian diangkat menjadi ngabei di Purbolinggo, bergelar Dipoyudo IV. Kemudian menjadi bupati Ayah.
Berdasarkan serat Kekancingan rikala wulan Agustus 1831 beliau diangkat menjadi Bupati Banjarnegara. Sebagai stafnya ditetapkan pejabat nayaka praja antara lain: Mas Cakrayuda sebagai patih, Mas Mangunyudo sebagai kliwon, Raden Ngabei Mangun Subroto sebagai wadana Banjarnegara, Dipowijoyo, mantri Kabupaten Banjarnegara, Ranadikrama sebagai mantri kabupaten, Mangundimejo sebagai jaksa, Amad Pekih sebagai pengulu.
Di antara keempat daerah tersebut yang terus berkembang adalah Banyumas dan Banjar Petambakan yang kelak menjadi Banjar Watu Lembu dan akhirnya menjadi Banjarnegara Gilar-gilar. Merden dan Wirasaba sekarang hanya sebuah desa masing -masing di kecamatan Purwonegoro (Banjarnegara) dan kecamatan Bukateja. Kabupaten Banjar semakin berkembang.
KRT Dipoyudo mempunyai adik 5 orang yaitu: 1) MA Kertawijaya, Patih Ngadireja, 2) RM Surawijaya, 3) MA Dipamohamad, Pengulu Banjarnegara, 4) RM Dipadiwirya Patih Banjarnegara, 5) RM Dipadiwirya II. Sedangkan anaknya berjum-lah 8 orang yaitu: 1) R Kertapraja, Kolektur Purbalingga, 2) RA Hudasudira, 3) RA Hudadiwijaya, 4) RT Dipadiningrat, Kanjeng Bupati Banjarnegara, 5) R Ngabei Yudaatmaja, Wedana Batur, 6) R Sumadirja, Kolektur Purbalingga, 7) RA Surawijaya, 8) RA Yudakusuma.
Pembangunan kereta api dari Surakarta ke Betawi pada tahun 1839. Kereta api jurusan Banyumas Banjarnegara dan Wonosobo tahun 1867. Ada perusahaan SDS (Serayudal Stoom-trem). Para Bupati Banjarnegara amat semangat membuat wilayahnya menjadi maju. Kerjasama dengan bupati Purbalingga keempat tetap dilanjutkan, yaitu pada masa pemerintahan KRT Dipokusuma II. Bupati Purbalingga keempat ini memerintah tahun 1831-1846. Gelar KRT Dipokusuma II yaitu KRT Tarunokusumo. Setelah meninggal dimakamkan di Giri Cendana Purba-lingga.
16. KRT Dipodiningrat (1846-1878).
Pelantikan KRT Dipodiningrat dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono VII di Sitihinggil Kraton Surakarta. Beliau akrab dengan pujangga agung Ranggawarsito. Putra Kanjeng Raden Tumenggung Dipoyudo IV wafat tahun 1878, dimakamkan di belakang mesjid besar Banjarnegara. Daerah Merden diberikan kepada Ngabei Wirakusumo. Ngabei Wargawijaya diberi daerah Wirasaba. Ngabei Wiroyudo, diberi wilayah Banjar Petambakan (Sebelah timur sungai Merawu). Kyai Adipati Wargahutama II menjadi pemukanya (wedana bupati) bertempat di Kejawar, Banyumas).
Wilayah Banyumas (karesidenan Banyumas) terbagi menjadi empat regentschap: regentschap Banyumas; regent-schap Cilacap; regentschap Purbalingga; regentschap Banjarne-gara. Regentschap Banjarnegara meliputi 5 distrik dan 18 onder distrik. Kelima distrik tersebut adalah: distrik Banjarnegara, distrik Wonodadi, distrik Karangkobar, distrik Batur, distrik Purworejo Klampok. Distrik Banjarnegara terdiri dari 4 onderdistrik dengan 75 desa. Dengan harapan semua kawula mendapat suasana gemah ripah loh jinawi.
Sinuhun Paku Buwono IX mengajak KRT Dipodiningrat untuk membahas kunjungan Ferdinand de Lepez ke pulau Tamazex Singapura. Ikut serta KRT Dipoatmojo yang menjadi bupati Purbalingga keenam tahun 1868-1881. Saat itu sedang hangat hangatnya pembangunan Terusan Suez di negeri Mesir.
17. KRT Joyonegoro (1878-1896).
Pelantikan KRT Joyonegoro sebagai Bupati Banjarnegara dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono IX. Beliau ahli konstruksi bangunan. Sering diajak ketika membangun pesanggrahan Langenharjo. Putra Raden Tumenggung Kalapaking, Panjer, yang pada waktu muda bernama Raden Atmodipuro. Sebelumnya beliau patih Purworejo. Beliau pernah mendapat ganjaran pangkat ‘adipati’ dan bintang mas. Tahun 1896 beliau wafat dan dimakamkan di Kuwondo Giri.
Masih dalam pemerintahan Sinuhun Paku Buwana IX, KRT Joyonegoro bersama bupati Purbalingga ketujuh yang bernama Kanjeng Candi Wulan mengadakan kunjungan ke daerah pesisir untuk membicarakan penguatan kehidupan maritim. Pelabuhan, pelayaran dan perikanan dibicarakan secara mendalam demi mencapai kesejahteraan umum.
18. KRT Joyo Amiseno (1896-1927)
Pelantikan KRT Joyo Amiseno sebagai Bupati Banjar dilakukan oleh Sinuwun Paku Buwono X. Disertai oleh kehadiran Patih Sosrodiningrat. Beliau ahli administrasi dan moneter. Putra Raden Tumenggung Joyonegoro I, pada waktu muda bernama Raden Mas Jayamisena. Sebelumnya menjadi wedana distrik Singomerto. Istri pertama beliau putra Kanjeng Pangeran Aria Mertodirejo di Banyumas.
Beliau mendapat anugerah pangkat ‘Adipati Aria’, payung emas, bintang emas besar Officer Orange. Pembangunan di segala bidang gencar dilakukan oleh KRT Joyo Amiseno. Beliau rajin berkonsultasi dengan bupati Purbalingga yang bernama KRT Dipokusumo VI. Beliau menjadi bupati Purbalingga 1899–1925. Makam bupati Arya Dipokusumo VI di Giripurna Purbalingga.
19. KRAA Sumitro Kolopaking Purbonegoro (1927-1949)
Pelantikan KRAA Sumitro Kolopaking Purbonegoro dila-kukan oleh Sinuwun Paku Buwono X. Dihadiri Patih Joyonagoro dan Wuryaningrat. Beliau wareng Kanjeng Adipati Bratadiningrat di Banyumas dan cicit Kanjeng Raden Adipati Dipodiningrat di Banjarnegara. Maka berarti kabupaten kembali kepada kekuasaan keturunan para penguasa terdahulu.
KRT Sumitro Kolopaking Purbonegoro adalah seorang aktivis pergerakan nasional yang melibatkan diri dalam pem-bentukan Dewan Rakyat (Volksraad). Lembaga ini menjadi cikal bakal kesadaran hidup berparlemen. Berdiri pada tanggal 18 Mei 1918, sebagai bentuk dari Dewan Rakyat atau Volksraad yang mewakili segala lapisan masyarakat.
Tokoh-tokoh pergerakan, pendidikan, budaya, politik, sosial dan keagamaan menjadi wakil. Kesempatan untuk membicarakan soal-soal pemerintahan ne-geri. Anggota-anggota Volksraad adalah utusan dari Budi Utomo, Sarikat Islam, Sarikat Sumatra, Pasundan, Maluku Politiek Ver-bond, Kaum Betawi, Persatuan Minahasa. Dari bangsa Indonesia pernah menjadi ketua Volksraad yaitu RAA Wiranakusuma dan R Sutardjo.
20. Raden Sumarto (1949-1959)
Beliau diangkat sebagai bupati di era awal pemerintahan Presiden Soekarno. Lahir di Karangjambu Purwokerto, 25 November 1898. Pangkat dan golongan terakhir sebelumnya: Bupati Pamongpraja Gol. VI/G PGP 1948 Kab. Banjarnegara. SK Menteri Dalam Negeri tgl. 5 Desember 1949 no. Up. 6/5/17/tmt. 1 Januari 1949. Kerjasama dengan Purbalingga dilanjutkan bersama dengan KRT Sugondo yang memerintah tahun 1925-1949. Makam KRT Sugondo di Giripurna Purbalingga. Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara selalu berjalan harmonis dan manis.
21. Mas Soejirno (1960-1967)
Beliau mengalami masa peralihan kekuasaan dari Presi-den Soekarno ke tangan Presiden Soeharto. Jabatan sebelumnya sebagai Penata Tatapraja PGPN 1961 (Wedono Kutoarjo). Beliau merupakan yang dilantik pada tanggal 1 Januari 1960 dan berhenti pada 13 September 1967. Lahir di Sokaraja Wetan tanggal 15 Desember 1911.
22. Raden Soedibjo (1967-1973).
Beliau mengalami masa awal pemerintahan awal orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Ia dilantik pada 13 September 1967 dan menjabat sampai dengan 8 Februari 1973.
23. Drs. Soewadji (1973-1980).
Beliau menjadi Bupati ada saat pemerintahan Orde Baru mulai stabil. Pemerintah Orde Baru sudah melakukan pemilihan umum. Jabatan sebelumnya sebagai sekretaris wilayah daerah Kabupaten Magelang. Diangkat menjadi bupati Banjarnegara pada 8 Februari 1973 dan berhenti pada 26 Februari 1979.
24. Drs. Winarno Surya Adisubrata (1980 –1986).
Beliau mempunyai riwayat jabatan yang cemerlang. Ketika memimpin Kabupaten Banjarnegara, prestasi gemilang dicapai bersama jajaran. Sebelumnya adalah Bupati KDH Tk. II Demak. Ia dilahirkan di Solo pada 14 Oktober 1936, menempuh pendidikan dasar dan menengah di Solo kemudian melanjutkan ke APDN Malang pada tahun 1959.
25. H. Endro Soewarjo (1986-1996).
Pada masa pemerintahannya stabilitas politik memang tenang dan mantab. Puncak-puncak kejayaan Orde Baru. Dilantik menjadi Bupati Kepala Daerah kabupaten Tk. II Banjarnegara pada tahun 1986 dan berhenti pada tahun 1996.
26. Drs. Nurachmad (1996-2001).
Beliau mengalami masa peralihan dari pemerintahan Orde Baru ke tangan Orde Reformasi. Beliau mengalami pergan-tian kekuasaan Presiden yang berbeda. Jabatan sebelumnya adalah sebagai Sekwilda Tk. II Kendal. Diangkat menjadi Bupati Kepala Daerah Kabupaten dari Banjarnegara pada 1991.
27. Drs. Ir. Djasri, MM, MT dan Drs. Hadi Supeno, M.Si (2001-2011)
Rakyat memilih pasangan ini untuk memimpin Kabupa-ten Banjarnegara. Pilkada langsung dilaksanakan secara demo-kratis, aman dan damai. Kedua pasangan pemimpin ini selalu memperhatikan petilasan di Kademangan Gumelem dan kawasan cagar budaya.
28. Sutedjo Slamet Utomo dan Drs. Soehardjo, MM (2011-2016)
Dalam pilkada langsung rakyat Kabupaten Banjarnegara telah memilih pasangan Sutedjo Slamet Utomo dan Drs. Soehardjo, MM. Kademangan Gumelem juga diperhatikan, sehingga ajaran luhur tetap lestari.
29. Prijo Anggoro BR dan Drs. H. Hadi Supeno, M.Si tahun 2016.
Sejak terpilih menjadi bupati dan wakil bupati pasangan Prijo Anggoro BR dan Drs. H. Hadi Supeno, M.Si memimpin kabupaten Banjarnegara.
Kedua pemimpin ini bertekad untuk terus mengembangkan seni budaya. Seluruh rakyat mendukung agar Banjarnegara berhasil dan sejahtera lahir batin.
Dawet ayu menjadi minuman warga dunia. Hawa sumeles panas, di situ pula dawet ayu sebagai alat tombo ngelak. Rasanya pasti seger sumyah.
Komentar
Posting Komentar